Tujuh.🐧

28 12 10
                                        

"Seharusnya pengakuan ini cukup jelas. Mengapa hubungan ini belum juga diperjelas?"

__

"Main game yuk!" Ajak Mela

Saat ini mereka berada didepan kelas, pada jam istirahat kali ini, mereka tidak menghabiskan waktu dengan makanan-makanan dikantin, melainkan bermain permainan didepan kelas.

"Game apaan?" Tanya Audrey

"Truth or dare aja, gimana?" Elno mengusulkan permainan.

"Boleh tuh!" Seru Mela, dan di-angguki oleh semua.

"Tapi, kalo ada dare atau truth yang gak dilakuin dengan benar, traktir bakso mang Cecep. Gimana? Setuju?" Usul Laurent

Mang Cecep adalah pedagang bakso di kantin sekolahnya. Bakso itu sangat laris karna cita rasanya yang khas, dan pastinya terbuat dari bahan yang aman.

"SETUJU!" Ucap mereka dengan semangat.

Mereka pun memulai permainan tersebut.

Laurent takut jika botol tersebut mengarah padanya. Pasalnya, teman-teman mereka tau bahwa Laurent dan Angga sangat dekat, tapi mereka belum menemukan kejelasan apakah Laurent menyukai Angga, atau Angga yang menyukai Laurent, atau bahkan mereka saling suka.

Yang Audrey tau, mereka hanya dekat. Laurent tidak pernah menceritakan kedekatannya dengan Angga, tidak pernah bercerita sudah sejauh mana hubungannya dengan Angga, karna tetap sama saja. Mereka tambah dekat, tetapi hubungan nya tetap lah sama.

Botol itu pun mengarah pada Elno. Laurent bisa bernapas lega.

"Dare aja, gue takut ditanya yang engga-engga," Ucap Elno.

"Pinjem pulpen Bu Nana aja," Usul Mela

"Mampus! Dimakan lo sama dia," Ucap Audrey sambil tertawa

Bu Nana adalah wali kelas mereka, ia mempunyai mulut yang tiada lelah berbicara. Dan mempunyai seribu cara agar dirinya selalu benar.

Hal sepela pun, yang bersangkutan dengannya, atau orang yang berbicara dengannya, akan menjadi besar. Seharusnya urusan itu hanya sebentar, akan menjadi sangat lama.

Elno berjalan kedalam kelas, lalu dengan gugup meminjam pulpen kepada Bu Nana.

"Bu, maaf, saya boleh pinjam pulpen?" Tanya Elno ragu-ragu.

Laurent dan yang lain hanya tertawa-tawa dibalik jendela kelas. Mereka sedang menertawakan penderitaan teman-nya itu.

"Kamu sekolah gak bawa pulpen?" Tanya Bu Nana dengan nada yang sangat tidak disukai orang-orang.

"Kalo mau nulis kamu minjem? Iya? Kamu itu pelajar, masa' pulpen satu aja gak punya, yang bener aja. Setiap hari pinjam teman? Kamu gak malu pinjam pulpen setiap hari?" Tanya-nya terus menerus.

Setiap Elno ingin menjawab-nya, guru itu berbicara lagi, lagi, dan lagi.

Sampai ia pusing sendiri harus berbuat seperti apa.

"Uhm, gajadi deh Bu hehehe, saya mau beli di koperasi aja," Ucap nya sambil menggaruk tengkuk karena gugup dan tak tau harus berbuat apa. Sementara teman-teman-nya masih menertawakan-nya dibalik jendela.

"Daritadi harus nya, lain kali bawa pulpen, jangan minjem-minjem dulu." Oceh nya lagi.

"Iya bu, baik, terimakasih," Ucap Elno, lalu segera keluar dari kelas.

Teman-teman-nya masih menertawakan. Bagi mereka itu sangat lucu sekali. Melihat Elno kikuk didepan guru itu, rasanya seperti hiburan.

Sementara Elno merasa sangat kesal. Teman-teman-nya menertawakan dirinya sampai seperti itu, sedangkan ia harus berhadapan dengan guru menyebalkan itu.

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang