9. Halo, Rumah

469 124 16
                                    

"Kak Yoongi pasti kaget ya..."


-Yoongi-

Ketika Seungwan mengiakan ajakan 'pergi jauh' dari gue, nggak nyangka gue kalau itu artinya benar-benar pergi jauh. Ya, lihat saja sekarang gue dan dia, melarikan diri dari hiruk pikuk keramaian Seoul bertumpangkan kereta api antar provinsi sampai terdampar di provinsi Gyeongsang Selatan, kota Gyeongsangnam. Gila tidak? Ini beratus kilo meter dari Seoul, bahkan menempuh satu jam menyetir saja sudah sampai pada Busan.

Ah, tapi ralat. Bukannya terdampar sih... Seungwan kayaknya sudah hapal letak jalanan di sini di luar kepala. Lihat saja, dia yang sejak tadi semangat memimpin langkah dan beberapa kali menceritakan sejarah dari kota ini. Ya agak TMI sih memang, tapi entah kenapa cara bicara gadis ini buat gue nggak bosen dengerinnya.

"Wah, toko bunganya dari dulu masih tetep. Jadi kak, dulu itu ini toko bunga namanya awalnya Jangmi Flower tapi sekarang berubah jadi..." Seungwan mencoba membaca plang nama toko bunga tersebut, dan gue ambil kesempatan buat sekali lagi bertanya tentang tujuan kemana dia mau bawa gue.

"Seungwan, kamu belum kasih tahu aku kita mau kemana."

"Ke rumahku, Kak. Tenang saja, aku bukannya mau merampokmu." Jawab dia tanpa natap gue yang masih kebingungan. Rumah? Rumah yang mana? Ngapain kita mau ke rumah dia?

"Kamu dari kampus ke rumah, perjalanan sejauh ini?"

Seungwan menatap gue sebentar sambil nyengir lalu kembali fokus pada jalan, nggak menjawab. Gue rasa ini bukan sekali-duakali dia jawab pertanyaan gue dengan cengiran. Gue yang suka kepastian nggak suka sama jawaban itu, sebetulnya. Tapi ya, gue anggap aja mungkin dia emang nggak mau jawab.

Keasikan gue bergumul dengan pikiran gue sendiri, juga sesekali ngebales chat dari Namjoon yang nyari keberadaan gue. Setelah membalas chat si Kim dengan 'lu urusin dulu urusan musik. Seharian ini gue off. Makasih.', Gue simpan lagi hp gue setelah mengabaikan umpatan Kim Namjoon dan juga rengekan si Jimin yang entah cewek manalagi yang mau diceritakan.

Melihat kedepan, gue kaget. Seungwan nggak ada di depan gue, celingukan gue tolah-toleh ke segala arah dan untungnya Seungwan ternyata berdiri dibawah lampu lalu lintar untuk pejalan kaki. Memerhatikan ponsel pintarnya sambil sesekali mengamati pertigaan jalan di hadapannya.

Ah, gue jadi nyesel sudah nilai dia hapal tata letak jalanan di sini.

"Lupa jalan ke rumah sendiri?" tanya gue agak sebal karena kaki sudah lelah diajak muter-muter entah kemana. Tapi sialnya tatapan mata anak anjing Seungwan yang kebingungan, membuat gue buyar. Berbakat banget nih orang bikin orang lain ambyar.

"Aduh Kak, aku kok lupa ya... jalannya kayaknya berubah banget. Aku jadi bingung ini harus masuk ke gang itu atau itu." dia nunjuk dua gang yang berbeda.

"Kamu emang terakhir ke sini kapan?"

"Lama banget."

Lagi. jawaban yang ngambang.

"Sini coba aku lihat maps-nya." Baru gue mau mengambil alih ponselnya, dia udah langsung menjauhkan benda itu dari genggaman gue dan menjawab: "Aku nanya bapak itu dulu aja ya, Kak. Yuk!"

Gue melengos. Dalam hati berteriak, gue kagak bakal buka apa-apa elah. Protektif banget sama hp.

Setelah sesi bertanya yang dibumbui basa-basi ala Son Seungwan si gampang bergaul dengan orang lain, akhirnya kita sampai juga di tujuan. Bukan, bukan rumah dua tingkat dengan kemewahan luar biasa yang gue dapatkan. Tapi suasana adem yang terasa masih di pedesaan, dengan halaman luas, gapura kecil dan taman bermain sederhana yang sekarang sedang dipenuhi anak-anak usia 5-10 tahunan.

D O L L Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang