7. kejutan

480 123 13
                                    

Bermodalkan alasan ‘Bu, aku hari ini ada kerja kelompok di rumah Seulgi’ juga diyakinkan dengan Seulgi sendiri yang menjemputnya dari rumah, tentu hal itu membuat Ibu Son tidak dapat berkata apa-apa selain mengiakan. Bagaimana tidak? Meskipun bukan dari keluarga super kaya, namun fakta bahwa Pak Kang merupakan salah satu jajaran anggota dewan kota tentu tidak luput dari pengetahuan ibu Son. Ya walaupun sebetulnya ibu Son agak kurang Nyonya Kang sih karena beliau tidak pernah mau kalau diajak arisan ibu-ibu konglomerat.

Young wild and Free, cheers!” suara nyaring tabrakan empat kaleng bir menyusul sedetik setelah Park Jimin menyelesaikan sambutan singkat nan noraknya itu membuat Seulgi langsung memasang ekspresi mau muntah.

“Selera gue jadi nggak seheboh tadi denger kalimat lo, Jim!” ucap Seulgi sewot, tapi masih tetap meneguk birnya. Sementara Jimin hanya mencibir, tak mau membalas atau ia nanti malah jadi korban pemukulan.

“Berantem mulu lo berdua kayak ayam. Sampai cinta mampus lo!”

“Ya kali gue sama dia, Kak. Mendingan Hanbin jauh ya.”

“Mana mau juga gue sama lo. Pedopil lo, kasian tuh Hanbin polos kayak gitu kalau jadian sama lo. Simpati gue.”

“Gitu-gitu dia kasih lampu hijau ya, ke gue. Jangan salah lo!”

Seungwan yang hanya sesekali menyeruput birnya hanya bisa tertawa kecil melihat interaksi Jimin dan Seulgi. Lagipula Seungwan juga tidak tahu, Hanbin itu siapa.

Sementara itu, Yoongi sibuk memanggang daging pemberian you-know-who. Dan ya, dia nggak munafik, sesekali tatap matanya melirik pada Seungwan yang kelihatan sedang menikmati hari bebasnya dengan khidmat. Jujur, melihat itu membuat Yoongi tersenyum dalam hati. Iya, literally dalam hati karena ekspresi kasat matanya sekarang tak jauh berbeda dari aspal mulus di depan flat Yoongi.

Btw, lu kok tumben banget sih, Wan.”
Seungwan yang baru saja menikmati sepotong daging langsung menoleh pada Seulgi dengan bingung. “Aku kenapa, Seul?”

“Lo ngga canggung sama si Jimin gue bisa ngerti ya, soalnya emang si kunyuk ini sok-sokan deket sama lo. Tapi gue kaget loh, lo bisa ngga canggung sama Kak Yoongi. Ini bener pertemuan kalian yang pertama?”

Seungwan membeku. Yoongi sontak melirik Seungwan.

“Lu ngga tahu, Seul? Pas lo disuruh Bang Yoongi ngegantiin dia ‘kan karena mbak Seungwan nyari Bang Yoongi, mereka ketemuan.”

Seulgi melotot. “Sumpah?!” kepalanya berputar pada Seungwan. “Seungwan... lo harus jelasin ini. Jangan bilang rumor yang lo makan siang sama anak pascasarjana itu bener?”

Yoongi tertawa pendek. “Kurang kerjaan banget tuh orang ngikutin Seungwan sampai segitunya.”

“Jadi bener?! Astaga, Seungwan! lu harus jelasin ke gue, sekarang juga. ngga ngerti deh gue kok lo bisa-bisanya kenal Kak Yoongi?”
Seungwan tersenyum enggan. Haruskah ia menjelaskan pertemuan pertamanya di jembatan Yanghwa? Tidak akan. Itu akan menjadi rahasianya, keluarganya, Yoongi, dan Tuhan. Sudut matanya melirik pada Yoongi yang kala itu juga tengah menatapnya, mencari pertolongan.

“Dia mau ikut ukm musik, dan karena gue ketua umum ukm-nya ya akhirnya gue bantu dia. Udah.” Ucap Yoongi akhirnya.

“Hah? masa? Kok lo ngga bilang ke gue dulu, Wan? ‘kan gue anak musik, dan terlebih gue temen deket lu.”

“Dia malu kalau mau bilang ke lu. Takut udah ngomong duluan tapi ngga keterima, makanya ngehubungin gue dulu.” Seungwan hanya bisa menyetujui segala alibi yang dengan lancar diucapkan Yoongi.

D O L L Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang