keesokan harinya aku masuk kelas dengan ceria, disambut dengan mata mata tajam menusuk jiwa, bukan ina namanya kalau aku kalah dengan tidak masuk sekolah.
Setelah jam pelajaran usai, kubuka loker dan kutemukan sepucuk surat yang mengatakan “kutunggu kamu ditaman belakang sekolah” siapa pengirim surat kaleng ini? Apa aku akan di bully lagi? Aku jadi penasaran.
Aku bergegas menuju taman belakang sekolah, disana kutemukan sesosok manusia yang tidak asing bagiku.. ARI??? Ada apa dia ingin menemuiku? Dengan segera aku menghampirinya
Ari pun tersenyum dan menghapiriku jadilah kita berdiri saling berhadapan, Ari pun menatapku tanpa berkedip, “ada apa Ri?” sapaku memecah kesunyian yang telah membuatku tidak nyaman.
“Ayo duduk dulu” ucapnya sambil menghela nafas dalam-dalam seperti ingin mengeluarkan sesuatu yang telah lama terpendam
“Ayo dong katakan ada apa? Jangan bikin penasaran sih” desakku “begini... ina... aduh aku mulai dari mana yah” Ari mengatakannya dengan terbata.
”Begini... begitu... Bagaimana?” ledekku ”begini ina, maukah kamu terima hatiku?” dengan nada cepat Ari menyerahkan hatinya padaku, dengan lantang akupun menjawab “emang kamu punya berapa hati sehingga kamu memberikannya padaku? Lagian aku udah punya hati kok, jadi nggak perlu repot-repot” candaku
“Bu-bukan itu maksudku ina, aku ingin kita bersama dalam ikatan yang namanya cinta” aku terdiam setelah mendengarnya, aku merasa dilema karena dihatiku sudah ada kata yang namanya cinta tapi bukan untuk dirinya.
Aku harus memberanikan diri untuk mengatakan tidak, walau pahit terasa
“Ina apa jawabanmu?” aku terkejut karena ari menggenggam tanganku sambil mengeluarkan sebuah cincin dan menyematkannya di jari manisku
“Cincin ini pemberian ibuku untuk calon menantunya dan kini aku berikan padamu ina, kalau kamu terima cintaku kamu bisa memiliki cincin ini untuk selamanya” aku menarik tanganku dari genggaman Ari
“Maaf ari aku tidak bisa” sambil melepas cincin pemberiannya, kulihat ari sangat kecewa dengan menitikan air mata dan berkata “Kenapa ina? Apa kamu tidak suka aku? Atau ada yang lain? Katakan ina”
Baru kali ini aku melihat Ari menangis dan meratap, seakan kehilangan sesuatu yang ia punya, tapi inilah cinta tak mudah berpindah walau dia mengiba, dan tak ingin terima kalau hanya karena iba
“Maafkan aku Ari, aku tak bisa bersamamu, kamu terlalu sempurna untukku, kamu bahkan bisa mendapatkan seseorang yang lebih baik dari diriku” aku mengatakannya seraya berjalan meninggalkan ari
“Apakah ada yang lain ina??” ari berteriak, namun aku tak menoleh sedikitpun, aku yakin keputusanku untuk menolaknya sungguh benar.
*********
Tak terasa beberapa hari telah berlalu, aku menjalani kehidupanku sebagai pelajar di SMA Nusa Bahasa, dengan ceria dan gembira.
Tapi kalau dipikir-pikir setelah hari baku tembak itu aku tidak pernah melihat ari lagi, ia menghilang bak ditelan bumi.
Apa ini kesalahanku karena telah menolak cintanya? Bagaimana ini.. aku ingin meminta maaf, tapi aku kan sudah bilang maaf, lagipula dimana aku harus mencarinya?
“Vi lo pernah ngeliat ari nggak?” aku menanyakan hal ini kepada pakarnya “akhir-akhir ini gue nggak pernah liat tuh, napa emang? Lo kangen?” Vio tergelak, ia selalu menggodaku.
Aku tidak menceritakan momen baku tembak yang terjadi antara aku dan Ari pada Vio, karena ini adalah privasi Ari.
“Lo udah tau dia ada dikelas berapa?” Vio bertanya padaku “belom lah Vi, kan itu hobby lo, gue nggak terlalu jago nyari cogan” jawabku “Yaudah gue yang nyari tau” vio bersedia untuk menolongku, ia akan sangat berjasa bagiku.
“Vi minggu depan ke perpus yuk! Dan pastikan lo udah dapet info dimana Ari” aku mengajaknya “YaAmpun ina, ngapain nunggu minggu depan? Besok juga gue udah dapet infonya” vio menjawab santai“Gile lo Vi, lo masuk komunitas info cogan ilegal kah?” aku benar benar tidak percaya kemampuan vio, yang menduduki bangku master dalam penelitian cogan ini “Yee.. nyari info mah gampang, lagian kenapa harus diperpus coba? Lo pikir kita bakal bisa ngobrol? Baru manggil nama lo juga gue pasti udah ditendang keluar” Vio memang tidak suka tempat sunyi dan tenang, ya karena suara halus cemprengnya itu
“Trus dimana mbak?” aku serahkan saja masalah lokasi padanya “kita ke mall aja lahh... sekalian nonton hahaha” dia memang suka berbelanja dan menghabiskan masa mudanya dengan sia-sia
“Oke yang penting infonya vi” aku langsung setuju saja “Siap! Besok pagi gue jemput lo, kita senang-senang” Vio bersorak kegirangan “iya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our destiny
Teen FictionSemua yang terjadi dulu, kini dan nanti adalah takdir, Kita gak pernah tau bagaimana endingnya karena semua yang kita jalani adalah sebuah awal.