13. Bocah labil.

5.3K 575 40
                                    

(y/n) POV

Aku membuka mata secara perlahan. Bangkit dari tempat tidur dan mengedarkan pandanganku ke penjuru ruangan. Sepi. Tak ada seorangpun disini. Aku beranjak dari tempat tidur dan melangkah menuju meja kerja. Kutemukan secarik kertas dengan tulisan terukir rapi diatasnya.

'bocah, aku ada briefing rapat petinggi. Jangan cari aku dan lupakan kejadian semalam'

Wajahku mendadak bersemu tipis. Apa-apaan itu? Saat dibawah tanah, aku hendak diperkosa oleh seorang preman mabuk dan aku berhasil melawan. Tapi aku tak bisa melawan Heichou? Yang notabene lebih pendek dari si preman. Ah! Kenapa aku tak memuntahkannya coba! Saat itu aku dengan percaya dirinya menelan nyaris semua cairan itu tanpa jijik. Entah mengapa aku merasa jijik dengan diriku sekarang. Apakah aku sama seperti pelacur?

'ingin ku berkata kasar.' batinku.

Aku segera mandi dan bersalin. Karena ini adalah hari kelulusan, kami para prajurit baru di bebas tugaskan selama 3 hari. Kebetulan Hanji mengajakku untuk berjalan-jalan ke kota. Bukankah ia squad leader? Emang dia gak ikut rapat?

Baru saja aku memikirkannya, seseorang mengetuk pintu kamarku.

"(y/n)! Ini aku, Hanji"

Aku berlari kecil dan segera membuka pintu.

"Sudah siap?"

Aku mengangguk. Hanji menggandeng tanganku dan menarikku.

-sesampainya di kota-

"Kau mau beli apa? (y/n)?"

Aku berpikir sejenak.

"Apa saja. Kau mau mencari apa?"

"Baju? Aku ingin membelikan mu baju. Lalu bagaimana jika kita makan di restoran? Sekali-kali~"

"Tapi aku tak punya uang"

"Aku yang membayar. Aku dan Erwin urunan uang. Hadiah kelulusan. Dia minta maaf hari ini gak bisa ikut"

Aku mengangguk. Kami memasuki sebuah toko baju yang cukup besar. Disini banyak pakaian berkelas yang harganya mahal-mahal.

"Pilih minimal 3 setel pakaian. Nggak boleh kurang!"

"Banyak sekali! Disinikan mahal!"

Hanji memberikan isyarat agar aku memilih milih baju yang ada. Dengan sedikit terpaksa aku menurutinya.

-----------------------------------------------------------

Sekitar setengah jam kemudian, aku kembali dengan tiga setel pakaian di tanganku.

"Ini, Hanji. Kuharap kau tak terkejut dengan harganya," ucapku sembari mengernyit. Hanji malah cengengesan.

"Semakin mahal yang kau beli, maka semakin bagus! Langsung kubayar saja ah!" Hanji langsung berlari ke arah kasir. Aku hanya dapat menghela nafas kasar melihat kelakuannya.

Kami keluar dengan membawa 5 tas belanjaan. Hanji membeli 2 kemeja, katanya untuk Sir Erwin dan dirinya.

"Mau kemana lagi?" tanya Hanji.

"Makan?"

Hanji langsung menyerahkan ke sebuah rumah makan yang ada di dekat situ. Ia mengambil kelas menengah saja. Risih katanya kalau di first class. Seorang pelayan memberikan daftar menu pada kami dengan ramah.

"Silahkan, nona," ujarnya.

Hanji tersenyum, "terimakasih," balasnya.

Aku memindai sejenak isi menu tersebut. Spontan aku menyebut, "burger keju dan daging ganda. Minumnya air putih saja, ucapku.

Hanji tergelak seketika. Ada yang aneh?

"Kau seperti Eren Jaeger. Ia juga sangat suka burger keju lho!"

Eren? Ah, si manis rambut cokelat itu?

"Hah, aku pesan jus alpukat dan steak saja," ucap Hanji.

"Baiklah, pesanan anda akan segera diantar. Mohon untuk bersabar menunggu,"

Pelayan itu berbalik menuju meja pesanan. Setelah ia menjauh, Hanji bertanya padaku,

"Apa yang Levi lakukan padamu semalam?"

Mataku spontan menampilkan keterkejutan. Aku sedang tak ingin membahasnya.

"Tak terjadi apapun, memang Heichou terlihat aneh?"

"Tadi pagi sebelum aku menemuimu, aku berpapasan dengannya dan kudengar ia menggumamkan namamu. Hayoooo, ngaku aja deh!"

"Nein, tidak ada yang terjadi. Mungkin kau salah dengar, Hanji."

Pesanan kami datang. Kami makan dengan tenang.

-----------------------------------------------------------
Hanji POV

Aku masih tak percaya bahwa Levi tak melakukan apapun pada (y/n). Sejauh yang kutahu, Levi pribadinya cukup mengejutkan dan aku yakin ia sedang jatuh cinta dengan (y/n). Ia menatapnya dengan tatapan yang amat lembut. Padahal biasanya ia menatap orang dengan tajam.

Aku meletakkan pisau dan garpuku kembali ke piring. Kami berdua sudah selesai makan. Tepat disaat yang bersamaan, beberapa orang berteriak.

"Dimana (y/n)!"

Seorang pemuda yang cukup rupawan, berbadan tinggi, tegap, dan berisi mendekati meja kami. Siapa ia. (y/n), selaku yang dicari kalem-kalem saja. Si pemuda menarik kasar dagu (y/n).

"Kenapa kau ke kota?!" Bentaknya.

(y/n) hanya menatap tajam. Tatapan yang tak pernah ia keluarkan selam aku mengenalnya.

"Pulang!" Ia membentak (y/n) lagi.

"Tidak." Ucap (y/n) dengan pelan.

Si pemuda kemudian menarik lengan (y/n) dan menyeretnya. Namun dengan lihainya, (y/n) menendang kemaluan pemuda itu. Ia mengerang kesakitan dan mengumpat.

"Bajingan kau! Tangkap ia!"

Secara tak sadar, aku berdiri dan menendangi mereka yang hendak menangkap (y/n). Jumlahnya terlalu banyak. Kalian tau, ternyata orang yang makan di sini berniat untuk menangkap (y/n), semuanya.

Saking banyaknya, aku sampai kewalahan dan lengah.

Duak...

Seseorang berhasil mengenai tengkukku. Aku langsung terjatuh tak sadarkan diri.

---------------------------------------

You're My Savior, My Angel.  (Levi x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang