Hari tanpa Kak Andrean

435 11 0
                                    

Hari ini aku ke sekolah diantar oleh ayah, untuk pertama kalinya selama aku sudah berpacaran dengan Kak Andrean, aku tak diantar olehnya. Rasanya seperti ada yang kurang, terlalu hambar untuk kujalani. 

Ayah hari ini akan menghadiri undangan pernikahan bersama ibu, jadi ia memilih untuk libur kerja hari ini. 

Ditengah-tengah perjalanan ke sekolah, seperti biasa ayahku akan selalu memberikanku pertanyaan-pertanyaan yang jika diandaikan bak tukang sensus data negara. Sangat detail dan terperinci.  

"Gimana perkembangan sekolah mu Nad? udah siap belum ngadepin UN?" Tanya Ayahku memulai pembicaraan kami di mobil. 

"Siap dong yah! udah 99%!" Jawabku mantap.

"Kamu yakin?" tanya ayah lebih memastikan, 

"Yakin dong! Semoga aja gak nge-blank sewaktu UN nanti, hahaha" jawabku asal.

"Kalo nge-Blank gimana? kalo tiba-tiba pas UN ngga yakin gimana?" tanya ayahku lagi. 

Aku yang awalnya menjawab pertanyaan  dariayah dengan semangat, tiba-tiba di jatuhkan dengan kata-kata menukik seperti itu. 

"Kok ayah bilang gitu ? jangan buat Nada ragu dong" timpalku sedikit melemas. 

"Hahaha, tuhkan baru juga dipojokin segitu udah langsung  down mentalnya, bukan anak ayah nih!" seru ayahku begitu saja. 

"Ihhh, ayah jahat! kalo bukan anak ayah, aku anak siapa dong? anaknya Om Gentong tetangga kita?" kataku menimpali candaan ayah. 

"Kamu anak pungut! hahaha" tawa ayahku menggelegar di dalam mobil. 

Aku memandangi wajah ayahku dengan mimik yang sinis, sama sekali tak percaya dan tak terhibur dengan candaan ayahku. 

"Gak lucu!" kataku datar. 

"Ihh anak ayah ngambek, jangan ngambek dong! entar cantiknya pindah ke ibumu, hahaha" kata ayahku melanjutkan candaannya. 

Aku menjulurkan lidahku kehadapan ayah, bermaksud untuk menimpali candaannya. 

Ayahku kemudian memegang puncak kepalaku dengan tangan kirinya sembari mengelus lembut "Pokoknya jangan patah semangat ya anak ayah! lakukan yang terbaik,  Ayah pasti selalu dukung kamu, saat kamu senang, bahagia, sulit bahkan bersedih sekali pun ayah bakal selalu ada buat kamu." Kata ayah dengan penuh penekanan.

Aku tersenyum lebar menatap wajah sendu ayahku, sungguh kata-katanya tersebut sangat mampu membuatku nyaman dan tentunya sangat bersyukur memiliki seorang ayah yang gagah dan pengertian seperti ayahku ini. 

"Siap Komandan!" Jawabku mantap sembari menggerakan tanganku ke depan dahi seperti gerakan pemberian hormat kepada pemimpin upacara. 

Setelah obrolan tadi, tak ada pembicaraan lagi antara aku dan ayahku. Dan selang beberapa menit kemudian, kami pun sampai di depan gerbang sekolahku nan megah. Aku segera keluar dan melambaikan tanganku pada ayah yang berada di dalam mobil.  

"Daa ayah, makasi ya! Inget entar jemput jam 2 yaa!" Kataku saat ayahku mulai meninggalkan area depan sekolah. Ia pun hanya merespon dengan anggukan dan memperlihatkan jempolnya ke arahku.

***

Sepulang sekolah seperti biasa aku menunggu jemputan ayahku di Halte depan sekolah. Aku duduk di bangku yang sudah disediakan sembari meraih ponselku yang sedari tadi tak ku ambil karena fokus dengan pelajaran di dalam kelas tadi. 

Ku perhatikan ponselku lekat, hingga sesuatu yang ada di layar ponselku mampu membuatku mengangkat kedua ujung bibir dan menciptakan seutas senyuman di wajahku. "Ada pesan, dari Kak Andrean!" Gumamku senang. 

TANGIS atau TAWA (THE END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang