-4-

8.4K 541 8
                                    

-

Nyatanya, senyuman adalah cara terbaik untuk menutupi hati yang terluka.’

...

Ada pepatah yang mengatakan bahwa tempat terbaik untuk pulang adalah rumah. Dan harta yang paling berharga adalah keluarga. Barangkali itu yang menjadi dambaan setiap orang, untuk mewujudkan pepatah diatas, memiliki keluarga yang bahagia dan rumah yang benar-benar menjadi tempat terbaik untuk pulang.

Tak terkecuali Manggala Dewananta. Rasanya hampir sulit dipercaya kalau cowok pecicilan dan celamitan itu memiliki hidup yang kelam dan keluarga yang sangat jauh dari kata bahagia. Miris memang kalau mengingat bagaimana setiap saat yang ia lewati tak pernah luput dari yang namanya pertengkaran, debat, adu mulut, bentakan dan sebagainya. Semua itu terjadi tepat di depan matanya.

Maka tak heran, jika cowok itu kini lebih dikenal sebagai playboy kelas kakap dan brandalan sekolah. Semua itu dilakukannya sebagai bentuk pelampiasan dari kemarahannya.

Cowok itu memang dilahirkan dari keluarga kaya, keluarga yang berada dan memliki kekuasaan. Dengan status seperti itu, jangankan untuk hidup mewah, ia bahkan bisa mengendalikan apapun dengan kekayaan yang dimiliki.

Tapi apalah artinya memiliki harta yang melimpah dan rumah yang mewah, jika penghuninya saja tidak pernah bahagia. Pada akhirnya rumah megah dan pagar-pagar tinggi itu hanya akan berfungsi untuk meredam kekacauan di dalamnya, agar tidak sampai mencuat keluar.

"Jangan keluar."

Langkah Gala terhenti ketika tangannya ditahan oleh Milly, kakak perempuannya. Cowok itu menoleh, kemudian menepis tangan kakaknya itu. "Gue capek, Kak."

"Jangan cari masalah." Ucap Milly memgingatkan.

"Cari masalah?" Gala tersenyum getir, "Justru masalah yang nyariin gue." Gala mengatur pola napasnya. "Masalah nyambut kita di depan, Kak. Mama sama Papa, itu masalah kita."

"Gal," Panggil Milly lirih.

Gala membuang napas kasar, kemudian membuka pintu kamarnya.
"Masuk, Gala!"

Cowok itu tak menggubris. Ia tetap meneruskan langkahnya.

"Papa bilang masuk! Atau..."

"Atau apa, Pa? Papa mau tampar Gala? Silahkan! Tampar sebanyak yang Papa mau." Teriak cowok itu. "Gala capek, Pa. Gala capek lihat Papa sama Mama berantem terus." Tak terasa, satu bulir air mata mengalir dari matanya yang sudah mulai mendidih. "Gak bisa ya, kalo kita bersikap seperti keuarga normal. Atau paling enggak  pura-pura aja. Gak lama-lama kok, Pa, Ma. Cuma sepuluh menit aja. Cuma sepuluh menit. Gala pengen kita bisa kumpul dan bercanda bareng."

Mungkin hanya itu yang dapat ia lakukan. Meraung memohon-mohon agar pertengkaran itu berhenti. Meskipun itu tidak akan berlangsung lama. Karena setelah itu, drama baru pasti akan terjadi.

***

Sementara di tempat lain, situasi yang sama juga terjadi. Tapi bukan karena pertengkaran. Melainkan kerinduan mendalam yang menciptakan kesepian dalam hati cewek itu.

Tak terasa, sudah hampir satu jam cewek itu berdiri menatap sebuah frame besar yang tertempel pada dinding. Di dalam frame itu berisikan sebuah foto keluarga kecil yang bahagia. Ayah, ibu, kakak perempuan yang menginjak usia remaja, dan adik laki-laki berusia sekitar delapan tahun.

"Moza, kamu belum tidur?"  Ucap seorang pria paruh baya yang baru saja masuk ke dalam rumah.

Cewek itu tersadar dari lamunannya, "Eh, belum, Pa. Moza masih belum ngantuk."

Pria paruh baya itu menghampiri anaknya,

"Belum ada kiriman dari Mama ya, Pa? Surat atau apa gitu."

Pria paruh baya itu menggeleng, "Belum."

"Moza kangen, Pa, sama Mama, sama Alvaro juga." Tutur Moza. "Ini udah lama banget, Pa. Udah hampir tiga tahun."

"Mungkin Mamamu sedang sibuk disana. Dan adikmu, dia kan masuk sekolah asrama. Jadi pasti jarang pulang."

"Ya tapi kan bisa telfon, Pa. Apa susahnya sih cuma sebentar aja."

"Kamu tidur dulu ya, Nak. Sudah malam. Besok kan masih harus sekolah."

Moza menurut, "Iya, Pa." Ia lalu masuk ke dalam kamarnya.

Meskipun sebenarnya ada begitu banyak pertanyaan yang mengganjal di pikirannya. Terutama mengenai keberadaan Mama dan adik laki-lakinya. Ada dimana mereka sekarang? Mengapa tak pernah sekaliapun Mamanya menghubungi ataupun mengirimkan surat, sekedar untuk menanyakan kabar. Mengapa begitu lama sejak terakhir kali mereka menghubunginya tiga tahun yang lalu. Apa mereka telah melupakannya?

***

MANGGALA [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang