TANGISAN bayi. Tubuh kaku ayahnya. Tangan ibunya yang berlinang darah. Tiga hal itulah yang diingat Bagas. Saat itu mereka berada di halaman rumah mereka di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Selanjutnya, memori penangkapan yang dilakukan pihak kepolisian terhadap ibunya sering mengganggunya lewat mimpi di malam hari. Terutama akhir-akhir ini. Sebetulnya gejala trauma itu sudah membaik sejak Bagas lulus SMA, tetapi dengan adanya kasus yang sedang dirampungnya sekarang, seakan menarik Bagas kembali masuk ke dalam lautan hitam itu dan menenggelamkannya jauh ke dasar yang paling dalam.Bagas terperanjat dari atas kasur. Keringat menempel di seprai dan punggungnya. Dia membuka laci nakas dan merogoh botol plastik yang berisi beberapa pil antidepresan dan antiansietas. Setelah Bagas menandaskan pil-pil tersebut dengan air putih—yang selalu dia sediakan di atas nakas—dia bersandar di kepala kasur, mencoba menenangkan diri dengan mengatur napasnya. Sekian detik setelah dia mencapai puncak ketenangan, dia mendengar suara pintu kamar yang ditutup dengan sangat hati-hati. Itu mungkin adiknya yang hendak pergi berlatih. Sejak dua hari yang lalu adik perempuannya itu selalu pergi meninggalkan rumah saat fajar. Adiknya mendapat utusan untuk menjadi salah satu perenang remaja putri yang berhak ikut serta dalam seleksi akhir memasuki ajang Asian Games.
Intensitas cahaya matahari di pagi itu mampu membuat kamar tidur Bagas yang tadinya bernuansa kelam menjadi kian temarang. Cahaya merah bercampur jingga itu melesak masuk lewat cela pintu, jendela, dan ventilasi. Pada dinding kamar itu tergantung lukisan-lukisan abstrak dengan corak tinta hitam yang mendominasi. Sebagian lukisan dibiarkan tergeletak di atas lantai karena sudah kehabisan tempat pajangan.
Bagas beralih dari kasur menuju cermin yang terpasang di belakang pintu kamarnya. Dia menatap wujudnya yang masih mengenakan pakaian yang sama dengan hari kemarin; celana bahan cokelat lengkap dengan ikat pinggang yang belum dicopot beserta kaus singlet yang sudah berbau keringat. Bagas meregangkan badan. Dia sudah merasa siap menjalani hari. Dalam hati dia berdoa: semoga tidak ada lagi kenangan buruk yang mengganggunya kali ini.
Pintu kamar mandi seraya memanggil Bagas untuk melakukan aktivitas rutinnya setiap dia bangun tidur. Membuang apa yang harus dibuang. Sembari duduk di ataskloset dia memutar tuas pancuran ke sebelah kiri hingga kandas, mengubah suhuair yang berjatuhan menjadi super panas. Satu menit kemudian, ruangan kamar mandi itu sudah dipenuhi dengan uap. Pori-porinya kini terbuka dan Bagas mulai mengeluarkan keringat. Dia menunggu sampai molekul-molekul air itu berevaporasi dengan sempurna. Saat napasnya mulai tersengal dia segera membuka pintu. Sebagian udara dingin dari AC kamarnya menebas masuk dan sebagian uap yang disebabkan air panas melebur keluar sehingga menciptakan perubahan suhu yang terjadi secara mendadak. Sensasi yang dirasakan pasca melakukan hal tersebut terasa menyegarkan dan selalu membuat Bagas menjadi relaks. Proses itu kini sudah menjadi ritual wajib sebelum Bagas pergi bertugas.
***
Mobil sedan itu berhenti di depan portal blok D3 Parkville. Bagas melihat ibu korban tengah cekcok dengan dua orang pria di depan pos masuk. Salah satunya pria mengenakan seragam satpam—lengkap dengan pentungan di pinggang. Pria yang satunya lagi berpakaian semi formal dengan senyum yang tampak dipaksakan, pria itu berupaya menjelaskan sesuatu kepada kedua perempuan yang berdiri di hadapannya.
Bagas keluar dari dalam mobil dan tak sengaja membanting pintu mobilnya dengan kasar, lantas itu membuat ketiga orang itu kompak menengok ke arahnya. Bagas melambaikan tangan, dengan tegap dia berjalan menghampiri mereka.
"Waktu yang pas," ujar Melva sambil melipat kedua lengan di dadanya. "Saya sedang menanyakan tentang rekaman CCTV yang dipasang di gerbang masuk dan meminta keterangan kepada pihak perumahan siapa yang menjaga gerbang pada malam tahun baru itu."
Sekarang Bagas tahu siapa pria yang satunya. Dia adalah orang utusan perumahan yang bertanggung jawab soal perkara keamanan dan kebersihan Parkville. Bagas memandang pria yang ditunjuk Melva. Pria itu menggelengkan kepalanya lalu diikuti tarikan napas letih.
KAMU SEDANG MEMBACA
[URBAN THRILLER] Ilham Mahendra - The Good Neighbor (SUDAH TERBIT)
Gizem / GerilimTidak setiap hari seekor anjing mengendus mayat. Namun itulah yang terjadi di kompleks perumahan Parkville. Seorang gadis ditemukan tewas terbunuh, terkubur di sebuah tanah kosong setelah menghilang berhari-hari. Pertanyaannya: siapa? Siapa yang teg...