Chapter 12

150 15 0
                                    

Selang beberapa menit kemudian, seseorang mengetuk pintu kamarku. Kalaupun itu Dion, aku tak ingin membukanya.

"Diana?" Ternyata itu adalah suara perempuan.

Apakah itu Tante Pollie?

"Diana? Ini Tante Pollie. Tolong bukain ya." bujuknya.

Dengan segenap keberanian, akhirnya aku membuka pintunya, meskipun pipi ini masih basah dan mata masih sembab.

Ketika aku membukanya, aku menundukkan kepalaku dan tak ingin seseorang melihat keadaanku sekarang. Tiba-tiba, Tante Pollie memelukku erat. Jiwaku serasa memakai parasut di tengah-tengah terjatuh dari ketinggian. Ia mengajakku masuk kembali ke kamar untuk membicarakan ini berdua.

"Udah, gak usah nangis." ujar Tante Pollie sambil mengusap air mataku, tetapi aku masih saja menangis.

"Tante tadi ditelpon Dion kalo ada kamu dan Mas Bobby di rumah. Eh, tiba-tiba tante ditelpon lagi kalo kamu sama Mas Bobby berantem. Jadi tante langsung izin pulang."

"Kenapa repot banget, tante. Jangan gitu, aku tambah merasa bersalah." eluhku menangis lebih keras.

"Enggak, sayang. Kamu udah tante anggap kayak anak tante sendiri. Jadi masalah kamu, juga masalah tante. Coba kamu jelasin kenapa bisa berantem?"

"Aku malu, Tan...."

"Anything that you want to tell, tell me. I will be the best listener for you." senyum Tante Pollie yang menandakan ia benar-benar tulus.

Akhirnya, dengan suara masih serak dan terbata-bata, aku menceritakan seluruhnya. Tak lupa juga aku menceritakan tentang manusia itu saat di pesawat. Aku benar-benar terbuka dengannya seperti aku terbuka dengan mamaku sendiri.

Setelah panjang lebar aku bercerita sampai rasanya waktu tak lagi berputar, ia pun memberiku nasihat atas perilaku anak-anaknya.

"Sebelumnya, tante juga merasa bersalah karena jarang ada buat mereka. Jarang ada pas mereka butuh tante, maka dari itu tante belum bisa memahami mereka sepenuhnya, apalagi Mas Bobby. Tapi tante yakin, mereka punya alesan tersendiri. Dion emang sudah besar, tapi tante tau Dion sayang banget sama kamu dan pastinya akan menjaga kamu. Ada apa ya sama dia? Mas Bobby juga, mungkin dia mau menunjukkan sesuatu sama kamu."

"Ya udah lah, Tan. Mereka punya urusan mereka sendiri-sendiri. Aku cuma sakit hati banget sama Mas Bobby. Aku juga tau itu salah dan aku juga gak tau kenapa aku bisa kayak gitu."

"Tante percaya kamu pasti anak baik-baik." Ia mengelus kepalaku dan tersenyun manis menyemangatiku.

"Makasih, Tan."

"Mau keluar?"

Sedikit trauma dengan dunia luar yang menyakitkan, tetapi aku butuh dunia luar untuk bertahan hidup.

"Ayo, Tan."

Ketika aku dan Tante Pollie keluar dari kamar, telihat Dion tergulai di sofa dengan luka berdarah di bibirnya.

"Eh, Dion? Kamu kenapa?" tanya Tante Pollie panik.

"Gak papa, Ma. Cuma ada sedikit cekcok sama Mas Bobby. Udah biasa kok."

Itu pasti karena aku. Dion.... Saat ini aku ingin memelukmu dan meminta maaf, tetapi rasanya aku harus berjaga jarak dari kontak fisik kita. Agar tak ada lagi kesalahpahaman dan penyesalan berlebih. Bahkan sekarang, memegang tanganmu saja aku ragu.

"Sekarang dia kemana?"

"Lagi nunggu temennya mungkin."

Tante Pollie langsung berlari keluar dari kamar. Tolong Tante Pollie, jangan tinggalkan kami berdua. Aku masih takut.

The Difference 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang