Mawar Merah

4.4K 114 2
                                    

Siang hari, Reza menyempatkan diri untuk bisa menjenguk Anisa di rumah sakit. Di perjalanan menuju rumah sakit, Reza melihat sebuah toko bunga di pinggir jalan. Entah kenapa terbetik dalam hatinya ingin membelikan hadiah berupa bunga untuk istrinya. Padahal selama setahun menikah, tak pernah sekalipun ia menghadiahkan meskipun hanya sekuntum bunga plastik untuk istrinya.

Ia menghentikan mobilnya dan masuk ke dalam toko bunga tersebut.
Matanya langsung tertuju pada sekumpulan bunga mawar merah yang terlihat begitu indah. Tanpa pikir panjang, ia mengatakan kepada penjualnya agar menyiapkan untuknya sebanyak 12 tangkai bunga mawar. Sekaligus meminta kepada penjual agar menaruhnya di dalam vas bunga yang telah terisi air.

Ia kembali masuk ke dalam mobil setelah membayarnya. Ia berharap Anisa akan senang mencium aroma bunga mawar yang ia bawa.

Setibanya di ruangan Anisa, Reza mengetuk pintu dan membukanya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumusalam. Eh, den Reza udah datang."

"Iya, bi. Lagi istirahat kantor."

Mata Reza tertuju pada vas bunga berisi sekuntum bunga mawar yang ada di atas meja. Sedangkan tangannya memegang vas dan bunga mawar yang baru saja dibelinya.

"Bi, ini bunga mawar dari siapa ?"

"Nggak tau ya, den. Tadi bibi ke kamar mandi. Terus pas keluar, bunga itu sudah ada di situ."

Reza mengamatinya baik-baik. Mungkinkah Ahmad yang meletakkannya. Ia ingin menyingkirkannya dari meja jika memang terbukti bahwa bunga itu pemberian Ahmad. Namun ia mengurungkan niatnya. Ia memilih untuk mengambil setangkai mawar itu, kemudian menyatukannya dengan mawar-mawar yang ia beli. Ia menggantikan vas bening sebelumnya dengan vas putih yang yang kini berisi 13 tangkai bunga mawar.

Reza memang merasa cemburu. Tapi rasanya bukan waktu yang tepat untuk meluapkan rasa cemburunya di saat kondisi seperti ini. Baginya, Ahmad memang merupakan sosok yang mengganggu ketenangan hatinya. Bahkan bisa mengancam hubungan pernikahannya dengan Anisa. Namun di sisi lain, ia merasa berhutang budi terhadap bantuan Ahmad pada malam kebakaran itu. Pada akhirnya, Reza memilih untuk tidak mengambil sikap dari munculnya setangkai bunga mawar yang berada di ruangan Anisa.

"Bi, Reza balik ke kantor lagi. Nanti sore pulang dari kantor, Reza segera kesini."

"Iya, den."

***

Tak ada waktu yang paling dinantikan oleh Reza, selain segera menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu. Sehingga ia dapat segera ke rumah sakit untuk melihat istrinya.

Reza lega, ia telah menyelesaikan pekerjaannya sore itu. Ia bergegas menuju ke rumah sakit.

Reza tiba di rumah sakit. Sepasang mata mengamatinya dari kejauhan. Reza masuk ke ruangan Anisa.

"Bagaimana, Bi ? Apa tadi dokter sudah ke sini untuk mengecek kondisi Anisa ?"

"Sudah, Den. Sekitar satu jam yang lalu."

"Sekarang bi Yuyun sudah bisa pulang."

"Ya sudah, bibi pulang dulu ya, Den."

"Iya, Bi. Makasih banyak ya."

"Sama-sama, Den."

Reza memandang wajah istrinya. Ia kecup keningnya dengan lembut. Ia pegang tangan kanan Anisa, kemudian menempelkannya ke pipinya. Sambil terus memandang raut wajah istrinya yang sedikit pucat.

Tiba-tiba saja kelopak mata Anisa bergerak, kemudian membuka. Reza terbelalak menyaksikannya. Ia seperti tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bibirnya tersenyum lebar, melihat Anisa yang telah sadar setelah sepuluh hari menjadi putri tidur.

Cinta Salah KamarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang