4. Compentation

3.3K 449 64
                                    

.

.

.
"Wae?"
Woojin membawa langkahnya menuju keluar untuk berbicara dengan seseorang di panggilan telepon.

Disana, tepat di ambang pintu masuk ruang UGD.

"Aku pikir aku akan segera di pecat sebentar lagi"

Suara Jihoon terdengar putus asa.
Bahkan Woojin seolah dapat menebak bahwa saudara kembarnya itu pasti melakukan hal yang salah.

"Kesalahan apa yang kau lakukan?"

Benar bukan?
Woojin mencoba bertanya dengan nada tenang.

Pria itu tidak akan pernah menyalahkan Jihoon atas apapun kesalahan yang telah ia lakukan.

Tidak.
Untuk yang kedua kalinya.

Itu-
Sumpah Woojin.

"Aku menampar pelanggan kafe pagi tadi"

Kedua mata Woojin sempat membulat sempurna sebelum sebuah tawa cukup keras terdengar disana.

"Gwenchana"
Itu masih suara Woojin.
Nada terkekeh gemas masih jelas terdengar disana.

"Apa maksudmu dengan gwenchana? Aku.baru.saja.menampar.orang! apa kau tidak mengerti?"

Baiklah.
Woojin mencoba mengerti bahkan sebelum Jihoon berbicara dengan nada cukup memekik telinga dari tempat yang berbeda.

"Dia pantas kau tampar"

Ha?

Jihoon mencoba membuat otaknya bekerja dua kali lebih cepat.
Tapi-...

"Apa maksudmu?"
Jihoon masih tidak mengerti.

"Orang itu. Pasti melakukan hal yang buruk padamu. Kau bukan tipe seseorang yang akan menampar orang lain dengan sembarangan"

Wow.
Park Woojin.
Yang mengerti Jihoon melebihi siapapun.

Setidaknya untuk saat ini.

"Bagaimana jika aku dipecat?"
Kembali suara putus asa itu Jihoon perdengarkan.

"Kau benar-benar akan di pecat jika asik menelponku"

"Ya!"
Jihoon kesal.
Dan setelah itu kembali Woojin tertawa.

"Bekerjalah dengan baik, aku yakin masa pemecatanmu akan di tunda"

Woojin terkekeh pelan sebelum mengakhiri panggilan Jihoon lebih dulu karena tau pria itu akan meledak mendengar ejekan nya.

Woojin menatap langit dengan kedua mata yang sedikit menyipit.

Tangan kanan nya masuk kedalam kantung jas putih dan meletakan ponsel disana.

Hah.
Woojin menghela napas.

Pandangan nya mendapati beberapa ambulan yang berlalu lalang.

Perawat dan dokter yang juga ikut memenuhi tempat itu.

Bau obat-obatan juga begitu kental disana.

Heol.
Tentu saja.
Itu rumah sakit.

"Aku-...benci tempat ini"
Woojin bergumam seperti nyamuk sebelum kembali melangkah masuk kedalam ruang UGD.

Kedua alisnya nampak menaut saat melihat Daniel masih berdiri ditempat yang sama seperti sebelumnya.

Woojin malas.
Tapi ia harus menghampiri mentor sekaligus sunbae nya itu.

"Siapa?"
Daniel bertanya dengan cepat saat Woojin sampai dihadapannya.

"Ne?"

"Siapa yang menelpon mu?"

SIMILIAR [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang