Cover : Reta Hill
Hobi membaca membuat Fika menjadi suka menulis. Tapi, tulisan yang ia buat tak wajar karena ia menjadikan Cello, bos di kantornya menjadi tokoh utama di cerita yang ia buat hanya untuk sekedar lelucon. Setiap hari Cello pun jadi ba...
Pagi ini, Fika sedikit berjalan tergesa-gesa memasuki kantor. Pasalnya hati ini ia bangun kesiangan. Meskipun jarak dari kost ke kantor dekat, tapi jika terlambat bangun tetap saja ia akan terkena macet. Ia pun harus turun dari angkot tidak pada tempat biasanya ia turun. Fika berlari agar tidak terlambat.
"Pagi, Mbak Fika. Tumben terlambat," sapa Pak Oni, satpam di kantor saat Fika mengisi absen finger print.
"Iya, Pak. Udah, ya, Pak saya duluan." Fika berjalan sambil melambaikan tangannya. Pak Ini hanya bisa melambaikan tangannya kebingungan. Sekaligus merasa aneh karena dicuekin.
Fika sedikit berlari menuju ruangannya. Langkahnya terhenti mendadak saat menatap pemandangan di hadapannya. Semua karyawan tengah berbaris. Di depan mereka ada pria yang berdiri sambil memberikan instruksi. Zacky yang melihat Fika di sana langsung menyikut Nina di sampingnya. Nina menoleh, dan Zacky menunjuk Fika dengan mulutnya. Nina pun tak kalah kaget, ia memberi tatapan pada Fika 'kamu lagi cari mati?'
Cello yang tadi sedang memberikan instruksi menoleh ke belakang. Wajahnya terlihat datar seperti papan setrika."Ya?"
"Saya terlambat. Maaf, Pak," kata Fika gugup.
Cello mengangguk saja."Ya." Cello kembali menoleh ke arah karyawan yang lainnya."Jadi, kalian sudah mengerti?"
"Sudah, Pak," jawab mereka semua serentak.
"Ya sudah kembali bekerja," balas Cello.
"Baik, Pak." Semua karyawan menjawab ucapan Cello sambil melirik ke arah Fika yang berdiri dengan perasaan mengenaskan.
Cello pun langsung masuk ke ruangannya.
"Anjay, Fika dicuekin." Zacky terpingkal-pingkal.
Wajah Fika terlihat merah menahan malu. Ia sampai menghentakkan kakinya berkali-kali. "Nyesel! Tau gitu aku enggak masuk dulu tadi. Nungguin aja dia selesai ngomong."
Nina tertawa. Wanita cantik itu lantas mengusap lengan Fika." Aku pikir, ya kamu bakalan diceramahi. Atau ...dimarahin depan kita gitu."
"Tapi, ternyata malah dicuekin sama Pak Dese. Sabar, ya, Fik." Dewi ikut mengusap lengan Fika sambil menahan tawa.
"Kalian itu, ya. Mending aku dimarahin di depan kalian. Lagian udah jelas kalau terlambat aku dicuekin. Tapi, ini aku bilang 'pak, saya terlambat' dia cuma bilang 'Ya' terus melengos aja gitu. Sakit... Itu lebih menyakitkan." Fika terlihat begitu dramatis.
Zacky, Dewi, dan Nina langsung membubarkan diri. Masuk ke dalam Kubikel tanpa menanggapi ucapan Fika. Fika heran.
"Kalian kenapa, sih." Fika melihat ke belakang dan ternyata di sana ada Cello yang tengah bicara dengan Pak Haris. Jarak mereka sangat dekat."Mati!"
Fika langsung ke meja, berpura-pura sibuk sambil menundukkan wajahnya. Sementara Zacky, Dewi, dan Nina hanya bisa menahan tawa sampai perut mereka sakit.
Fika menghempaskan tubuhnya kesal. Moodnya berubah akibat dicuekin oleh Cello. Sakitnnya tidak biasa. Tapi, malunya luar biasa. Sambil meluruskan punggung, ia mengambil ponsel. Menekan aplikasi bewarna orange dan mulai menulis.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Nahan buang air besar kali," sambung Dewi yang mendengar percakapan mereka.
"Kalian gosipin aku ya?" Omel Fika dengan suara keras. Wajahnya terlihat kesal.
"Kita ini enggak gosipin kamu loh, Fika. Kita ini cuma kasian sama kamu dicuekin." Kemudian mereka bertiga tertawa.
"Aku enggak dicuekin. Pak Cello aja yang enggak punya Otak!" Ucap Fika tanpa sadar.
Ketiga temannya itu langsung terdiam. Mereka bertukar pandang, salut dengan keberanian temannya ngata-ngatain Bos di kantor. Seharusnya kalau mau ngatain, ya, di rumah aja. Atau di tempat lain. Beberapa detik setelah Fika selesai sudah ketukan sepatu yang mereka kenal mendekat. Semua langsung kembali bekerja.
"Asem!" Umpat Fika.
Cello berhenti tepat di depan Kubikel mereka. Menatap keempat manusia yang ada di sana.
"Ada yang bisa kami bantu, Pak?" Tanya Nina.
Cello menggeleng, kemudian pergi begitu saja. Fika memegangi pelipisnya yang terasa sakit. Kenapa hari ini dia begitu bodoh, mengeluarkan kata-kata umpatan untuk bosnya sendiri. Bisa saja bosnya itu dengar dan langsung memecatnya tanpa surat peringatan. Fika jadi stress sendiri.
Fika mengangkat wajahnya."Loh udah jam makan siang ya?"
Dewi bangkit dari kursinya."Ya Iya. Makanya Pak Dese itu keluar, ya mau makan siang."
"Dia keluar karena denger umpatan aku, Wi. Kayaknya bentar lagi dapat surat peringatan atau surat pemberhentian nih," ucap Fika khawatir.
"Enggak mungkin Pak Cello denger, Ka. Udah yuk. Kita makan. Eh By the way, aku dapat notifikasi Wattpad kamu nih. Abis update apaan?" Tanya Nina sambil membuka ponselnya. Begitu juga Zacky dan Dewi.
Beberapa detik kemudian, mereka bertiga tertawa bersamaan.
"Kau jadi Asisten rumah tangga Pak Cello, atau Ibu rumah tangga di rumah Pak Cello?" Goda Zacky.
"Aduh, itu cuma fiksi. Aslinya sih aku enggak naksir sama Pak Cello, lah. Udah dingin kayak es batu, kaku kayak besi." Fika misuh-misuh di depan ketiga temannya. Hari ini ia ingin sekali mengumpat bosnya itu tanpa jera. Efek dari kejadian pagi tadi cukup besar. Membuat moodnya rusak seharian.
"Tapi, tampangnya ganteng kayak David Beckham, Fik." Dewi menambahkan nilai plus dari Cello.
"Bodo amat, lah. Aslinya aku nulis tentang dia bukan karena aku suka sama dia. Tapi, karena aku kesel sama sikapnya." Emosi Fika sedang naik. Nina dan Dewi mengusap-usap lengan Fika, menenangkan sambil tertawa geli. Teman mereka yang satu itu memang lucu.
"Ya udah, kita makan ya, Non. Kamu, sih rese kalau lagi lapar." Zacky menarik lengan Fika pergi meninggalkan kantor. Mereka berempat makan siang di luar.