Tanganku sibuk menggaruk-nggaruk bagian leherku. Ini sudah yang kepuluhan kali aku menggaruk area ini, tapi tetap saja, rasa gatal itu belum hilang, bahkan sampai muncul luka, rasa gatal masih bisa mengalahkan rasa perih. Selesai di leher, tanganku kembali menggaruk area lain. Area lainnya di tubuhku.
Aku mendengus kesal dengan rasa gatal di seluruh tubuhku karena tercebur ke Danau Agharti tadi. Tak kusangka danau yang begitu indah dan tenang memiliki air paling buruk menurutku.
Bagaimana tidak?! air di danau itu sangat berbahaya, bisa membuat kulit gatal sepertiku ini. Aku sudah berobat ke dokter menara, tapi tetap saja dia bilang jika rasa gatal ini akan terus kurasakan sampai tiga hari ke depan. Karena racun dari air danau itu luar biasa mengerikan. Sekarang aku paham, kenapa tak ada seorangpun yang berenang di danau itu, bahkan ketika Pak Ju Young ikut berenang menyelamatkanku yang tercebur tadi menggunakan pakaian tahan air penuh dari ujung kepala sampai kaki. Danau itu bisa dibilang kutukan. Lihatlah keadaanku sekarang, semua badanku kemerahan. Untung saja seragam di menara ini berlengan panjang semua. Kalau tak pasti sangat mengerikan melihat luka gatal ini. Tapi entah kenapa mukaku tak gatal sama sekali. Padahal semua badanku tak terkecuali muka tercebur masuk semua. Apa mungkin jenis kulit muka? bukan 'kah jenis kulit muka tak seperti jenis kulit yang lainnya.
Ekor mataku melihat Hobie dan Suga berjalan memasuki wilayah kantin. Tanganku yang sendari tadi sibuk menggaruk badan mulai berhenti dan memulai aktifitasnya menyendok makanan yang sendari tadi kuanggurkan.
"Hai Masha-shi,,,," sapa Hobie dengan penuh keceriaan, setelah beberapa lama mengantri dan mendapatkan makanan yang dia inginkan. Di sebelahnya ada Suga yang hanya mengangguk sekilas juga membawa makanannya. Tanpa permisi, mereka langsung menghuni kursi kosong di sebelahku.
Aku menghela napas kasar, mencoba menahan rasa gatalnya. Aku tak mau aku terus menggaruk-nggaruk badan di depan murid yang lain. Takut dikira belum mandi atau yang lainnya. Tapi tetap saja, rasa gatal itu memang juara pertama, sesekali aku menggaruk area yang gatal sebentar-sebentar.
"Masha-shi,,, aku dengar di kelasmu tadi ada murid yang tercebur ke dalam danau?" tanya Hobie yang membuatku berpaling ke arahnya dengan cepat. Belum juga aku menjawab, Hobie sudah meneruskan kalimatnya kembali, "aahhh malangnya murid itu."
"Kenapa malang?" tanyaku penasaran.
"Kamu nggak tahu ya kalau danau itu mempunyai air yang beracun? Yang bisa membuat orang yang terkena air itu menjadi gatal-gatal?" tanya Hobie kemudian.
"Kamu tahu darimana?"
"Dari mana-mana!" Ucap Hobie cepat. "Ahhh aku benar-benar kasihan kepada murid itu," ucapnya lagi yang membuat hatiku sedikit terluka karena rasa ibanya. "Dia pasti sedang menyendiri di kamar asrama karena tubuhnya yang bakal bentol-bentol sampai mukanya pasti tak berbentuk lagi!"
Senyuman tipis lolos dari bibirku. Apa dia bilang? Mukanya pasti tak berbentuk? Mukaku masih baik-baik saja padahal. Tapi... memang tanganku dan tubuhku yang lainnya sudah bentol-bentol tak jelas.
"Semoga saja dia tak berkeliaran di sekitarku," katanya berharap. Yang membuat hatiku mulai mengumpatnya karena orang yang ingin dihindarinya adalah aku, "karena kudengar penyakit kulitnya itu menular hihh!" Tambahnya bergidik ngeri.
Apa??????
Menular??????
Apa rasa gatal ini tak masih belum cukup menyiksa sampai harus ditambah menular segala??
"Ahhhh.. kenapa danau mengerikan itu ada di sekitar asrama kita! Bukankah itu berbahaya bagi murid-murid!!" Kesalku spontan.
"Masha-shi,,, aku kan sudah bilang!!" Seru Hobie berbisik tajam sambil menengok pemandangan sekitar.