Tembok Belakang Sekolah

20.4K 290 4
                                    

"A!" aku menahan pekik melihat pemandangan yang ada di depan mata. Setelah menghilang di balik tembok, ternyata Aldo berpelukan dengan seorang perempuan. Jantungku berdegup kencang. Suara berdecit dari dua mulut yang beradu membuat debarnya makin bertalu. 

Tak tahan lagi! Mendengar gosipnya saja sudah membuat darah mendidih. Kini melihat dengan mata kepala sendiri, rasanya aku harus memikir ulang perasaan ini. Suara berdecit kini ditingkahi desahan yang mengaduk-aduk perut, seperti naik ke puncak lalu mendadak dihempaskan ke dasar lembah. Aku harus pergi.

Saat berbalik aku menahan pekik lagi. Sebidang tubuh lebar menghadang langkah. Belum sempat meneliti siapa lelaki yang menghalangi jalan ini, satu pertanyaan lebih dulu terlontar darinya, "Udahan nontonnya?"

Sialan! Aku harus pergi. Mata ini mulai menghangat. Aku ingin cepat-cepat pergi.

"Ngapain lo disini?" terdengar suara Aldo di belakang.

Darahku seperti tersirap dan napasku seolah berhenti. Mata yang tadi menghangat kini kurasa sudah dingin lagi.

"Pacaran." Lelaki berdada bidang menjawab spontan sambil memeluk pinggangku tanpa permisi.

Aku mendelik padanya. Seenaknya saja melingkarkan tangan ke pinggang orang lain! Kudorong tangannya dari pinggangku tapi genggamannya terlalu kuat, "Trust me," bisiknya tepat di kuping.

Suaranya berat dan entah bagaimana caranya berhasil menenangkan detak jantung yang tadi berkejaran dengan jarum detik. Kutarik napas yang tadi seolah mati.

"Lo ngapain disini?" lelaki itu membalikkan pertanyaan.

"Lo ngga tahu dia pacar gue?" suara Aldo menahan marah.

"Bukannya pacar lo dia?" Lelaki itu menunjuk dengan dagunya tanpa melepaskan tangan dari pinggangku.

"Put, lo pacaran sama buronan BK?" suara Aldo jelas mengarah padaku.

Napasku sudah normal lagi. Aku berbalik dan langsung menghadap Aldo. "Seenggaknya dia ngga selingkuh!"

Badan Aldo tiba-tiba terguncang, meledak dalam tawa. "Ngga selingkuh, lo bilang? Bukannya tiap minggu ganti cewek?"

Aku melirik pada lelaki yang masih melingkarkan tangannya di pinggangku. Sialan! Ternyata si Reno, playboy kelas kadal yang ceweknya tersebar dari kelas 1 sampai kelas 3. Semua orang tahu kalau tiap hari dia bisa keliatan jalan sama cewek yang beda-beda. 

Belum selesai aku merutuki keadaan, Reno sudah lebih dulu tersenyum sinis dan menjawab, "Dia tahu gue jalan ama siapa aja. Gue juga tahu dia jalan sama siapa aja. Ini yang namanya kepercayaan, Bro. Ngga ada dusta di antara kita." 

Gubrak! Dalem! Ngga nyangka. Buronan BK ternyata pinter banget merangkai kata. Tiba-tiba aku lupa bahwa dia sudah seenaknya melingkarkan tangan ke pinggang.

"Kurang ajar, lo!" Aldo maju sambil mengepalkan tangan.

Reno cukup menggunakan tangan kanannya untuk menangkap pergelangan tangan Aldo dan memutarnya untuk membuat kuncian di punggung. Aku berusaha mengingat-ingat, apa Reno termasuk anggota Klub Karate? Atau mungkin silat? Sudahlah, sama sekali tak penting untuk saat ini.

Terdengar pekikan panjang dari perempuan selingkuhan Aldo. Aku mengenali sosoknya, Lulu, cewek paling pintar sesekolah. Mau-maunya dia jadi selingkuhan?

"Urus, tuh cowok lo!" Reno mendorong Aldo ke arah Lulu. Lulu serta merta menahan tubuh Aldo yang sempoyongan jatuh ke arahnya. 

Penampilan Lulu saat ini benar-benar berbeda dari biasanya. Seluruh bagian kemeja putihnya sudah berada diluar rok abu-abu. Kancing kemejanya pun tinggal 2 terbawah yang masih terkancing sempurna. Belahan dadanya terlihat terbuka dengan bra yang sudah melenceng.

Mungkin Lulu merasa tak nyaman kuperhatikan seperti itu. Ia buru-buru mengancingkan bra dan kemejanya. Aku mengalihkan pandangan, menghargai Lulu yang tampak salah tingkah. Tapi Reno malah melontarkan kalimat pedas, "Ngga usah repot-repot. Gue ngga minat sama papan penggilesan, lebih enak meluk gitar." Lalu mempererat genggaman tangannya di pinggangku. Sialan! Aku langsung berbalik hingga pegangan tangan Reno pun lepas. 

***

Gosip menyebar lebih cepat dari angin. Tak perlu menunggu besok, sepulang sekolah Bu Dewi, Guru BK favorit, sudah menghampiri untuk konfirmasi, "Kamu beneran jadian sama Reno?"

Sialan! "Ngga, Bu. Ngga bener."

"Syukur, deh. Daripada pacaran, mending fokus belajar aja dulu. Bentar lagi kan UN, trus SNMPTN, mending fokus nargetin jurusan yang kamu incer. Kamu jadi mau ke Psikologi?"

"InsyaaAllah, Bu," aku mengangguk. Di kejauhan kulihat Lulu berjalan menunduk menuju halaman belakang.

"Kamu beneran mergokin Lulu sama Aldo?" Bu Dewi mengonfirmasi gosip lainnya.

"Iya, Bu." Kepalaku mulai pening. Memori mengenai apa yang kulihat di balik tembok belakang sekolah berada dalam urutan teratas untuk dihapus. Mengingat kepahitan sama sekali tidak bermanfaat.

"Emang bener mereka pacarannya parah?"

Gosip apa lagi ini? "Maksudnya parah?"

"Katanya mereka sampe ML, bener?"

Aku mengernyit. "Ngga." Setidaknya yang tadi kulihat tidak begitu. Meski kancing baju Lulu sudah tidak terkancing sempurna, tapi bukan berarti mereka melakukannya sampai ML, kan?

"Oh, syukurlah. Kalaupun mereka sampe ML, mudah-mudahan pake pengaman, ya. Lulu pasti ngga sebodoh itu, kan?"

Hah? Maksudnya? Aku benar-benar tak mengerti jalan pikiran Bu Dewi.

***

Kulihat Aldo di parkiran, menunggu seseorang. Biasanya aku akan pulang diantar Aldo dengan mobilnya. Tapi sekarang aku tak ingin bertemu dengan Tukang Selingkuh itu. Lupakan saja! Lebih baik pulang terlambat daripada harus bareng sama Aldo.

Aku berbalik dan berjalan menuju halaman belakang. Sebenarnya ini tempat yang sangat menyakitkan. Namun, apa boleh buat, hanya ini tempat yang paling sepi dari manusia saat ini.

***

"Lo diputusin Aldo?" terdengar suara berat Reno dari balik tembok belakang sekolah.

Aku mengintip dari balik tembok. Kulihat Reno berdiri di belakang Lulu yang sedang duduk sambil sesenggukan. 

"Udahlah, cowok kaya gitu ngga pantes buat lo. Dia cuma manfaatin lo buat ngerjain PR sama contekan ulangan." Reno terdengar seperti teater monolog karena jawaban dari tiap kalimatnya hanya isakan yang makin keras. "Oya, plus buat maen ...." Terdengar tawa sinis dari Reno. "Lo tahu sendiri, Si Puti orangnya sok suci banget, ngga pernah mau dicium-cium. Paling banter cuma pegangan tangan. Jiah! Pacaran apa ngga ada ciumannya!"

"Kurang ajar, lo!" Lulu melempar buku Biologi yang beratnya hampir sekilo ke muka Reno. "Dasar tukang intip!"

  "Lumayan, tiap hari bisa nonton bokep gratis, ngga pake paket data." Reno menangkis buku Biologi yang hampir mendarat di mukanya.

"Lagian lo kan pinter. Ngapain mau aja digituin sama cowok mesum!"

"Dia satu-satunya yang bilang kalo gue cantik."

"Bo'ong! Kalo ada cowok yang bilang lo cantik, gue bisa pastiin dia buta atau dia ngeliat lo malem-malem waktu mati lampu ngga ada bulan ngga ada bintang. Pasti lo keliatan cakep banget."

"Kurang ajar banget, sih lo!" Sekarang ransel yang siap-siap melayang.

"Eits!" Reno juga sudah siap menangkis. "Lo pinter, itu udah pasti. Fokus aja ke kepinteran lo. Ngapain ngurusin soal cantik. Lagian pas di akhirat nanti yang ditanyain juga bukan seberapa cantik lo pas di dunia. Paling yang ditanyain apa yang loe lakuin sama kepinteran yang udah Allah kasih buat lo."

Tak terdengar jawaban dari Lulu. Angin berdesir di samping telingaku. Ponsel bergetar di saku kemejaku. Sebuah pesan dari Aldo, "Masih di kelas? Gue tunggu di kantin."

Reno benar. Cowok seperti Aldo tidak layak diperjuangkan. "Pulang aja! Kita PUTUS!" 

Selingkuh dan SelingkuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang