Chapter 10

184 18 0
                                    


            3 hari kemudian, mama, papa, dan aku sudah memutuskan untuk mendaftar di UNBA jurusan psikologi. Aku sudah mengisi formulirnya dan menyiapkan semua persyaratan karena deadline pengumpulan formulir gelombang kedua adalah hari ini. Aku dan mama diantar oleh Bobol lagi. Sebenarnya, aku tidak meminta, tetapi dia tiba-tiba datang ke rumah pada jam 7 pagi tanpa memberi kabar apapun. Kebiasaan, untung saja ia mau menunggu.

Sesampainya di sana, si Bobol menunggu di dalam mobil, sedangkan aku dan mama masuk dan mengumpulkan formulir untuk pendaftaran.

"Dek, kamu samperin Mas Bobby, gih. Beliin minum gitu."

"Hmm... Iya, Ma." Malas sekali aku sebenarnya, tetapi untuk mendapatkan restu, aku rela berkorban.

Aku membeli minum di warung terdekat lalu menghampirinya ke mobil untuk memberikan minum. Ia sedang duduk sambil bermain ponselnya di dalam mobil dengan pintu yang terbuka.

"Nih, minum." tawarku memberikan sebotol minuman dingin.

"Sorry, gua gak minum itu." tolaknya tetap fokus bermain ponselnya.

Lah? Sombong sekali dia.

"Tapi karena lu yang beliin, gua mau." ambilnya.

"Ih? Aneh banget sih lo."

"Apa sih, aneh-aneh?"

"Eh, Diana?" sapa seseorang dari belakangku.

Suaranya tak asing. Sepertinya aku tau suara siapa. Aku langsung berbalik badan menuju sumber suara. Benar saja, itu Davin.

"Eh, Vin." sapaku balik.

"Lu daftar kuliah di sini juga?"

"Iya." jawabku singkat.

"Mama lu mana? Masih di dalem?"

"Emang kenapa nyariin mama gue?"

"Gak papa, sih. Berarti nanti kita bareng, ya?"

"Gak tau. Tapi ruangannya kan banyak, paling gak satu ruangan."

Davin terdiam sebentar menatapku.

"Ini kakaknya Dion ya? Mirip banget."

Mas Bobby yang merasa terpanggil mengeluarkan kepalanya dari dalam mobil lalu melambaikan tangan kepadanya sambil tersenyum. Hih, sok manis.

"Haha. Emangnya kenapa sih, lo nanya-nanya terus? Kan bukan urusan lo juga, Vin."

Sekarang, ekspresi Davin menunjukkan ketidaksukaan padaku.

"Lu kenapa sih, Na? Kita gak ada masalah kan? Kenapa tiba-tiba kayak gini?"

Karena aku tak ingin masa lalu kita terulang kembali.

"Bedain ruang kosong dan ngejauh, Na." pesan Davin lalu pergi meninggalkanku.

Maaf, Davin. Maaf. Aku benar-benar tak menginginkan hal itu terjadi lagi.

"Kenapa?" tanya Bobol dari belakangku.

Aku langsung masuk ke dalam mobil tanpa menjawab pertanyaan dari Bobol. Di mobil, aku juga hanya diam dan menatap ke samping kaca mobil. Bobol tak bertanya apapun, ia juga hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah kata. Sampai mama datang pun, kami tetap diam.

"Diana, besok kamu berangkat jam berapa?"

"Jam 11 pagi, Tan. Nanti aku sama supir aku jemput jam 8." sahut Bobol, padahal mama bertanya padaku.

"Oh iya, Bobby. Nanti tante kasih Diana 10 juta, kalo kurang nanti tambahin ya, hehe. Tapi InsyaAllah cukup."

"Iya, gampang, Tan."

The Difference 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang