6

1.1K 128 11
                                    

"Nad, gak pulang?"

Seorang wanita menoleh, dilihatnya pria yang jabatannya di atas dirinya.

"Eh? Di luar hujan."

"Mau saya antar pulang? Ini udah lewat jam pulang kantor. Kantor juga udah mulai sepi."

Nadya tersenyum canggung. "Gak usah, saya bisa pulang sendiri."

Pria itu tersenyum hangat. Senyuman yang selalu mengingatkannya dengan Gio.

"Kalau gitu, kenapa gak pulang?"

"Saya ... Tunggu hujannya reda, Pak."

Pria itu terkekeh. "Hujan itu gak bahaya. Oh iya, panggil nama aja, ini udah bukan jam kerja. Saya gak setua itu, kan?"

Nadya mengangguk. Kepalanya menunduk, berusaha menetralkan rasa canggung.

"Iya, Pak eh Avlar."

"Saya antar pulang aja, ya? Orangtua kamu pasti khawarir kalau anak perempuannya pulang telat. Apalagi kalau sampe Abang kamu tau."

Kening Nadya mengernyit. "Itu ... Saudara kembar saya."

Avlar terlihat kaget. "Oh, ya? Dari dulu saya pengin punya anak kembar. Tapi, saya gak punya turunan kembar. Katanya, sih kalau mau punya anak kembar, harus ada turunan kembar."

Mendengar itu, Nadya terdiam. Apa maksudnya?

"Ayo, Nad. Semakin sore, jalanan macet."

Wanita itupun mengangguk dan segerea membereskan isi tasnya.

Tulisan Sebutir Cilok: NPC's 30 Days Writing ChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang