Perasaan

22 4 1
                                    

Aku sering kali kalah akibat argumentasi diri sendiri, dihujam amarah dan merasa menjadi manusia tak berguna. Rapuh terhadap realita.

Merasa bahwa hidupku tak seberuntung dia atau mereka. Kenyataan penuh ujian sempat menjadikanku iri hati dengan betapa bahagianya fase kehidupan orang lain yang selalu kulihat.

Padahal bisa saja semua hanya tampak dari luarnya—bukankah selama ini dunia bagaikan panggung tempat bersandiwara?

Setiap orang berlomba-lomba mengejar bahagia sampai terlupa arti dari bahagia itu sendiri, termasuk aku.

Senyum yang tersungging megah belum tentu menandakan bahwa kehidupannya berjalan semulus dan semanis tawa, ukuran bahagia sesungguhnya tak tergambarkan.

Aku terlalu pasrah oleh keadaan, betah berdiam lama-lama dalam lingkaran keterpurukan.

Ingin bangkit namun terlampau sulit, melabelkan diri sebagai pecundang pun tak ada artinya telah dilahirkan, hingga menyebabkan aku bertanya-tanya ‘untuk apa hadir dan mengapa diciptakan?’

Lagi-lagi kegagalan menghampiri, mematahkan mimpi yang kuharap teramat tinggi.

Mati, duniaku seolah mati, kembali beranggapan Tuhan tak adil. Padahal banyak hal yang sepatutnya aku syukuri sebelum meratapi yang tak bisa dimiliki, aku terlambat menyadari akan berharganya diri ini.

Pada akhirnya aku berada di titik jenuh, muak lantaran putus asa yang malah mengubahku semakin lemah tak berdaya.

Aku terbangun dari tidur panjang berisi tangisan kekecewaan, tak rela jika terus dibuat porak-poranda. Perlahan aku mulai belajar sesuatu sederhana yaitu—mencintai diri sendiri, memahami yang seharusnya aku kasihi.

Mungkin memang lebih baik kalau aku mencoba seperti orang-orang yang lainnya, menjelma salah satu tokoh di atas pentas drama.

Entah lakon asli atau palsu yang ditampilkan, itu adalah pilihan.




ABOUT US!
CHAPTER 11
-SELESAI-


See ya~!
258 kata

ABOUT US!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang