21

3.6K 369 33
                                    

Aku berdiri dan mengganti baju Minhyun, "Jangan berenang terlalu dalam, Appa tidak setinggi itu."

Minhyun tertawa, "Eomma harus berhenti meledek Appa." Aku hanya menyahut tawanya.

Dia kemudian berenang dengan Junmyeon, selang beberapa saat aku memanggilnya untuk makan.

Dia menutup matanya dan meremas tanganku, wajahnya meringis kesakitan.

"Hyunnie? Kau kenapa? Apa dadamu sakit? Aku panik, "Ayo, Minhyun, beritahu Eomma bagian mana yang sakit?"

"Eomma, Aku.... aku tak bisa.... bernapas." Dia sesak napas lagi dan bodohnya aku lupa membawa inhalernya.

Aku langsung meneriakkan nama Suho dan kami menuju Rumah Sakit.

Jangan tinggalkan Eomma, Eomma mohon.

***

Perawat membaringkannya dan segera memeriksanya.
Hatiku sakit melihat mereka mulai memasangkan selang pernapasan pada Minhyun. Aku menggigit bibirku berusaha menahan air mataku, tapi air mataku terus mengalir.
Dokter menggelengkan kepalanya dan berbicara pada seorang perawat, "Siapkan UGD"

Dan aku menangis sejadinya.

***

"Nal annahaejwo
Yeah, geudega salgo inneun gose nado hamkke deryeogajwo
Oh, sesangui kkeuchirado dwittaragal teni
Budi nae siyaeseo beosenaji marajwo achimi wado sarajiji marajwo oh
Kkumeul kkuneun georeum geudaen namanui aremdaun nabi"
Suho bernyanyi untuk menidurkan Minhyun.

Kemudian Ia keluar dari ruangan, dan aku menjaga Minhyun disini. Untungnya Eomma datang menengok Minhyun, "Tolong lihat Junmyeon sebentar."

Aku mencoba mencarinya tapi tidak kutemukan.
Dia tidak berada ditaman, kantin, dan dimanapun.
Aku berpikir kalau dia pulang duluan. Kemudian terbersit dipikiranku tempat seharusnya Ia berada.

Aku berlari menuju Gereja.

Dan disana dia

Aku bisa melihat dia menutupi wajahnya dengan lengannya

Dan Ia berulang kali mengusap wajahnya dengan kasar

Dia sedang menangis.

***

Begitu sakit mendengar Ia menahan tiap isakannya, disaat aku juga sedang menahan tangisku. Dia pria terkuat yang pernah kutemui dan melihatnya seperti ini membuatku sedih.

Aku duduk disebelahnya. Aku tidak berkata apapun padanya maupun berusaha menenangkannya, karna aku tau yang terbaik saat ini membiarkan dia meluapkan kesedihannya.

Dia menyadari keberadaanku, dan aku menawarkan bahuku untuknya. Dia menangis disana, meremas bajuku sembari berusaha menahan isaknya.

Aku terlalu lelah bertanya pada Tuhan. Mengapa Ia membuat kami mendapat takdir seperti ini.

Dan aku tau mengapa Suho sampai seperti ini. Dia tidak terbiasa dengan sakitnya Minhyun, sedangkan aku mengalami hal ini dari 5 tahun lalu.

Setelah beberapa menit, dia menegakkan pandangannya saat airmatanya mulai kering, "A-Aku bertanya pada Dokter mengapa Minhyun bisa sakit seperti ini." Dia mulai terisak lagi, "Di-Dia bilang ini sering terjadi, tapi biasanya karna stress dan kelelahan mental selama kehamilan." Bicara seperti itu membuat luka lamaku terbuka lagi.

Dia menggengam tanganku, "Semuanya sekelebat melintas, aku dulu menendangmu, membuangmu, dan bahkan mengataimu. Aku bahkan tak tau kau berusaha menghidupi Minhyun dengan segala cara. Tidak ada satupun disisimu. Jika aku berada disana, aku akan menjagamu, bersamamu seiring membesarnya perutmu."

Dia tertawa dengan menyedihkan, " Tapi aku percaya dengan rumor itu, padahal kau lah satu-satunya yang mengatakan kebenaran. Aku kehilangan kesempatan, momen-momen berhargaku..."

Aku harap dia menyadari kesalahannya, tapi bukan disaat seperti ini. Aku memutuskan tidak bicara, agar Ia meluapkan semuanya. Dia akan meledak sebentar lagi.

Kemudian ponselku berdering, "Temui Minhyun, aku akan menyusul." Dia berdiri dan segera pergi.

"Wae?"

[Joohyun... Dia meninggal...]

***

Bad Boy [SuRene]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang