Aku membuka mataku, kepalaku terasa berat sekali, seperti berkilo-kilo batu menghuni di sana, andai kepala ini bisa dicopot sebentar, pasti akan kulakukan dengan senang hati.
Rasanya tubuh ini enggan bangun. Mataku menyapu pemandangan di sekitarku. Semua bernuansa putih-putih. Di samping kananku ada Hobie dan Suga sedang duduk di sebuah sofa panjang yang bernuansa putih juga. Jelas ini bukan alam kematian dan aku masih hidup. Oke. Aku tidak akan melontarkan pertanyaan pasaran seperti, 'aku dimana? Apa yang terjadi padaku?' Aku tidak akan lupa ingatan hanya karena digigit ular tadi.
"Kau sudah bangun nunna?" tanya Hobie dengan raut wajah senang. Dari raut wajahnya yang tampak biasa-biasa saja, sebuah pertanyaan muncul dalam otakku, dia tadi bener digigit ular nggak sih? Ini benar-benar tidak adil! Kita sama-sama digigit dan mereka berdua terlihat baik-baik saja sedangkan aku masih berjuang melawan rasa sakit.
Aku berusaha mengubah posisi tubuhku menjadi duduk dengan susah payah.
"Lebih baik kau berbaring lagi!" ucap Suga cepat. Aku tidak menggubris kata-katanya. Aku tetap berusaha duduk dan yeah aku berhasil walau kepalaku terasa berputar-putar.
Ceklek.
Seseorang memutar gangang pintu sedetik kemudian satu kepala menyembul di baliknya. Seorang pria dewasa dengan tinggi sekitar 183 cm, mempunyai kumis yang tebal dan pakaian berjubah rapi memasuki kamar. Aku bisa menebaknya, pasti dia salah satu guru sihir di sini.
"Hallo selamat siang," sapanya.
"Siang," balas kami bertiga kompak.
"Perkenalkan aku salah satu guru penyihir kalian, Wagnan," katanya mulai memperkenalkan diri. "Baiklah, langsung saja, selamat kalian lulus ujian berikutnya, jangan lupa nanti siang datang ke aula untuk mengikuti ujian terakhir," ucapnya dan disambut tepuk tangan senang dari Hobie.
"Apa? Kita lulus?" Tanyaku bingung.
"Iya, kalian lulus," ucapnya dengan memberikan senyum. "Kenapa nak? Sepertinya kamu tidak senang dengan pengumuman ini?"
"Bukan seperti itu, tapi kami tadi digigit ular dan kami belum menemukan sesuatu yang berharganya, jadi kenapa kami bisa lulus?" tanyaku keheranan, tapi bukannya menjawab pertanyaanku, Pak Wagnan malah menertawakanku.
"Owh begitu ya?" tanyanya di sela tawanya, "sepertinya bisa ular itu sendiri yang berharga," ucapnya penuh misterius. "Baiklah nak, segera minum obat agar staminamu cepat pulih, sampai jumpa di aula nanti," pamitnya lalu ngeloyor pergi meninggalkan ruangan.
"Minumlah ini nunna," pinta Hobie sambil menyodorkan segelas minuman hijau berbau tak sedap ke arahku.
"Apa ini?" tanyaku.
"Ini obat agar staminamu pulih," jawabnya. Aku mengangguk mengerti lalu meminumnya. Kurasakan kepalaku perlahan mulai ringan dan ajaib tak ada sepuluh menit badanku kembali sehat. Oke. Ini artinya Hobie dan Suga memang terkena gigitan ular tadi.
"Sebenarnya apa yang terjadi tadi?" tanyaku membuka obrolan. Pada akhirnya aku tetap menanyakan pertanyaan itu.
"Entahlah, aku hanya tau aku pingsan dan ketika terbangun aku sudah di ruangan sebelah bersama Suga-hyung," jawab Hobie.
"Hemm .. begitu ya? Hem.. aku bosan, kalian mau berkeliling melihat-lihat bersamaku?" tawarku.
"Tidak!" Jawab Suga cepat, "aku mau tidur saja." Aku memandang Hobie menunggu jawabannya.
"Aku juga mau tidur nunna," jawab Hobie akhirnya.
"Baiklah selamat tidur," kataku sambil turun dari tempat tidur.