Bab 2. Kehidupan Baru

36 8 2
                                    

Author's POV

Sinar mentari pagi secara perlahan merambat memasuki ruangan kamar yang temaram itu. Disertai dengan alunan musik merdu yang berasal dari jam weker yang terletak di atas nakas.

Dengan enggan, Kennan menggerakkan tangannya untuk mematikan alarm tersebut. Lalu kembali tertidur.

Masih setengah sadar, ia membalikkan badannya dan meraih bantal untuk dipeluknya. Salah satu kebiasaannya sewaktu tidur. Dia akan memeluk bantal atau apa pun untuk menyenyakkan tidurnya.

Tapi, dia hanya bisa mengerutkan dahinya saat merasakan keanehan pada bantalnya.

Entah sejak kapan bantalnya menjadi lebih panjang dan... berbentuk? Lalu... sejak kapan bantalnya memiliki rambut?

Merasa bingung dengan apa yang terjadi, Kennan akhirnya memutuskan untuk membuka matanya.

"Wooah—!" serunya kaget saat mendapati seorang gadis imut tengah tidur di tempat tidurnya. "A-A-A-Apa yang kau lakukan di siniii?!" lanjutnya kemudian.

Namun, keributan itu masih belum cukup untuk membangunkan gadis yang tengah tidur itu.

"Re-Reika?" panggil Kennan ragu. Tapi, yang dipanggil masih belum bergeming dari tempatnya.

"Rei-ka!" Kennan sedikit mengeraskan suaranya. Dan berhasil. Reika membuka matanya meski kelihatan malas.

Gadis itu beranjak bangun dari tidurnya dan menguap lebar. Dan menatap lurus ke arah Kennan yang terduduk di atas lantai. "Kakak." Ujarnya polos tanpa ekspresi.

"Se-Selamat pagi... eh, bukan! Kenapa kau tidur di sini?" ucap Kennan cepat.

Reika memiringkan kepalanya tidak mengerti. Yang secara tak langsung membuatnya terlihat mengerikan.

"Tidur?" tanyanya bingung.

"Ya!" seruku. "Kau, 'kan punya kamar sendiri, kenapa kau tidur di kamarku?"

"Tidur." Ujar Reika lagi. Seolah-olah ia tengah menyimpan kata itu dalam pikirannya.

"AAAAKH!" teriak Kennan frustasi. "Sudahlah! Tidak ada gunanya bicara padamu!"

Reika menatap Kennan bingung.

"Lebih baik kita bersiap-siap sekarang. Jika tidak, kita akan terlambat ke Sekolah."

Tidak ada tanggapan dari Reika. Dia hanya diam dan menatap Kennan yang beranjak dari tempatnya.

"Kenapa kau masih di situ?" tanya Kennan geram.

"Kakak..." alih-alih menjawab, Reika kembali memanggil Kennan dengan nada memelas meski raut wajahnya datar.

"AAAAKH! PERCUMA SAJA! DIA TIDAK AKAN MENGERTI KATA-KATAKU!" Kennan berteriak dan mengacak-acak rambutnya frustasi. Namun, beberapa saat kemudian dia segera menyadari sesuatu.

"Ah! Benar juga!" serunya pada diri sendiri. Lalu segera meraih ponselnya yang berada di atas nakas.

Setelah beberapa saat menunggu, seseorang pun mengangkat panggilannya.

Reika hanya diam dan menatapnya dengan kedua alis yang bertaut. Menandakan jika dia tengah bingung dengan apa yang tengah Kennan lakukan.

"Halo Ibu, dimana daftar yang kau bilang kemarin?" tanya Kennan tidak sabaran pada ibunya di seberang sana.

"Tidak usah basa-basi! Cepatlah beritahu aku!"

Reika memeluk kedua lututnya dalam diam. Dan menunggu percakapan antartelepon itu berakhir.

"Baiklah, dah!" tanpa mengucapkan salam penutup apapun, Kennan segera menutup sambungan teleponnya sepihak dan segera berlari menuju meja belajarnya. Mengabaikan Reika yang sedari tadi mengamatinya dengan tatapan bingung.

"Ah! Ini dia!" seru Kennan gembira sambil mengangkat setumpuk kertas yang hanya disatukan dengan menggunakan klip. Lalu langsung membacanya tanpa banyak bertanya lagi.

Namun, amarahnya kembali membuncah selang beberapa detik setelah ia membuka kertas-kertas tersebut.

"APA-APAAN INIII?!" teriaknya penuh amarah.

"...?" Reika mengerjapkan matanya beberapa kali menanggapi teriakkan kakaknya itu.

"Apa maksudnya aku harus melakukan semua itu?!" geramnya sekali lagi. "Dasar Wanita tua menyebalkan!"

Dan hari itu pun bermula dengan teriakan seorang pemuda yang menggema keseluruh kota.

***

Haaiii!

Hari ini aku Double Up! #Yeeeeyyyy!

Terima kasih karena sudah mau membaca ceritaku yang satu ini. maaf karena nggak jelas, ya?

Sampai jumpa di bab berikutnya. Bye.

Broken SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang