Kecolongan.

378 19 2
                                    

"Dasar bodoh—" Umpat Safira pada lelaki didepannya ini. Ia tak menyangka bahwa Dion senekat itu "— kalo seandainya Rian tahu bagaimana, goblok banget sih jadi orang" cercanya tanpa henti, banyak nada kasar yang keluar dari mulut tipis cewek itu.

"Anjing lu yang buat gua kayak gini, Lu mikir dong gua seperti ini demi siapa, demi elu tolol" Balas Dion teraulut emosi. Ia tak mau disalahkan disini.

Safira sadar keegoisan Dion memang sangat tinggi, jadi percuma menyalahkan cowok ambisius yang sialnya mempunyai hubungan dengan dirinya sendiri.

"Maaf, gua..." Belum sempat Safira melanjutkan ucapannya, Dion langsung menariknya kedekapannya. Memberikan ketenangan pada cewek itu lewat pelukannya. Ia sadar disini memang dirinya yang sangat egois, tidak mau mendengarkan nasihat dari ceweknya.

Pepohonan Rindang dengan kicauan burung menambah suasana sore itu terlihat menyeramkan. Jika bertanya mereka sedang dimana, saat ini Safira dan Dion berada di dalam hutan belakang pesantren, bagaimana mereka bisa kesana? Ini dia

"Sa, tadi lu bilang apa pas izin kesini?" Tanya Dion setelah emosinya mulai surut

Masih dengan posisi yang sama, dibalik dekapannya Safira menjawab dengan nada tenang "Kayak gak tau gua aja lu" ujarnya Mengejek dan berhasil membuat dion mencibik

"hehe iya-iya jadi gini..."

Flasback

"Mbk gua mau izin" Ujar Safira pada si penjaga

"Eh neng kalau mau izin yamg sopan atuh"

"Jangan banyak omong elah, udah cepet tulis nama gua" omelnya

"Emang mau kemana kamu?"

"Tulis aja apa susahnya sih,"

"Iya sana capek saya urusan sama kamu"

"Eeh tunggu ini alasannya apa

"Isi aja ada urusan pribadi"

"Kalo kami ga ngizinin"

"Ya harus diizinin"

"Dasar tukang maksa"

"Bodo amat, gua cabs dulu"

Flasback off

Dion tak kaget dengan cerita dari ceweknya karena apa yang terjadi sama persis dengannya.

Dion hanya terkekeh geli melihat kekasihnya ini sebal. "Diooonnnnn ah" gertak Safira kala Dion dengan santainya mencium pipi gembulnya.

Mereka asyik menikmati suasana yang bahkan menyeramkan bagi orang lain.

"Saf apa rencana lu selanjutnya?"

"Lu tinggal lihat permainan gua yang sesungguhnya"

🍂🍂🍂

Hari ini Zia sebenarnya sangat malas, entahlah terkadang lama tidak berlatih membuat ototnya terasa memendek. Tapi rupanya keburuntungan tidak berpihak padanya. Luka ditangannya memang mengering tetapi semenjak saat itu juga Aisyah dan Jumi mendadak bawel kuadrat. Mau melakukan ini itu harus dengan persetujuan mereka. "Eeh eh eh Zia teh mau ngapain"

"Gu.. Aku cuma mau ambil minum" jawab Zia malas.

"Udah biar aku yang ngambilin, tangan kamu kan masih sakit" potong Ais yang langsung mendapat tatapan jengah dari Zia.

"Cukup kalian berdua bisa gak sih biasa aja, aku ini gak apa-apa, stop bersikap seolah akan mati besok" bantah Zia mulai kesal, dan mereka berdua hanya bisa melongo. Biasanya kan Zia cuek.

"Hah, oke maafin aku, sekarang kita keluar yuk aku sumpek" katanya lagi. Jangan tanyakan Jumi dan Ais, mereka berdua hanya bisa berkedip heran entah apa yang dipikirkan.

Biasanya dipesantren kegiatan diwaktu pagi adalah mengaji.  Tapi kali ini acara mengaji diliburkan sementara untuk mempersiapkan kegiatan Milad pesantren beberapa hari lagi.

"Well, rupanya lu disini. Lu gak lupa kan hukuman lu kemaren" Suara sadis milik Safira mengalun indah, membuat tiga gadis itu berhenti. Zia hanya tersenyum miring, tipis sampai semua yang ada tidak menyadarinya.

Berbeda dengan kedua temannya yang menegang, Zia menatap santai kearah Safira, "tenang aja, gua bukan pengecut kok"

"Bagus, dan tugas lu dimulai dari sekarang" sahut Safira dengan tampang sombongnya. Zia menatap Jumi dan Ais dengan tatapan yang lembut dan menenangkan, memberikan kedua temannya itu sebuah keyakinan bahwa dirinya akan baik-baik saja. "Sungguh ini lebay" pikirnya.

Zia mengangguk malas, "Okay, What I doing now?" Tanyanya

"Ikut gua".

Mereka berdua pergi meninggalkan Jumi dan Ais yang penasaran, "Aduh gimana kalau Zia kenapa-kenapa Jum" Histeris Aisyah. Dirinya merasa teman yang tidak berguna yang tak bisa menolong Zia saat keadaannya lagi sakit.

"Udah kita percayain aja semua pada Zia" Jawab Jumi sedikit tenang.

Kehebohan di salah satu kamar putri  bagian pojok dekat dengan halaman belakang menjadi penyambut kala Zia dan Safira sampai disana. Mereka berdua menjadi sorotan karena banyak yang mengenalnya setelah permainan basket kemarin.

"Hai girls, sekarang lebih baik kalian santai-santai karena hari ini dan 2 hari kedepan kita ada pembantu baru" Cerocos Safira pada teman satu kamarnya, Farida, Nunik dan juga Clara.

"Wuihhh"

"kenapa gak dari kemarin aja lu nglamar"

"Digaji berapa lu hahah"

Heboh mereka semua, sementara Zia masih tetap santai berdiri.

"Jadi tugas lu yang pertama adalah bersihin kamar ini, jangan sampai ada debu sedikitpun" hardik Safira pada Zia, "Girls, cabut" ajak Safira pada ketiga temannya.

Clara tersenyum sinis "Makanya jangan sok nglawan Safira" ujarnya sebelum berlalu. Meninggalkan Zia dengan raut kemenangannya.

"Cih, gua gak sebodoh itu" gumamnya dan mulai membersihkan kamar.

🍂🍂🍂

Kemerlap bintang menghias langit malam diluar sana, dentuman musik dari salah satu DJ ternama menyambut pendengaran mereka. Semua kalut terlelap dalam dosanya masing-masing.

"ini bos" kata seorang remaja muda, Ia menyerahkan sebuah barang rahasia  kepada bos besarnya. Meneliti sebentar pria setengah baya itu tertawa kencang.

"Bagus, kerja yang bagus" pujinya pada anak muda dihadapannya ini. Tidak salah dia mengizinkannya untuk mengawasi putrinya.

Mereka larut dalam bincang, larut dalam kemaksiatan berfoya untuk melupakan tugasnya mencari mangsa untuk menuntaskan hasratnya.

"Shiittt"

Terlalu kesal oleh jalang dihadapannya hampir saja dia mencium dirinya secara asal, menatap perempuan itu dengan tatapan menghunus Dion segara meninggalkan tempat itu, meninggalkan Bos besarnya, meninggalkan kehebohan yang tercipta disana oh jangan lupakan Dion juga meninggalkan seseorang misterius yang sedang tersenyum sinis dibalik hodi hitamnya.

*****

"Dek are you okay?" tanya Anzo pada Zia. Menghembuskan nafas gusar sekaligus kesal Zia hanya bergumam asal. Pertanyaan tersebut adalah yang ke 17 kalinya sejak mereka duduk bersama dari 1 jam yang lalu. "Fine bang" sahut Zia malas.

"Kenapa?" tanya Anzo lagi setelah yakin adiknya baik-baik saja. Tersenyum tipis Zia membisikkan sesuatu kepada Anzo.

Sepersekian detik terdiam akhirnya bibir ranum Anzo ikut tertarik. Dugaannya selama ini tidaklah salah. Mereka berdua saling diam larut akan pikirannya, tepat pukul 11 malam dihalaman belakang pesantren mereka mendapat petunjuk baru, sekaligus musibah baru.

Disana, dibalik salah satu pohon rindang ada seorang perempuan yang tengah memperharikan sambil sesekali berdecih.

"Jadi cewek itu sudah ada disini" batinnya kemudian melangkah pergi menghilang dibalik kegelapan.

****

Secret Agent In PesantReN.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang