Bab 4

7.1K 391 2
                                        

Assalamualaikum. 

Nungguin gak?

Aku insyaAllah hari ini akan Upload double temen2, sebagai ucapan maaf karena beberapa minggu ini hilang.

Eh, tapi harus vote dan komen ya!

oke, selamat membacaa....

---

"Yayah, mimi." Teriak Akira, tangannya menepuk tubuh ayahnya pelan.

Arsyaf tidak merasa terganggu, masih saja nyenyak dengan tidurnya. Pagi sekali Akira terbangun menangis karena pup sampai akhirnya Dinda menidurkan lagi putri kecilnya itu di samping Arsyaf yang memejamkan matanya setelah tadarus subuh.

"Yayah~," lirihnya yang tidak terdengar oleh sang ayah.

Akira memajukan badannya, menepuk pelan wajah Arsyaf dan kembali menjatuhkan diri sepenuhnya di atas badan Arsyaf.

Merasa ada beban di atas tubuhnya, Arsyaf sedikit membuka mata melihat apa yang menindihnya. Akira sudah ada di atas tubuhnya dengan tangan menepuk keras dada Arsyaf.

"Ya Allah, Akira." Kaget Arsyaf mendapati Akira sudah berada di atasnya.

Bersyukurlah karena itu Akira. Lain cerita kalau Dinda yang melakukan itu, Arsyaf bisa saja marah yang berakhir mereka berdua berantem sengit saling menuduh satu sama lain.

"Mau Mimi," ucap Akira lagi, anak kecil itu merebahkan diri di atas badan sang ayah sepenuhnya. Untuk saja berat badan Akira tidak lebih dari 10 Kg, kalo iya bisa saja Arsyaf tidak bisa bernapas.

Arsyaf masih setengah sadar enggan untuk bangun. Namun melihat wajah Akira yang terlihat melas dan cemberut, mau tak mau Arsyaf bangun meskipun sedikit terpaksa.

"Hhh, tunggu sebentar ya cantik. Ayah bikin susu dulu" kata Arsyaf menurunkan Akira dari atas tubuhnya dan merebahkannya di ranjang.

Akira tersenyum memperlihatkan gigi susu yang hampir lengkap itu kepada Arsyaf. Anak kecil berusia 2 tahun setengah itu mengangguk dan terus berteriak 'Mimi'.

Arsyaf keluar dari kamar dengan berat, melangkahkan kakinya menuju dapur. Dilihatnya Dinda sedang menyiapkan sarapan pagi.

"Eh, tumben?" tanya Dinda yang sudah melihat suaminya berada di dapur, karena biasanya suaminya ini susah di bangunin kalau habis subuh kebiasaan tidur lagi, padahal Dinda selalu mengomel tapi yang namanya Arsyaf keras kepala, Dinda capek marah-marah terus.

"Tuan putri, merintah," jawabnya sambil mengambil botol susu yang di susun rapi.

Tangannya cekatan membuat susu untuk Akira. Sejak umur setahun Arsyaf sering di minta tolong Dinda untuk membuatkan susu untuk Akira. Itu jika malam hari, di siang harinya Akira masih meminum asi.

"Iya sama kaya Ayahnya, tukang perintah," sindiran Dinda berhasil membuat Arsyaf tersinggung.

Arsyaf memutar bola mata malas "Ye, malah nyindir," katanya setelah selesai membuatkan susu untuk Akira. Belum sempat menjawab, Arsyaf sudah berlalu begitu saja menuju kamarnya.

Arsyaf masuk dengan susu di tangannya, dilihatnya Akira yang berguling guling di atas kasur.

"Akila, jangan begitu," tegur Arsyaf.

Akira yang melihat ayahnya datang langsung berhenti berguling.

"yayah Mimi," katanya yang kemudian langsung merebut botol susu dari tangan Arsyaf.

Arsyaf juga ikut merebahkan badannya di atas ranjang, di lihatnya lekat lekat Akira yang sedang menyusu. Akira yang merasa di perhatikan ikut menatap ayahnya balik.

"Apa?" tanyanya, Akira melepas dotnya sebentar. Kemudian di masukan lagi ke mulutnya setelah melihat Arsyaf menggeleng.

"Yah," panggil Akira ketika melihat mata ayahnya ingin terpejam.

"Hm," jawabnya, Akira menepuk pipi ayahnya pelan.

Arsyaf membuka matanya. Akira malah tertawa.

Melihat tawa Akira, dengan gemas Arsyaf mencium bahkan mencubi pipi Akira pelan. Akira yang mendapat ciuman dan cubitan gemas malah tertawa geli.

"Ada apa?" tanya Arsyaf, Akira lagi-lagi melihat ayahnya.

"Tipiii." Perkataan Akira membuat Arsyaf berpikir. Akira yang melihat ayahnya diam berusaha menjelaskan.

"Tipi...yah," katanya sekali lagi memberitahu ayahnya.

"Mau nonton tv?" tanya Arsyaf masih belum mengerti maksud Akira.

Akira Berusaha untuk turun dari tempat tidur, Arsyaf yang melihat itu membantu Akira. Anaknya berlari menuju keberadaan sang bunda, Arsyaf mengikutinya dari belakang.

Mendapati sang bunda yang ada di dapur, Akira memeluk kaki Dinda dari belakang. Dinda yang lagi memasak kaget, namun ketika melihat siapa pelakunya dia hanya tersenyum. Arsyaf yang sedari tadi mengikuti Akira duduk di meja makan.

"Ada apa?" tanya Dinda kepada Akira yang tiba tiba memeluk kakinya.

Arsyaf hanya melihat drama kecil yang ada di rumahnya.

"Nda," panggilnya. Wajahnya mendongkak menatap sang bunda yang sedang sibuk menyiapkan sarapan.

"Kila mau apa? Jangan terlalu dekat, nanti kena minyak," kata Dinda sambil melepaskan Akira, kemudian membawanya ke dalam gendongan Arsyaf.

Dengan senang hati Arsyaf memangku Akira.

"Nda," panggilnya lagi, Dinda yang penasaran menatapnya.

"Apa cantik?"

"Tipiii...Ndaaa," kata Akira dengan suara bocahnya.

Awalnya Dinda bingung dengan apa yang Akira ucapkan. Namun, dia teringat kemarin sore ketika menonton salah satu channel tv yang berisi perjalanan keluarga.

"Apa sih bun?" tanya Arsyaf yang memang penasaran juga dengan apa yang diinginkan anaknya itu.

"Ke ragunan ayah," jawab Dinda yang di angguki oleh Arsyaf.

"Gunaaan Yayaah...." sambung Akira.

Arsyaf nampaknya berpikir, kapan dia ada waktu untuk membawa anaknya berlibur ke ragunan.

"Akira mau ke ragunan?," tanya Arsyaf kepada sang putri.

"Mauuuu...." Jawab Akira dengan semangat.

Lucu sekali, diusia dua tahun setengah ini banyak sekali kosa kata yang sudah Akira tahu dan anak itu juga dengan lancar mengucapkannya.

Tidak jarang juga Dinda selalu dibuat terkejut jika Akira mengucapkan kata sulit seperti 'Mau' 'Iya' dan terkadang pun Akira mengucapkan kata 'Bunda' dengan lengkap.

"Siaaap, tunggu Ayah libur yaa."

Bukannya tak mau menjawab pasti, Arsyaf hanya tidak ingin jika di jawab pasti dia tidak bisa menepati janjinya kepada sang anak.

-Home-

"Ndaaa...."

Adinda baru saja menyelesaikan sholat Dhuhur terpekik kaget mendengar tangisan Akira di atas kasur.

"Sini, jangan nangis," ucap Dinda menghampiri Akira dan membawanya ke dalam gendongan. Akira tidak menolak, anak itu justru memeluk Dinda dengan erat.

Dinda kembali duduk di atas sajadah. Tangan kiri menopang tubuh Akira yang berada di pangkuan sambil memeluk dirinya dan tangan kiri sibuk menggenggam tasbih.

Ini salah satu cara membuat Akira nyaman. Anak kecil itu tidak pernah menangis ketika Dinda sedang berserah diri kepada Allah. Meskipun usia Akira terbilang masih balita, tapi dia mengerti dan Dinda sangat bersyukur atas hal itu.

Belum lagi sehari-hari Dinda selalu mengajarkan dan mempraktekkan kehidupan berdasarkan ajaran agama. Karena pada dasarnya hidup diikat oleh agama dan Dinda tidak ingin jika besar nanti Akira akan menjadi pribadi yang jauh akan agama Allah. 

---

Gimanaaaa cerita ini?

Lanjut ga? komen ya!

Selamat berpuasa :)

2 || HOME... (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang