Chapter VII

1.4K 242 14
                                    

Ketika Mark kembali beberapa saat setelahnya, ia melihat Jaemin masih duduk di sana. Mark tidak perlu melihat wajah Jaemin untuk mengetahui bagaimana ekspresi gadis itu saat ini. Punggung yang melengkung lemas itu sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan semuanya.

Sesuatu mendorong Mark untuk merengkuh gadis itu dalam pelukannya dan membisikkan kata-kata lembut yang menguatkan hati yang hancur itu. Namun yang dapat dilakukannya hanyalah memegang kedua pundak gadis itu dan memanggilnya lembut, "Jaemin."

Jaemin menoleh. Mata biru mudanya basah oleh air mata.

Untuk sesaat Mark yakin Jaemin akan menjatuhkan diri dalam pelukannya dan menangis tersedu-sedu. Namun gadis itu segera berdiri, menghapus air matanya, dan berkata tenang,

"Maafkan saya, Pangeran. Saya akan segera menyiapkan makanan untuk Anda."

Jaemin segera mengambil sayuran yang menjadi tujuan awalnya ke kebun belakang.

Mark melepaskan gadis itu dengan perasaan terluka. Ia merasa Jaemin menjaga jarak dengannya dan ia tidak menyukainya. Ia ingin Jaemin jujur pada perasaannya sendiri. Mark tidak akan melarangnya menangis untuk orang yang dicintainya.

Saat itulah Mark melihat apa yang baru saja di hadapan Jaemin.

Mark tertegun melihat nisan batu yang hanya bertuliskan:

Di sinilah terletak kenangan kita bersama Taeyong Lloyd.

Pandangan Mark beralih pada Jaemin yang sekarang sibuk menimba air di sumur yang tidak ia sadari keberadaannya beberapa saat lalu.

Mark bertanya-tanya. Siapakah Taeyong Lloyd ini? Mengapa Jaemin memanggilnya Papa? Terlebih dari semua itu, Mark ingin tahu mengapa Duke of Cookelt hanya mewariskan rumah kecil di tempat terpencil seperti ini pada putri kesayangannya. Mengapa Duke of Cookelt memilih Jaemin sebagai wali putranya, bukan Duchess Nayeon, istrinya sendiri?

Mata Mark tidak lepas dari Jaemin yang berusaha mengangkat seember penuh air.

Ia tidak mengenal gadis ini, Mark berkata pada dirinya sendiri ketika ia berjalan ke sisi Jaemin. Pasti ada sesuatu pada diri Jaemin yang membuat Duke Johnny lebih mempercayakan putranya pada Jaemin daripada istrinya sendiri.

Jaemin terkejut ketika sebuah tangan terulur dari belakangnya dan mengangkat ember itu dengan mudahya.

Untuk sesaat ia menduga itu adalah Jeno. Karena itu ia sangat terkejut melihat Mark berdiri tepat di depannya dengan ember airnya.

"T-terima kasih," katanya tergagap.

Jaemin tidak pernah mengangkat ember air. Jeno selalu ada di sisinya ketika ia hendak mengambil air di sumur yang dibuat penduduk desa untuknya dan ayahnya ini. Malah tidak jarang Jeno mengisi tempat penyimpanan air Jaemin bahkan sebelum Jaemin memintanya.

"Ke mana kau akan meletakkannya?" Mark bertanya dan memimpin jalan ke dalam rumah.

"Letakkan saja di sini," Jaemin menunjuk meja dapurnya yang kecil di sepanjang dinding.

Mark pun meletakkannya di tempat yang diminta Jaemin.

Jaemin berusaha menghidupkan api perapian.

Tiba-tiba saja Mark sadar hanya perapian itu satu-satunya tempat untuk memasak.

"Siapkan sayuranmu, aku akan menghidupkan perapian," Mark mengambil alih pekerjaan Jaemin.

Jaemin terkejut. Lagi-lagi ia lupa pemuda yang ada bersamanya saat ini bukan Jeno melainkan Yang Mulia Pangeran Mark! Jeno tidak pernah membantunya menghidupkan perapian. Jeno adalah tipe pemuda yang menganggap urusan rumah adalah tugas wanita. Namun mengapa Pangeran Mark membantunya? Jaemin tidak punya waktu menjawab pertanyaannya sendiri karena ia tersadar ia tidak bisa menyajikan jamuan seperti yang biasa dinikmati sang Putra Mahkota! Yang dimilikinya saat ini hanyalah sebongkah roti, susu, dan sayur-sayuran dari kebunnya sendiri.

Kisah Cinta [MarkMin ver.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang