Inhale. Exhale.
Begitu terus sampai rongga pernapasan Seungwan merasa puas. Udara pagi di pinggiran Gyeongsang tentu berbeda dengan udara pagi di Seoul yang masih bertemu dengan polusi. Di sini lebih dingin dari Seoul, tapi anehnya hatinya lebih hangat di sini daripada di Seoul. Ya bayangkan saja, sekali membuka jendela kamar asrama yang ia tempati dengan Irene, ia langsung disambut oleh pemandangan indah pegunungan, suara kicauan burung dan juga jangan lupakan kabut-kabut halus yang masih melayang-layang di udara. Apalagi ditambah suasana hatinya yang begitu tenang, mengingat tadi malam ketika Yewon dan Jira pulang ke panti ia punya kesempatan untuk menjelaskan keadaannya pada mereka; dan walhasil, Seungwan sudah berbaikan dengan mereka.
Haah. Coba saja suasana seperti ini ia temukan setiap hari di Seoul... betapa bahagianya ia menjalani kehidupan.
Ditengah ratapan kilas balik kehidupan Seungwan yang ia rasa menyedihkan beberapa tahun kebelakang, ponsel yang berada di nakas samping kasur Irene berbunyi nyaring. Membuat si jelita yang masih bergelung di atas kasur langsung menyibak selimut, hanya sebelah mata yang terbuka kemudian tangannya meraba nakas. Seungwan yang melihat kondisi Irene tertawa kecil, "Kak! Udah jam delapan pagi."
Sepertinya kata 'delapan' berhasil membuat mata Irene langsung terbelalak kaget. "Oh Tuhan! Kenapa kamu nggak bangunin aku daritadi?!" omelnya sambil memakai sandal rumah kemudian menyomot handuk di belakang pintu. Sebelum keluar ia bicara: "Oh iya tadi itu yang bunyi hp kamu ternyata, cek gih!"
Alis Seungwan terangkat penasaran, ia kemudian berjalan mendekati nakas dan benar saja ternyata suara itu dari ponselnya, ia kira alarm pagi milik Irene. Ada satu panggilan tidak terjawab dan satu pesan masuk. Ia membaca pesan itu lewat notifikasi, hela napasnya keluar panjang lalu ditaruhnya lagi ponsel itu tanpa mau repot membalas.
Park Chanyeol : Pagi. Nanti mau dijemput di rumah Seulgi?
Hilang sudah pagi tenangnya di Gyeongsangnam. Dan juga... apa Chanyeol selalu menelepon ibunya untuk menanyakan ia ada dimana? Ugh, memikirkannya saja sudah membuat Seungwan merasa tercekik.
***
Keanehan Irene yang ia rasakan tadi pagi telah terjawab sudah. Bukan hanya Irene yang ngomel tidak jelas sepanjang memakai baju, tapi juga pemilihan pakaian yang begitu feminim tak luput dari perhatian Seungwan. Oh, sejak kapan Irene mau memakai dress selutut dengan warna-warna cerah itu?
Pertanyaan itu kini sudah terjawab oleh kedatangan seorang lelaki dengan segudang mainan di mobilnya. Hm, tentu saja Seungwan mengenal dia. Dari cara lelaki itu tersenyum lebar dan bentuk wajahnya sudah sangat mudah dikenali oleh Seungwan. Bagaimana ia membagi mainan-mainan itu pada anak-anak dengan senyuman tulusnya, begitu tidak asing dimata. Malu mengatakannya... tapi, ya, dia adalah cinta pertama Seungwan. Cinta pertama yang kini menjalin hubungan khusus dengan Irene. Miris.
"Kaget ya?"
Seungwan melirik Irene sambil tersenyum yang sengaja terlihat dibuat-buat. "Menurutmu, Kak? Dia pangeran kuda putihku, kalau kamu lupa."
"Hei, itu 'kan cuma cinta monyet. Aku ini nggak kehitung nikung loh ya."
"Terserah." Seungwan kesal bukan karena ia masih memiliki rasa pada lelaki itu. Tapi fakta bahwa semalaman ia mengobrol panjang dengan Irene tapi gadis itu tak menyinggung tentang ini sama sekali membuat Seungwan kesal.
"Pangeran kuda putih?" Yoongi yang juga tengah duduk di ruang tamu rumah bersama ikut nimbrung sambil mengulum tawa. Seungwan mendelik ke arahnya, membuat gestur untuk diam. Dan untungnya, belum sempat Yoongi menggodanya lebih jauh, Bunda Kim bersama pacar Irene memasuki rumah bersama.
"Minho, kamu ingat Wendy 'kan? Ini Wendy... yang waktu SD diambil anak oleh keluarga Son."
Choi Minho, nama lelaki itu, ia terkejut. Kedua matanya yang sudah lebar makin membesar ketika Seungwan berdiri dan membungkuk sopan. "Astaga! Ini Wendy? Kamu makin cantik aja! aku jadi pangling."
Irene yang berada di samping Wendy langsung ikut sumringah. "Iya 'kan? Ini dia dateng sama pacarnya, Mas."
"Apa sih Kak!" Seungwan mencebik tak terima. Sementara Min Yoongi dengan sopan langsung beranjak dan menjabat tangan Minho.
"Min Yoongi." Begitu perkenalan singkat darinya.
Minho mengernyit, "Kayaknya saya pernah dengar nama kamu..."
"Nama Min Yoongi bukan hanya saya yang memakainya, Minho-ssi."
"Enggak-enggak... saya beneran pernah tahu Min Yoongi. Wajah kamu juga sangat familier... tunggu! Kamu putra tunggal Presdir Min 'kan?!"
Oh, itu-itu lagi. Seungwan jadi ingat kalau Yoongi masih belum bercerita tentang yang satu itu. Sebetulnya siapa Presdir Min? Mengapa semua orang menganggap beliau seperti Mr. Super famous?
"Presdir Min yang pemilik Min Ent.? Wow, makanya kamu kok gelut sama bidang musik, Yoongi... nggak tahunya anak pemilik label musik ternama!"
Seungwan melirik Yoongi yang tampak begitu tidak nyaman dengan perhatian yang ada. Menyadari hal itu, Seungwan mempelajari sekitarnya sebelum tersenyum pada Choi Minho. "Omong-omong, Perusahaan ayah Kak Minho juga gimana kabar? Jadi sekarang yang gantiin jadi Presdir, nih?"
Syukurlah, Minho tersangkut kait pancing. Lelaki itu tersenyum malu-malu sambil mengiakan ucapan Seungwan, kemudian mulai bercerita tentang perusahaannya hingga berlanjut pada bagaimana ia dan Irene bisa menjadi sepasang kekasih. Seungwan tampak antusias mendengar dongeng itu, namun di lain sisi sebetulnya sesekali ia memeriksa ekspresi Min Yoongi yang tiba-tiba terlihat tak tertarik dan sering melamun seperti ada yang dipikirkan.
Dan saat itu, yang Seungwan pikirkan hanyalah: ia dan Yoongi perlu bicara.
***
Duduk bersama di dalam bus, ternyata belum bisa membuat Min Yoongi mulai berbicara tentang apa yang menganggu pikirannya. Padahal daritadi sebetulnya Seungwan menunggu, sesekali melirik lelaki itu. Tapi yang ia dapat malah Yoongi hanya fokus pada jalanan di balik jendela bus. Seungwan tidak sabar, tapi ia juga tidak tega jika harus membuat Yoongi semakin turun mood karena pertanyaannya.
"Perjalanan ke Seoul memakan waktu tiga jam, kalau kakak mau tahu."
Yoongi menoleh sebentar. "Ya, kemarin 'kan kita juga naik bus yang sama."
"Tiga jam rasanya bakal panjang kalau kak Yoongi terus-terusan liat keluar."
"Ya, terus?" Oh, it was rude. Seungwan kaget mendengar nada bicara Yoongi yang tidak bersahabat, jadi ia hanya menatap mata lelaki itu dengan ekspresi yang entah bagaimana bentuknya. Tidak sampai lima detik, Seungwan tertawa pendek.
"Lupakan."
Yoongi sadar, ia sudah menjadikan Seungwan korban dari betapa buruk suasana hatinya. Rasa bersalah menyergap, dilihatnya Seungwan menatap ke depan sambil bersandar tanpa minat. Lengannya sengaja ia senggolkan pada lengan Seungwan. Gadis itu menoleh, menatapnya datar tapi tak ada rasa kesal di matanya.
"Tiga jam mungkin cukup buat kita ngobrol, iya 'kan?"
Senyuman Seungwan merekah kecil. "Sebenernya bisa aja nggak cukup, tapi ya... lumayan. Jadi kita mulai darimana?"
Tanpa sadar Yoongi ikut tersenyum melihat Seungwan yang tampak bahagia hanya dengan hal sesederhana ini. Si lelaki Min menyamankan posisi duduknya, masih menatap kedua mata penuh binar milik Seungwan sebelum berkata: "Dari awal."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
D O L L
Fanfiction: a model of a human (figure) , often one of a -baby- or girl, used as a people's toy.