Chapter 11

172 16 0
                                    

            "You must be kidding me." alihku sambil tersenyum tak percaya, meksipun jantungku sudah berdegup dengan cepat.

"No, I'm not kidding or joking. I'm serious. Kalo lu bisa diduplikat, gua mau duplikat lu, An."

Aku terdiam malu dan membuang wajahku darinya dengan melihat ke arah jendela. Sialnya, kini sudah malam, tak terlihat apapun kecuali pantulan bayanganku dan Mas Bobby di jendela pesawat. Ya Allah, tolong aku.

"Kenapa lu harus ketemu sama Dion, sih? Kenapa gak sama gua duluan?" Tiba-tiba tangannya meraih pundakku.

Dengan sigap, aku langsung menyingkirkan tangannya dan pundakku lalu menutupi diriku memakai selimut.

"Diana, kita masih kira-kira 7 jam di sini. Lu mau abisin waktu cuma buat tidur atau dengerin lagu? Please, don't waste your time. Give your time with me." suaranya terdengar jelas di telingaku.

Aku harap aku sedang bermimpi! Siapapun, bangunkan aku! Aku takut!

"Mas Bobby, you make me scared."

"Really? I'm scared too. Scared to lost you for my brother."

"I'm just for you brother."

"Are you sure, Diana? Yang udah nikah aja bisa cerai, apalagi masih pacaran. Belom ada status resmi, kapanpun bisa ditinggalin tanpa ada persyaratan resmi." Ia mencoba menarik selimutku.

Kali ini aku benar-benar takut. Aku tak punya siapapun di sini. Aku tak bisa menghubungi Dion, atau mama dan papa. Apa yang harus kulakukan? Ya Allah, tolong lindungi aku.

"I will screaming if you do a kind of things to me." ancamku tetap mempertahankan selimut.

Ia berhenti menarik selimutku.

"I will tell Dion later."

"I will tell him first." sahutnya tanpa berpikir panjang.

Refleks, aku membuka selimutku untuk memaki-makinya.

"Lo bisa bikin dia sakit! Katanya lo kakak yang baik, kenapa kayak gini! Mau lo apa sih? Lo gak mau adeknya bahagia? Iya gitu? Egois tau gak!"

"Be quiet, Diana. They are sleeping."

Aku menutup mulutku. Ia tak menjawab makianku. Payah! Aku yakin, setelah ini hubungan kami benar-benar retak! Aku takkan mau satu pesawat lagi dengannya. Lebih baik aku membeli tiket pesawat lagi agar tidak berbarengan dengannya. Ia adalah orang yang paling aku benci sekarang. Aku tak peduli jika ia tak memberi kami restu. Ia bukanlah orang yang penting yang menentukan hubungan kami! Dia adalah perusak.

Aku berusaha tidur karena perjalanan masih panjang. Tetapi otakku berkata jangan, ia selalu berjaga-jaga agar aku tidak lengah. Lagi pula, siapa yang bisa tidur dengan suasana sepertin ini?

7 jam kemudian, matahari sudah terbit. Hari sudah pagi dan aku berhasil untuk tidak tidur selama itu. Aku tak tau apa yang dilakukan oleh manusia itu. Yang jelas, selama 7 jam aku hanya menutupi diriku memakai selimut sambil mendengarkan lagu memakai earphone. Aku tak ingin menoleh ke arahnya sampai pesawat sudah landing.

Tak lama dari itu, pesawat mulai melakukan pendaratan. Pilot memberitahu bahwa kami sudah sampai di bandara LAX. Rasa syukur tak hentinya kuucap, alhamdulillah. Ini adalah kali kedua aku menginjakkan kaki di tempat Dion berpijak. Hatiku sangat tak sabar untuk bertemu dengan Dion dan memeluknya erat untuk melunturkan seluruh kerinduan yang selama ini terperangkap dalam jarak.

The Difference 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang