Cover : Reta Hill
Hobi membaca membuat Fika menjadi suka menulis. Tapi, tulisan yang ia buat tak wajar karena ia menjadikan Cello, bos di kantornya menjadi tokoh utama di cerita yang ia buat hanya untuk sekedar lelucon. Setiap hari Cello pun jadi ba...
Fika keluar ruangan dengan girang. Sahabatnya akan segera mendapat pekerjaan. Ia bergegas kembali ke kubikelnya. Begitu sampai, tiga pasang mata itu menatapnya curiga.
"Kenapa senyum-senyum? Dapat bonus, ya?" Selidik Nina.
Fika menggeleng sambil melempar senyum sumringah."Ini, sih...lebih dari sekedar mendapat bonus."
"Atau...naik jabatan?" tebak Dewi.
"Bukan juga," balas Fika sok misterius.
"Ah, sok misterius lu! Diajak kencan?" Kata Zacky. Mereka semua pun terbelalak.
"Beneran, Fik?" Dewi menganga.
Fika terkekeh."Enggak. Bukan...bukan apa-apa. Ya sudah...lanjut kerja aja."
Zacky menarik rambut Fika dengan kesal."Dasar, gembel!"
Fika merapikan rambutnya tanpa merasa bersalah."Aduh, rambut aku berantakan."
Ketiga temannya bertukar pandang. Tidak biasanya Fika begitu senang seperti hari ini. Tapi, berhubung Dia tidak mau berbagi, mereka pun memilih diam dan Melanjutkan pekerjaannya.
Diam-diam Fika mengambil ponsel. Dan menuliskan sesuatu di wattpad nya. Kebaikan hati Cello membuatnya kagum. Ternyata, Cello tidak seburuk dengan apa yang ia pikirkan selama ini.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ponsel mereka berbunyi bersamaan. Setelah melirik ada pemberitahuan dari Fika sang 'Agen Rinso', mereka pun penasaran.
"Kayaknya, lu beneran diajak kencan sama Pak Cello deh," ujar Zacky curiga.
Fika menggeleng."Enggak, lah. Mana mungkin seorang rakyat jelata yang selalu ceria begini, diajak kencan sama Pak Cello yang datar dan dingin. Dan satu lagi irit bicara. Itu aneh, Zea!"
"Tapi, aku juga sependapat sama kamu loh, Zacky. Aku curiga sama Fika. Keluar dari ruangan bos kok mesam-mesem kayak perawan lagi jatuh cinta," kata Dewi.
"Udah, ah...ini enggak ada hubungannya sama sekali dengan cinta-cintaan deh." Fika menggeleng keras.
"Tapi, kok cerita kamu malah nulis tentang Pak Cello, sih. Ngajak nikah lagi. Jangan-jangan kamu jatuh cinta ya sama Pak Cello?" tebak Nina dengan tatapan mengintimidasi.
"Iya. Masa, sih...Enggak ada apa-apa. Lumayan lana lagi kalau ke ruangan Doi. Awas ya kalau main rahasiakan. Tau-tau udah pacaran saja sama Pak Cello," kata Zacky tajam.
"Enggak beneran. Kalau aku pacaran sama Pak Cello ya enggak mungkin."
"Mungkin aja," kata Nina.
"Nah, kalau ternyata beneran gimana?" Dewi melotot ke arah Fika.
Fika berpikir sejenak."Kalau seandainya aku pacaran sama Pak Cello, ya itu aneh. Mungkin...Pak Cello khilaf. Dia pikir aku Gal gadot."
Dewi menopang dagunya."Hati-hati kalau bicara loh, Fika. Siapa tau Pak Dese naksir kamu beneran."
Wajah Fika berubah menjadi datar."Apa-apaan, sih. Udah kita balik kerja aja ya. Daripada nanti Pak Cello datang terus dengerin kita gosip di sini kan...jadi malu."
"Saya rasa Fika benar!"
Suara itu membuat mereka berempat membatu seketika. Lalu perlahan melihat ke arah sumber suara.
"Ya Tuhan...ini orang tau banget kalau lagi digosipin,ya," gumam Zacky.
Mereka berempat langsung berdiri dan tersenyum ke arah Cello.
"Drafter!"
"Siap, Pak," jawab Zacky dan Fika bersamaan.
"Kalian harus meningkatkan kualitas kerja kalian. Kalian tidak bisa bekerja sambil menggosipkan seperti ini."
Ucapan Cello membuat hati Fika dan Zacky terpukul. Bosnya itu mengetahui segala kelakuan mereka.
"Kami berusaha sebaik mungkin, Pak. Tapi...saya rasa seharusnya drafter ditambah lagi. Kalau hanya kami berdua untuk kantor sebesar ini, terkadang kami kewalahan. Jadinya...kami bekerja hanya memikirkan 'selesainya' saja dibandingkan kualitas pekerjaan kami. Kami harus berinovasi, harus berkreasi...dan kami harus cepat." Fika memberikan tanggapannya.
"Kantor kita tidak terlalu besar,"sanggah Cello.
"Tapi, projectnya lumayan banyak, Pak."
Cello terdiam beberapa saat. Ia terlihat menarik napas panjang."Baik. Saya pikirkan dulu. Mungkin...memang seharusnya drafter di kantor ini kita tambah."
"Iya, Pak. Jangan pelit-pelit," kata Fika keceplosan.
Zacky menyikut lengan Fika.
Cello melirik tajam. Fika dan Zacky menunduk takut."Kalian berdua, estimator,kan?"
"Iya, Pak?" Jawab Dewi dan Nina.
"Kalian harus bisa membuat planning kalian sendiri. Bisa menghitung volume tanpa gambar bestek. Karena ada klien yang menginginkan kisaran harganya terlebih dahulu, lalu menentukan desain. Kalian juga harus terus meningkatkan performa kalian."
"Mungkin, kami...bisa ditambah lagi, Pak. Sama kayak drafter," kata Dewi takut.
Cello mengangguk."Akan saya pikirkan. Tapi, jika anggotanya ditambah, saya tidak mau pekerjaan kalian terbengkalai lagi. Dan...setelah ini, kalian berempat dipisahkan!"
Kubikel Squad bertukar pandang dengan kecewa. Tapi, tidak ada satu pun yang berani protes.
"Baik, Pak."
Cello pun kembali ke ruangannya.
"Yah!" Mereka berempat mendesah kecewa.
"Pak dese enggak asyik!" Dewi mendengus sebal.
"Terima nasib aja deh," kata Nina.
"Tapi, kita lumayan ya, Fik. Bakalan nambah drafter baru." Zacky terkekeh.
"Ya udah, balik kerja yuk." Fika duduk kembali di depan layar monitor. Semangat kerjanya meningkat. Bahkan sekarang ia sedang senyum-senyum sendiri.