4. Langkah Awal

685 138 5
                                    


"Lo ngeliat gue sama seperti orang-orang di sekitar lo ya?”
.
.
.

NO ONE

Dua cangkir kopi baru saja diletakkan di atas meja. Kepulan asap dari coffee latte bergambarkan bunga hasil tangan kreatif barista membuat Seungwan ragu-ragu untuk meminumnya. Ini... super canggung menurut Seungwan, padahal dirinya sendiri yang ingin bertemu Yoongi untuk mengucapkan terima kasih.

“Lo kelihatan lebih baik.” Pandangan mata Seungwan terangkat, menatap Yoongi gugup sambil tersenyum kecil, diam-diam lega luar biasa mendengar kalimat pertama Yoongi yang mengawali konversasi mereka.

“Hm, iya... mungkin.”

Yoongi mulai dengan kebiasaannya mengobservasi orang lain. Mulanya ia tatap mata Seungwan, kemudian beralih pada kedua tangan Seungwan yang bersembunyi di balik meja, kakinya yang merapat dan... oh! ia melihat senyuman tipis namun tidak seimbang di sana. Kesimpulannya adalah: Seungwan tidak baik-baik saja.

“Um, Kak... sebenernya aku ngajak kakak ketemuan di sini karena aku merasa butuh banget berterima kasih sama Kakak. Saat itu aku kacau, dan setelah aku pikir-pikir lagi... kalau kakak nggak datang ke sana saat itu, mungkin aku sudah melakukan hal bodoh... mungkin juga aku nggak bisa minum kopi bareng kakak di sini.” Seungwan menambahkan tawa kecil di sana. “Makasih ya kak, sudah bikin aku sadar dan sedikit lebih bisa menghargai kehidupan.”

“Sedikit?”

Oke, kutuk saja kefrontalan Min Yoongi.

Dan tawakan kebodohan Son Seungwan untuk berkata bohong.

Yoongi tertawa. “Lo nggak bisa bohong, buat apa berusaha buat bohong? Lo ngeliat gue sama seperti orang-orang di sekitar lo ya?”

Seungwan berkedip cepat. Masih berusaha mencerna ucapan Yoongi yang sebetulnya dapat ditelan mentah-mentah, hanya saja Seungwan memilih untuk tuli.

“Maksudnya, Kak?”

“Awalnya gue nggak tahu siapa lo, Seungwan... tapi setelah kebetulan ini-itu, gue akhirnya tahu siapa lo di mata anak-anak kampus. The golden princess, mereka bilang lo dibesarkan dengan sendok emas. Dari sana gue merasa itu rancu, karena Seungwan yang gue lihat di malam itu bukan Seungwan yang dengan pintarnya pura-pura baik-baik saja di hadapan semua orang.” Yoongi meraih amerikano-nya, hanya mengendusnya beberapa detik sebelum meletakkannya kembali ke tempat semula. “Oh! gue tarik statement gue tadi. Lo nggak ngeliat gue sama seperti orang lain, itu alasannya sekarang lo canggung sama gue sementara sama Jimin lo bisa keliatan santai ‘kan? Kenapa? Karena gue tahu rahasia lo? Karena lo takut rahasia lo selama ini bakal kebongkar makanya lo hati-hati banget sama gue?”

Son Seungwan membatu, kehilangan kata oleh ketenangan Min Yoongi menguraikan segala apa yang kini bergumul di otaknya dengan tepat sasaran. Sudut bibir sebelah kirinya bergerak irit, membentuk sebuah seringaian kecil; salah satu cara Seungwan ketika ingin menertawai diri sendiri.

“Aku punya alasan tersendiri buat nutupin semua itu, Kak. Dan sebetulnya aku ingin ketemu kakak hari ini karena semata-mata untuk berterima kasih... awalnya. Tapi setelah ketemu Kakak lagi sekarang, aku jadi takut kejadian waktu itu terbongkar dan—“ Seungwan melepaskan napas panjangnya kasar, kemudian tersenyum kecil. “Masalahnya bakal besar kalau hal ini menyebar jadi...”

“Lo ngeliat gue sebagai orang yang dengan gampangnya bakal nyebarin hal sekrusial itu, Seungwan?”

Iris mata Seungwan menatap lurus pada Min Yoongi yang juga tengah menatapnya tajam. Jantung Seungwan berdegup tak tenang, terintimidasi oleh tatapan Min Yoongi yang seolah menghakimi stereotip Seungwan pada pria itu. Iya, kini Seungwan seperti jadi tersangka karena sudah skeptis pada seorang Min Yoongi yang nyatanya merupakan penyelamat hidupnya.

D O L L Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang