Just Three of Us

784 64 1
                                    

Kepalaku kembali terasa berat seperti pada mimpi sebelumnya. Perlahan kubuka mataku, dan benar saja aku kembali bermimpi hal mengerikan ini lagi. Baiklah, untuk kali ini aku akan mencoba mengendalikan situasi karena ini adalah mimpiku dan aku bisa merubahnya.

Orang itu mulai mengarahkan pisau bedahnya ke tubuhku. Aku mulai memberontak dan melepaskan ikatanku lalu memukul orang-orang ini. Siapa sangka jika yang kulakukan adalah sia-sia. Orang itu berhasil mendaratkan pisau bedahnya dan rasa sakit itu kembali menyebar. Aku sudah berusaha untuk menahan rasa sakit dan mencoba mengalihkan mimpiku namun tidak berhasil. Hal yang paling kuharapkan sekarang adalah aku segera terbangun.

Baiklah, ini sudah rasa sakit yang paling klimaks dan lampu di atas sana akan segera pecah kemudian seseorang meneriakkan 'andwae'. Namun mimpi berkata lain. Lampu itu tidak jadi pecah dan cahayanya kembali stabil. Entah sampai kapan aku akan bertahan di tempat ini.

BRAK!

Dapat kudengar suara pintu yang dibuka secara paksa. Langkah kaki beberapa orang terdengar tergesa-gesa. Orang-orang disekitarku segera menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke arah mereka.

"ANDWAE!"

Teriakan yang sama seperti sebelumnya. Namun kali ini suara itu sedikit tidak asing untukku. Dengan sekuat tenaga aku mencoba untuk bangkit dan melihat siapa orang tersebut, namun tubuhku benar-benar tidak bisa digerakkan.

"Anda tidak bisa masuk ke dalam, tolong mengertilah!"

"Andwae! Kalian tidak bisa melakukan ini! Hentikan sekarang juga!"

DOOR

Suara tembakan yang benar-benar kencang hingga membuat teligaku berdengung. Refleks kututup kedua telingaku dan berhasil kembali ke dunia nyata. Napasku begitu terengah-engah dan keringatku bercucuran hebat. Demi apapun aku tidak mau kembali memimpikannya.

Perlahan pintu kamar ini terbuka dan menampilkan seorang gadis dengan tampang yang acak-acakan sekali. Ia membawa sebuah buku catatan dan membacanya dengan serius. Bahkan gadis itu tidak sadar bahwa aku sedang menatapnya dan terus memerhatikannya berjalan mendekat.

DUG

Dan ya, gadis itu menabrak kursi di ujung tempat tidur ini. Ia kemudian menatap tajam kursi itu,  memarahinya dan menendangnya kecil. sekeras apapun ia menegur kursi itu, kursi itu tidak akan berlutut memohon maaf padanya. yang ada kakinya semakin sakit akibat tendangan itu. Dasar gadis aneh.

"Eoh, kau sudah sadar?" Tanyanya sedikit terkejut ketika Ia akhirnya menatapku.

Aku hanya bergumam sebagai jawaban. Gadis itu meletakkan buku catatannya dan mendekat padaku dengan tatapan yang tidak bisa kuartikan. Ia semakin dekat dan mendekatkan wajahnya padaku. Perlahan aku mengarahkan tubuhku ke belakang untuk menjauh darinya.

"Apa yang kau lakukan?" ucapku lirih karena wajah gadis itu yang semakin dekat membuatku sedikit menahan napasku.

"YA! Bodoh! Apa yang kau mimpikan hingga kau seperti ini, huh?" tanyanya sambil menepuk jidatku dengan sebuah handuk yang entah dari mana hingga membuatku hampir jatuh berbaring.

"YA! Jeomjaeng-i?" aku memegang jidatku dan menatap gadis itu tajam "Geurigo, jangan pernah memanggilku bodoh! Aku tidak bodoh!" ucapku berapi-api yang entah tersulut dari mana.

"Aku tidak peduli! Kau benar-benar menyebalkakan. Jadi aku memanggilmu sesuai dengan perasaanku saat itu juga. Kau juga memanggilku dengan sebutan yang aneh-aneh" ucapnya begitu lancar.

"Aku memanggilmu sesuai kenyataan. Tunggu, kau bilang perasaan? Apa kau punya masalah denganku di masa lalu? Apa aku pernah menyakitimu?" tanyaku bertubi-tubi padanya,

Suspected Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang