Bab 6. Aneh2

20 5 0
                                    

Author's POV

Waktu semakin berlalu, dan kini matahari telah bersembunyi dari kesibukan kebanyakan umat manusia. Meski masih ada sebagia besar orang yang tidak peduli dan terus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan masing-masing.

Ada juga beberapa orang yang memang memulai aktivitasnya ketika waktu malam tiba. Atau, mereka yang memang tidak pernah memiliki waktu untuk beristirahat karena beberapa alasan.

Contohnya yang terjadi di dalam sebuah Apartemen kediaman Alexander ini.

"Oi, sampai kapan kalian ingin berada di sini?" tanya Kennan geram. Tak terhitung berapa kali ia sudah menghela napasnya untuk menahan semua kekesalan yang telah tertumpuk hari ini.

"Entahlah, kami juga tidak tahu." Jawab John cuek tanpa sedikit pun memalingkan wajahnya dari tv yang tengah menayangkan sebuah drama romantis.

Perempatan raksasa mendadak muncul—untuk yang kesekian kalinya—di dahinya. Sungguh, adakah orang di dunia ini yang mengerti tentang betapa lelahnya dia saat ini?

"Sudahlah! Terserah kalian saja, aku lelah." Ujarnya sambil membanting dirinya ke atas sofa yang empuk. "Bangunkan aku jika kalian ingin pulang."

"Tentu saja." Sahut Eldrick datar.

Dan hanya memerlukan hitungan detik, Kennan telah terbang ke alam mimpinya. Mengabaikan posisi tidurnya yang sangat tidak sopan. Namun, kedua temannya sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu.

"Dia pasti lelah sekali, ya?" gumam John dengan tatapannya yang masih terus fokus pada game play station-nya.

"Benar." Eldrick membenarkan.

Kemudian, keduanya saling terdiam. Dan sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Bukan karena mereka saling tidak peduli, tetapi karena mereka tidak ingin mengganggu Kennan.

Namun, karena itu, keduanya sama sekali tidak menyadari kehadiran Reika yang tengah berjalan melewati ruangan dan membuka pintu Apartemen yang memang belum dikunci.

Tanpa suara, Reika melangkahkan kakinya menyusuri koridor yang dingin. Tanpa ada seorang pun yang melihat ataupun menyadari keberadaannya.

Gadis itu hanya berjalan dengan kedua lengan yang setia memeluk tubuhnya yang gemetar. Entah karena apa. Tapi, berdasarkan ekspresi yang ada di wajahnya, dia tengah ketakutan.

Di saat yang hampir bersamaan, John dan Eldrick tengah membereskan barang-barang milik mereka yang ada di Apartemen Kennan.

"Sudah malam, ya? Kurasa sebaiknya kita pulang sekarang." Usul John.

"Hm, kau benar." Eldrick mengangguk setuju. "Apa kita perlu membangunkannya?"

"Tidak perlu." Tolak John sambil meraih tas punggungnya yang tergeletak di lantai. "Biarkan saja dia tidur."

"Begitu..."

John tidak menghiraukan Eldrick lagi, dan berjalan ke arah pintu, namun, ia tiba-tiba menghentikan langkahnya.

"Eh?" serunya pelan.

"Ada apa?" Eldrick menanggapi.

"Bukankah tadi pintunya tertutup?"

"Hah?" Eldrick spontan menoleh ke arah pintu, dan langsung mendapati pintu itu tengah dalam keadaan terbuka separuh. "Apa baru saja ada yang masuk?"

"Tapi kita tidak mendengar suara orang menekan kode. Jadi, itu berarti baru saja ada yang keluar dari Apartemen ini."

"Tapi, Baik, kau, ataupun aku... apalagi, Kennan, tidak ada yang keluar. Jadi, siapa yang—"

"Apa mungkin?" dahi Eldrick mengernyit ketika ia mengingat satu orang lagi yang menghuni Apartemen itu. Lalu, tanpa menunggu John yang tampak ingin berbicara, dia segera bergegas menuju kamar Kennan.

John yang kebingungan dengan sikap aneh temannya itu pun hanya bisa menahan semua pertanyaannya dan mengikuti langkahnya.

"Oi, apa yang kau lakukan?" tanya John pada Eldrick yang tiba-tiba berdiri mematung di koridor depan kamar Kennan.

"Sudah kuduga." Ujar Eldrick tanpa ekspresi. Dan kembali berjalan ke ruang tamu.

"Eh? Apa yang sudah kau duga?" seru John tidak mengerti.

Dengan langkah cepat, Eldrick menghampiri Kennan yang terbaring di atas sofa. "Kennan, bangun!" serunya lantang.

"Ngh..." namun, yang dibangunkan masih belum bergeming dari mimpi indahnya.

"Oi, ada apa?" tanya John yang masih belum mengerti tentang situasi mereka.

"..." Eldrick menggeram pelan. Lalu meraih bantal yang digunakan Kennan dan menariknya dengan keras. Menyebabkan kepala laki-laki yang tengah tertidur itu terbanting ke lantai karena sempat ikut tertarik mengikuti bantalnya.

"ADUH!" teriak Kennan kesakitan. "APA YANG KAU LAKUKAN, SIALAN?!"

Namun, yang diteriaki hanya menunjukkan respon datar.

"Jika kau ingin membangunkanku, gunakan cara yang baik! Kau pikir kepalaku sekeras batu?"

"Lupakan soal kepalamu, saat ini kita sedang dalam keadaan gawat." Ujar Eldrcik serius.

"Ada apa?" tanya Kennan sambil mengusap bagian kepalanya yang sakit.

"Sepertinya Reika menghilang."

"Reika?" Kennan sedikit memiringkan kepalanya. Butuh beberapa saat untuk memulihkan ingatannya kembali. Terutama saat ini kesadarannya masih belum seluruhya kembali.

"Adikmu dasar bodoh!" geram Eldrick yang mampu membaca ekspresi bingung Kennan.

Kennan terdiam. Di dalam otaknya, ia terus memutar kata-kata yang diucapkan oleh sahabatnya tersebut.

Reika...

Adik...

Menghilang...

"ASTAGA!!" matanya seketika melebar ketika seluruh ingatannya telah kembali. Semua ini salahkan ulah Eldrick yang menarik bantalnya hingga menyebabkannya mengalami amnesia sesaat.

"Reika menghilang?! Kenapa kalian tidak memberitahukannya dari tadi?!" teriaknya panik. Entah mengapa, mendengar kabar tersebut dapat langsung membuat hatinya tidak tenang.

"Aku sudah memberitahukannya padamu tadi. Kau saja yang tidak mendengarkan bodoh." Ucap Eldrick geram.

Kennan tidak berbicara lagi. Selain karena kesal pada sahabatnya itu, dia juga cemas pada keadaan Reika. Bagaimana bisa dia menghilang di saat Kennan sedang ada di rumah? Jujur saja, itu membuatnya merasa tidak berguna.

"Sebaiknya kita berpencar untuk mencarinya. Mungkin saja dia masih belum jauh." John mengeluarkan suara setelah terdiam cukup lama.

"Aku akan pergi ke ruang pengawas. Akan segera kukabari jika aku melihat sesuatu." Setelah menyelesaikan kalimatnya, Eldrick segera berlari keluar ruangan. Meninggalkan John dan Kennan yang masih terdiam di tempatnya.

"Kennan, ayo pergi!" seru John.

"Y-Ya..." ujar Kennan tergagap.

Entah mengapa, sebuah perasaan tidak enak menyebar ke dalam hatinya.

Semoga Reika tidak apa-apa... batinnya berdo'a.

***

--Tbc--

Broken SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang