(Sabtu, 02 Oktober)

963 102 3
                                    

ANNISSA ANASTASYA

(Sabtu, 02 Oktober)

AIR kolam memekakkan telingaku tetapi samar-samar aku dapat mendengar suara gonggongan anjing yang berasal dari permukaan. Aku mengangkat tubuhku keluar dari dalam air dan melihat Cindy dan Aulia yang sedang bersandar di tepian kolam, Maya lewat di hadapanku sambil berenang dengan gaya dada. Lalu seekor anjing berbulu hitam datang ke arah kami dan menggonggong dari tepi kolam.

"Anjing siapa ini?" tanya Aulia kepadaku.

Aku menggeleng.

Anjing itu berukuran sedang, telinganya terkulai sedikit menutupi mata dan dia memakai kalung biru di lehernya, ada tali yang mengikat kalung tersebut, tali itu menjuntai di atas rerumputan. Aku yakin pemiliknya tidak sengaja melepaskan pegangannya.

"Oh, disana kau rupanya," seru seorang perempuan tua yang datang dari arah jalanan.

Anjing itu seketika terdiam dan menatap perempuan tua itu. Belum pernah aku melihat seekor anjing berkeliaran di sekitar blok kami, tetapi memang akhir-akhir ini aku sering mendengar suara gonggongan anjing yang berasal dari rumah No. 11. Itu rumah Sandiaga Wotanto beserta istri dan mertuanya. Bobby pernah bilang bahwa Sandi itu adalah kawannya semasa dia berkuliah dulu. Hubungan mereka masih tetap baik, setelah kami pindah ke Parville dan mereka saling tahu bahwa mereka dulu pernah berkawan, mereka jadi sering berjumpa di malam-malam tertentu, sekadar duduk berbincang dan mengadakan pesta barbeque di pekarangan. Istrinya Sandi jarang sekali terlihat di sekitar perumahan, berbeda dengan mertuanya yang sering kulihat hampir setiap pagi berjalan mengitari blok.

Cindy dan Aulia langsung berenang mendekati anjing itu. "Hei, hei," sapa Cindy pada si anjing. Lalu anjing itu mengeluarkan suara seperti cekikan kecil yang dilanjutkan dengan suara memelas.

Perempuan tua itu berupaya mengambil tali yang tadi mungkin terlepas dari genggamannya. Tangan kirinya menggenggam tongkat untuk menopang tubuhnya, padahal beberapa waktu yang lalu aku melihatnya berjalan dengan baik-baik saja.

"Oh, ini kemarin saya terjatuh dan kaki saya terkilir akibat mengejar Mona yang kabur-kaburan." Perempuan tua itu menyadari bahwa aku sedang memperhatikan kaki sebelah kirinya yang dihiasi beberapa luka goresan aspal. "Saya belum pernah melihat kalian berdua di sekitar sini, kalian tinggal di mana?" tanya si perempuan tua itu sambil berupaya menggendong anjingnya.

"Kami temannya Annissa," ujar Cindy.

"Oh," jawabnya.

Aku mengangkat tanganku dari dalam air, sambil melempar senyum kepada perempuan tua itu. Maya lagi-lagi berenang melintas di hadapanku, dia masih tetap berlatih dan tidak peduli dengan situasi di sekitarnya. Aku ingin sekali menarik kakinya dan menyuruhnya untuk berhenti berenang. Sejak pertemuan pertama kami, aku sudah tahu bahwa Maya adalah sosok yang tidak peduli dengan orang lain, dia ingin orang-orang yang memedulikannya. Kita berdua sama. Aku tidak menyukainya, tapi aku harus tetap berpura-pura berteman dengannya, agar mendapatkan hatinya Cindy dan juga Aulia.

"Namanya Mona, dia suka sekali di ajak jalan-jalan pagi dan sore. Dia baru saya adopsi beberapa minggu yang lalu." Perempuan tua itu menimang-nimang anjingnya layaknya seorang bayi. "Tapi, selalu saja kabur, entah genggaman tanganku yang sudah lemah atau Mona yang terlalu kuat," wajahnya didekatkan ke hidung anjing itu, seperti ingin menciumnya. Ukuran tubuh anjing itu tidak terlalu kecil, tidak juga terlalu besar. Tetapi aku yakin bobotnya lumayan berat.

"Namamu siapa?" tanya perempuan tua itu kepada Cindy.

"Saya Cindy, dan ini Aulia," jawab Cindy.

[URBAN THRILLER] Ilham Mahendra - The Good Neighbor (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang