Woojin masih duduk di sofa pada ruang tv dengan sekaleng soda ditanganya.
Atensi pria itu masih mengikuti setiap pergerakan saudara kembarnya yang sejak tadi menggerutu tidak jelas, tangan nya yang sibuk dengan sapu lantai dan mulutnya yang sering terlihat mengerucut lucu hanya mampu membuat Woojin tersenyum gemas.
“Kau tau ingin sekali aku memakannya hidup-hidup!”
Jihoon meremas lebih kuat gagang sapu lantai yang sejak tadi ia pegang.“Hey, kau setiap malam hanya bercerita tentang dia-...pria yang kau tampar, dia-...pria yang sudah berani-beraninya memeluk mu dan dia-...yang sudah berani menciu-...”
“Gemanhe, atau sapu lantai ini akan berakhir di atas kepalamu”
Baiklah.
Jihoon mulai mengancam dengan tidak membiarkan Woojin menyelesaikan kalimatnya.Woojin nampak mengangkat kedua tangan sebagai tanda menyerah.
Namja itu meletakan kaleng soda tepat di nakas meja dan kini melipat kedua tangan nya tepat didepan dada dengan tubuh yang ia sandarkan pada sofa.
“Aku hanya tidak tau harus merespon seperti apa saat kau saja tidak pernah menyebutkan namanya”
Seruan Woojin menghentikan gerakan tangan Jihoon yang sebenarnya sejak tadi terlihat menyapu lantai dengan gerakan asal.
Namja berpipi bulat itu nampak mengerjap cepat.
Menatap Woojin yang sedang melihatnya dengan tawa lebar, Jihoon selalu seperti itu.
Menggemaskan.
“Sudahlah, walaupun aku menyebut namanya kau juga tidak akan mengenalnya”
Jihoon meletakan sapu lantai itu secara asal dan ikut duduk di sofa bersama Woojin yang terlihat mengangguk setuju.
“Jika namja itu tidak membuatmu nyaman kenapa kau tidak berhenti bekerja saja?”
Sring!!!
Tatapan tajam Jihoon tepat menusuk kedua iris Woojin.“Aku bukan dirimu yang nantinya akan menjadi seorang dokter, aku hanya namja pengangguran yang baru saja mendapatkan pekerjaan dan kau memintaku untuk berhenti sekarang?!”
Jihoon kesal.
Kedua tangan pria manis itu ia letakan di kedua sisi pinggangnya.Dan lagi-
Jihoon terlihat menggemaskan.Bahkan-..
Sangat.“Hey, itu hanya sebuah pertanyaan bukan perintah yang memintamu untuk berhenti bekerja” Woojin membawa tangan kanan nya untuk meraih snack di samping kaleng sodanya.
“Tetap saja! Kau pikir apa yang akan burung beo itu katakan jika aku berhenti dari pekerjaanku” Jihoon merubah posisi tangan nya berpindah terlipat didepan dada dan tepat setelah itu tawa Woojin pecah.
Jihoon dan sikap menggemaskan nya tidak akan pernah habis.
“Bagaimana jika immo mendengar kau menyebutnya sebagai burung beo?”
Woojin bertanya dengan hampir tersedak karena makan dan tertawa disaat yang bersamaan.
“Ah benar! Kenapa aku berbicara dengan nada keras sekali. Katakan jika immo sedang tidak ada dirumah” Tatapan kesal Jihoon berubah memohon.
“Tentu saja, kau pikir aku akan membiarkan mulut cerewetmu itu terus berceloteh jika immo ada dirumah”
Hah.
Baiklah Jihoon bisa menghela napas lega sekarang.“Tapi pergi kemana immo di akhir pekan seperti ini?”
Jihoon dengan santai meraih kaleng soda Woojin dan meminumnya tanpa permisi.“Entahlah, aku hanya mendengar immo akan bertemu dengan seseorang untuk merencanakan sebuah pertemuan”
KAMU SEDANG MEMBACA
SIMILIAR [END]
Fanfiction{LENGKAP} Kemiripan itu membawa Park Jihoon bertemu dengan dua hal yang ia benci. Cinta dan anak kecil. Tapi pertemuannya dengan Kang Daniel mengharuskan Jihoon memahami tentang keduanya. Haruskah? atau- Bisakah?