Bagaimana Bisa?

356 17 0
                                    

Hari ini adalah hari terakhir Zia menjadi pembantunya Safira terlihat jelas meski Safira berusaha membuatnya kesal dengan berbagai macam cara tetapi Zia tetap dalam keadaan tenanganya.

"Lo yang bener dong kalo nyapu liat tuh disana tuh masih kotor gimana sih" Bentak Clara yang sengaja mencari gara-gara.

Tersenyum dan menatap lawan "Situ perlu saya pinjami kacamata biar tidak rabun lagi?" jawab Zia dengan entengnya.

"Sialan berani banget lo" Dengus Clara sebal sekaligus tak terima.

Dipojok sana ada Farida yang dengan santainya membuang kulit kacang sembarang arah "Eh anak baru tuh lo gak liat masih ada kulit kacang disitu?" Gertak Farida. "Liat kok barusan situ yang lempar kan" sahut Zia kelewat santai

"Yaudah bersihin" titahnya dan Zia menurut saja, supaya urusannya cepat kelar.

Safira? Entah cewek itu belum kelihatan sedari tadi.

"Aduh kalian ini apaan sih kan kasian Zia nya kalo kalian jahatin mulu," bela Nunik yang sedari tadi menyaksikan perdebatan mereka bertiga.

"Nuniiikkkk" Bentak Farida dan Clara membuat Nunik ketakutan.

"Weeeh santai-santai" Tenang Zia, "Udah Nunik saya tidak apa kok," ujarnya.

Selesai dengan urusan mereka bertiga Zia kembali ke kamarnya, berjalan pelan menikmati suasana pesantren membuat hatinya sedikit tenang, apalagi waktu mendengar Qiroah yang berasal dari masjid bawaannya adem. Baru saja hendak melanjutkan langkahnya, Zia sayup-sayup mendengar orang berbicara dari dalam ruangan yang akan dilewatinya, Untuk memastikan akhirnya dirinya mendekat

"Gua gak mau tau pokoknya kita harus cari tau siapa perempuan itu"

"Emang Lu yakin kalo itu orangnya"

Memelankan langkahnya Zia mendengar pembicaraan kedua orang itu

"Iyalah gua yakin banget, orang gua liat sendiri dia ada sama Ryan semalem"

"Oke kita slidiki" putus Dion final.

"Gawat, mereka mulai curiga" batin Zia

Melanjutkan langkahnya dia bersitatap dengan cowok itu lagi, cowok yang beberapa waktu lalu mengomelinya, entah sebuah keberuntungan atau kesialan bagi Zia karena melihat Angga yang baru saja keluar dari masjid.

"Jangan memandang seperti itu, bukan muhrim" kata angga saat dirinya sampai didepan Zia.

"GR pisan kamu teh" sahut Zia asal dan bersiap untuk pergi, sebelum suara Angga mengalun indah sukses menghentikan langkahnya

"Mata kamu mengingatkan saya pada seseorang" ujar Angga penuh penekanan.

Menegang sekejap, Zia kembali dengan ekspresi tenangnya yang menghanyutkan, "Perasaan kamu aja kali" jawabnya sambil berlalu meninggalkan Angga yang kini membeku ditempatnya.

"Apa iya" gumamnya dan bergegas pergi.

Disinilah Zia sekarang setelah melewati hari yang membuatnya jengah, Ia butuh tempat untuk menenangkan diri, dan pilihannya jatuh pada ranting pohon mangga dibelakang pesantren, suasana yang cukup nyaman bersandar pada pohon sebesar ini apalagi pada sore hari. "Kok bisa" pikirannya berkecamuk kemana-mana. Entah sejak kapan orang-orang mulai mencari tahu tentang dirinya, mulai sekarang Zia harus lebih berhati-hati.

Mengedarkan pandangan, tatapannya menajam saat melihat titik abstrak dari tempatnya, jika dilihat sekilas itu tak berarti apa-apa namun jika yang melihatnya adalah Zia, titik itu terbentuk menjadi sebuah pola yang yang diam-diam menyeret namanya, dan inilah jawaban dari segalanya, segala keanehan yang terjadi. Paman Ahmad hampir menyelesaiakan tugasnya dengan baik ralat sangat baik malah.

Secret Agent In PesantReN.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang