14

226 4 0
                                    


Jam menunjukkan pukul 06.20 segera aku dan Sherina bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah.

Sesampainya di sekolah kami berdua bergegas masuk ke kelas karena jam pertama matematika.

" Nja lo osis kan? " sahut bima bisik agar tak terdengar guru.

" Iya kenapa? " balas ku pelan seraya menulis.

" Gue nggak pernah liat lo? "

" Iya, karena aku les jadi pulang duluan "

" Owh "
" Oke anak - anak, pelajarannya sampai disini dulu ya. Kalian boleh istirahat " sahut pak ajun guru matematika di kelas 11.

" kantin i'm coming"  cetus Sherina.

Penuh dan riuh dikantin saat jam istirahat membuat kami tak pantang menyerah untuk mendapatkan semangkuk bakso.

" Mbak bakso dua sama air mineral dua,  Gpl ya mbak! " cetus Sherina kencang.

" Segitunya sher " ujar ku.

" Harus Sher " balas nya dengan senyum.

" wohhh ganteng banget tu kakel " ucap  adik kelas yang membuat keriuhan dikalangan mereka.

" Siapa si? " ujar ku dalam hati seraya melirik cowok itu.

" Kak Liant? Udah pulang? Ah bodo amat " tutur ku kesal dalam hati.

" Nja itu kak Liant lo" ucap Sherina menatap ku.

" Owh "

" Lo beneran marah sama dia? "

" Ini bakso nya " ujar mbak kantin.

"  makasih ya mbak " balas ku dengan senyum.

" Nja " ucap Sherina menatap ku yang tak peduli.

" Ayo makan Sher keburu dingin lo" ujar ku seraya memakan bakso dan menghiraukan keriuhan adik kelas.

"Hai " ucap seseorang lelaki tinggi duduk disamping ku yaitu Kak Liant.

Dengan santai aku memakan bakso dan menghiraukan perkataan dari kak Liant.

" Hai kak " balas Sherina senyum tipis dengan melihat ku.

" Nja " sahut kak Liant dari tadi menyapa ku dengan ekspresi bingung.

" Sher udah makan kan? Ke kelas yuk" ajak ku kepada Sherina.

"Ok "

" Nja lo kenapa si? " tanya kak Liant terduduk diam dikantin dengan ekspresi bingung akan hal ini.

Di dalam kelas kesibukan terjadi setiap anak  karena kami membuat tugas puisi dari ibu Dewi.

Tatapan kosong melihat selembar kertas putih di meja yang masih bersih tanpa satu kata pun.

Pikiran ku ntah kemana, tangan ini seakan menulis dengan sendirinya mengikuti perasaan yang terjadi.
Sehingga membuat ku tak sadar bahwa pelajaran ibu Dewi akan berakhir dan secepatnya aku mengumpulkan puisi yang telah ku tulis.

Segera ku melangkah kan kaki bergegas keluar kelas menuju gerbang sekolah.

"Astaga lupa! " cetusku mengusap kening dan segera menuju kelas kembali mengambil kotak pensil di kolong meja.

" Untung belum ada yang ngambil, kan sayang oleh-oleh Eropa hilang " tutur ku sendirian dikelas seraya berjalan keluar kelas.

" Nja " sahut seseorang tiba-tiba disamping ku yang tak ku sangka adalah kak Liant.

S & LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang