22

1K 146 22
                                    

Tema: Sapi atau kambing yang akan dipotong.

***

Sudah sejak tiga hari yang lalu Qila merasa senang karena Papa membeli dua ekor kambing yang diletakkan di halaman depan runah. Setiap pulang sekolah hingga matahari terbenam, ia selalu menyempatkan untuk bermain dengan kambing-kambing itu.

Langit yang mulai berubah warna menjadi orens membuat Qila memutuskan untuk masuk ke dalam rumah.

"Qila, besok bangun pagi, ya. Kita sholat di lapangan, udah disiapin baju sama Papa," ucap Mel sebelum pergi ke dapur.

Anak kecil itu mengangguk. Besok adalah tanggal merah, jika ia harus bangun pagi, berarti ia bisa bermain dengan para kambing itu lebih lama.

***

Pagi tadi, sebelum berangkat menuju lapangan dalam perumahan, Qila menyempatkan diri untuk berpamitan dengan kedua kambing kesayangannya. Saat ini, ia sudah kembali ke rumah dan berniat untuk kembali bermain dengan kambing-kambing itu.

"Qila, sarapan dulu, yuk." Mel mengajak.

Anak kecil itu mendongak dan menunjukkan ekspresi memohonnya.  "Aku mau main sama kambing."

"Makan dulu, biar ada tenaga," bujuk wanita yang mencoba untuk sabar itu.

"Gak mau, Mama. Maunya main." Qila mulai memajukan bibir bawahnya.

"Qila, sarapan dulu," ucap Gio yang baru datang.

Dengan perasaan kesal, anak itu menurut.

***

Setelah selesai menyantap sarapannya, Qila membantu Mama untuk mencuci piring.

"Ih, pinter banget Qila udah bisa bantu Mama."

Anak kecil itu menoleh, didapatinya Avlar yang sedang menggendong Zachra.

"Bunda mana?"

"Itu di kamar kamu, mabok nyium bau kambing."

Qila terkekeh dan mencuci tangannya. Ia mendekati Avlar untuk salaman. Suara Kakek yang tertawa pun terdengar, saat menoleh ke arah ruang tamu, dilihatnya Fiqa yang sedang digendong oleh pria itu.

Teringat sesuatu, Qila tersenyum.

"Zachra, mau main sama peliharaan aku? Baru, loh."

Avlar tersenyum. "Dibeliin Papa?"

"Iya."

"Hewan apa? Om liat dong," ucapnya seraya menurunkan Zachra dari gendongan.

"Kambing, tuh di depan."

Sontak, Avlar terkejut. Ia pun segera memberitahu Mel agar menjaga anaknya supaya tidak keluar rumah dan melihat pemotongan kambing.

"Qila, temenin Mama ke atas, yuk. Jagain Dedek."

"Zach, ikut Kak Qila, ya. Papi mau bantu Om Gio dulu."

Kedua anak perempuan itu pun pergi menuju lantai atas. Setelah melihat adiknya yang tertidur, Qila kembali turun dengan diam-diam. Suara kambing yang seperti kesakitan terdengar, membuat anak kecil itu berlari ke halaman depan rumahnya.

Betapa terkejutnya ketika ia melihat salah satu kambingnya sedang dipotong.

"KAMBING AKUU!" pekiknya keras yang membuat seluruh orang yang sedang membantu pemotongan, menoleh.

Qila berlari menghampiri kambingnya yang masih hidup dan memeluknya dengan erat. Melihat itu, Gio segera mencuci tangan dan menggendong paksa anaknya.

"KAMBING AKU GAK BOLEH DIBUNUH!" tangisnya semakin pecah, ia terus memberontak tak mau digendong.

Tiba saat kambing ke dua mulai disembelih, Qila merasa sangat lemas. Air matanya semakin deras, membayangkan beberapa hari terakhir ini, kedua kambing itu telah menemaninya bermain.

"Kambing akuuu."

"Qila, gak apa-apa." Gio berusaha menenangkan dan membawa anaknya ke lantai atas.

"Kenapa nangis?" tanya Mel yang terlihat panik.

"Kambingnya dipotong," jawab pria itu.

"Udah, gak usah nangis. Nanti kan kambingnya dimasak, kita makan." Mel mencoba untuk menenangkan anaknya. Ia pun merasa bingung karena anaknya yang begitu mencintai binatang.

"KAMBING AKU DIBUNUH, MAMA!"

Teriakkan Qila berhasil membuat Aji terbangun.

"Lala yis Papa."

Aji mengambil gulingnya dan melemparkan ke arah Gio. Namun, tenaganya yang tak seberapa itu membuat gulingnya hanya berpindah  dalam jarak yang sangat dekat.

"Gak boleh lempar-lempar, gak baik." Mel menegur anak laki-lakinya.

"DEDEK, KAMBING AKU DIBUNUH SAMA PAPA!"

Tulisan Sebutir Cilok: NPC's 30 Days Writing ChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang