Peristiwa jatuhnya Rapmon dan Seokjin memberi pengaruh yang sangat besar pada proses belajar mengajar menara. Semua kelas dari tingkat satu hingga tujuh sama-sama dipulangkan lebih awal. Semua petugas menara masih menyelidiki penyebab kejadian di lokasi. Tapi yang aneh adalah aku saksi kunci kejadian tadi, tapi sampai sekarang tak ada petugas menara yang memberi pertanyaan kepadaku untuk mengulik keterangan. Aku merasa kasus tadi sengaja ditutup-tutupi untuk murid dari pihak-pihak menara. Aku menjadi khawatir jika mereka berusaha menyembuhkan Rapmon dan Seokjin dengan setengah hati. Aku menghela napas panjang, karena teringat Kim Seokjin pangerankulah juga salah satu korbannya. Dia jatuh dari sisi belakang menara lebih dulu baru Rapmon.
Jam menunjukkan pukul 14.00, hampir semua murid menghabiskan waktu kosong mereka untuk bermain di taman, aku dengar-dengar ada perlombaan dadakan yang cukup besar di sana. Kedua teman kamarku pun ikut menonton, tapi aku tak suka keramaian, aku lebih suka duduk belajar sendiri di kamar ini.
"DASAR PENGHIANAT!!!" Seru seseorang yang tiba-tiba, membuatku bangkit dari kursi belajarku dan berbalik ke belakang. Mataku melihat dua orang pria sedang berjalan cepat ke arahku. "PENGHIANAT!!!" Seru Seojung lagi. Kedua pria itu adalah spesies bapak dan anak yang paling aku benci di dunia ini.
"Apa maksudmu??" Tanyaku bingung, memang sejak kapan tercatat dalam sejarah hidupku aku menghianati Seojung. Bukan kah kita musuh? Aku menghianati sebagai musuh begitu??
"Kau?!!! Jangan pura-pura tidak tahu!!!" Setelah dekat, Seojung menarik kerah bajuku dengan kasar. Matanya membesar dengan raut muka yang sangat menyeramkan.
"Apa-an sih?!!" Aku berusaha melepaskan tangannya dari kerahku tapi nihil tenaganya tenaga kuda.
"Kau adalah dalang yang memanggil petugas kesehatan itu kan??" Tanyanya geram.
"Kalau iya kenapa?? Apa urusanmu??!" Balasku tak kalah geram.
"Dasar penghianat!! Kenapa kau menyelamatkannya hah?? Dia musuh kita?!!" Jelasnya lagi.
"Kita?" Tanyaku bingung, "kita apa maksudmu hah??"
"Bukankah kita sekarang sekutu?" tanyanya sambil melepaskan kerah bajuku dengan kasar.
"Sejak kapan kita jadi sekutu?? Aku tak sudi menjadi sekutumu!!" Seruku lagi sambil menunjukkan jari ke arah Seojung.
"Apa kau bilang??!" Seojung hendak menarik kerah bajuku lagi, tapi sebuah tangan menghentikan aksinya.
"Kau diam saja! Biar ayah yang urus!" Seru Choi Rahna dengan penuh penekanan. Meskipun menampilkan muka keberatan Seojung mematuhi perintah ayahnya dan berjalan menjauh dariku, "Jadi kau menolak tawaranku kemaren?" tanya Choi Rahna kemudian.
"Iya!" Balasku malas.
"Apa alasannya? Bukankah kamu sudah memeriksa sendiri kebenaran ucapanku di lantai sembilan? Kau lebih memilih mati di tanganku huh?"
"Alasan?" Ulangku, jariku mengambang menunjuk ke arah Seojung yang berdiri sedikit jauh di belakang ayahnya. "Dia!! Dia adalah alasanku pertamaku tak mau bergabung!" Seruku yang disambut membesarnya mata Seojung.
"Aku sudah bilang bila Seojung akan berhenti mengganggumu jika kamu mau bergabung denganku!" Bujuk Choi Rahna yang membuatku memicingkan mata.
"Apa? Berhenti katamu?? Apa jaminannya dia berhenti menggangguku?? Ketika kamu memberi penawaran siang, malamnya dia mengunciku di ruang bawah menara!! Apa itu namanya sekutu??" tanyaku geram. "Apa jaminannya jika kalian berbohong kepadaku??? Kalian pejahat! Kalian bisa menghianatiku kapan saja! Ketika kalian membujukku saja, dengan seenak jidatnya kalian mengunciku?! Persetan dengan penjahat seperti kalian!!" Seruku lagi kesal.