Hingga Maut Menyatukan

3.6K 166 22
                                    

Marina mengeratkan ikatan selendang hitam di lehernya. Angin malam serasa hendak menghempaskan tubuh ke samudera. Gelombang pasang mengais-ngais pantai ingin meraih kakinya. Airmata meluruh di sepanjang pipi. Matanya mengabur, seiring surya yang terbenam.

***

"Apa kamu bahagia seperti ini?" suara Luisa menggema ditelinganya. Bahagia? Seperti apa rupa bahagia?

"Apa kamu bahagia bisa merampas cinta seorang lelaki pada isterinya?" Luisa terus memburu dengan pertanyaan. Ia tak habis pikir, mengapa Marina hanya bisa jatuh cinta pada lelaki yang sudah menikah. Kenapa tak jatuh cinta pada lelaki single and available yang jumlahnya bejibun diluar sana?

"Merampas!?" Marina tak terima. Suaranya membuat para pengunjung kantin refleks menoleh ke arah meja tempat mereka berdua. Kata 'merampas' terdengar kelewat jahat. "Apa merampas namanya jika aku menerima cinta dari seorang lelaki?" Marina mulai berargumen, "apa aku punya kuasa mengatur perasaan orang lain?" Luisa tertegun.

***

Langit masih menyisakan semburat jingga di batas horizon. Buih-buih air laut berebut mencium ujung sepatu hitam Marina. Angin malam sudah mengeringkan airmata di pipinya. Namun rasa dingin yang menusuk terasa makin dalam menghujam sumsum tulang.

***

Rajendra menangkap tangan Marina untuk menghentikan langkahnya. "Jangan munafik!" bisikan Rajendra tepat di lubang telinga Marina, "dan tak perlu menahan diri." 

Kata-kata terakhir Rajendra membuat Marina menoleh. Ia mencari makna dari tatapan mata Rajendra yang terasa ingin menguasainya.

"Aku juga menginginkannya," Rajendra menutup kalimatnya. Wajah mereka makin berdekatan.

Marina menundukkan pandangannya. Kepalanya berpikir keras. Aroma tubuh Rajendra terlalu menggoda untuk diabaikan. Ia sudah mengenal Rajendra sebelum Luisa mengatakan bahwa Rajendra adalah lelaki yang mengisi relung hatinya. Ketika itu Marina hanya tertawa dan berjanji akan membantu mereka bersatu. Bagi Marina, Rajendra hanyalah satu dari sekian banyak lelaki yang berkeliaran di sekitarnya.

Keadaan berubah ketika akhirnya mereka menikah. Seperti semua lelaki beristeri lainnya, tingkat keseksian Rajendra langsung naik 50 poin begitu ia resmi menjadi suami Luisa. Bahkan Marina tak yakin lagi kalau naiknya hanya 50 poin, jangan-jangan 100 poin. Sejak itu, jantungnya selalu bertalu-talu tiap kali melihat Rajendra. Marina sampai merasa perlu menggigit bibirnya agar tidak mengucapkan sedikit pun kalimat untuk menggoda. Ia tak mau menyakiti Luisa.

Berada sedekat itu dengan Rajendra membuat jantung yang bertalu-talu berubah menjadi berdentum-dentum. Berkali-kali Marina mengingatkan diri, 'Ini Rajendra, suami Luisa. Cari mangsa lain jika ingin bercinta!' Dua kalimat ini biasanya ampuh menjadi mantra untuk berpaling dari Rajendra.

Luisa lebih dari sahabat bagi Marina. Mereka sudah seperti saudara. Ketika Marina pulang dalam keadaan mabuk karena party berlebihan, Luisa pasti sudah sigap mengamankannya dengan berbagai alibi. Entah bagaimana, orangtua Marina maupun Luisa selalu saja percaya. Ketika Luisa di-bully karena kacamata tebalnya, Marina yang pasang badan menangkal semua ejekan. Hingga akhirnya Marina berhasil meyakinkan Luisa untuk mengganti kacamata tebalnya dengan lensa kontak. Dan, tentu saja, mengajarinya beberapa tips make up yang bisa membuat penampilan Luisa berubah dari Upik Abu menjadi Cinderella. Marina adalah pahlawan penampilan bagi Luisa. Dan Luisa adalah pahlawan citra diri bagi Marina. 

'Tidak! Jangan Rajendra!' nurani Marina berteriak. Namun jantungnya tak dapat berbohong. Ribuan kupu-kupu yang terbang berputar-putar diperut meyakinkannya untuk tidak berpaling. Marina dapat merasakan hangat napas Rajendra di bibirnya. Lalu hanya terdengar suara mulut beradu memecah keheningan ruang tamu itu. 

Selingkuh dan SelingkuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang