Xander : Lu tuh kenapa sih akhir-akhir ini?
Travis : Gak apa-apa, cuman kecapekan aja kok
Xander : Serius gue
Xander : Btw, lu kurusan deh. Stress?
Xander : Cerita aja sama gue kalo ada apa-apa
Travis : iya
Travis melempar handphone-nya ke sisi kasur. Ivy yang kebetulan mampir ke rumahnya hanya melihat keadaan teman dekatnya.
"Makan dulu..." Ivy masih menatap Travis yang belum juga menyentuh makanannya.
"Gak laper." Tolak Travis yang langsung menimbun kepalanya di bawa bantal.
"Tuh kan, kebiasaan." Ujar Ivy sambil berusaha mendekati Travis dengan membawa piring makan. "Susah banget disuruh makan. Nanti sakit."
"Gak!"
"Lu tuh mau kurus ya?" Ivy berusaha mengintip wajah Travis. "Gak gini dong caranya."
"Udah sih biarin aja. Ini pilihan gue, yang bakal sakit juga gue. Lagian gue gak akan underweight kok."
"Trav," Ivy menghela nafas. "Lu mau ke psikiater? Nanti gue anterin."
"Gak usah, gue gak apa-apa kok."
"Lagian lu kenapa sih? Lu tuh udah perfect tau gak?"
Travis menggeleng, "Gak."
"Dih." Ivy ikut tiduran di samping Travis, ini bukan hal baru bagi mereka. "Mana nih Travis yang dulu? Yang selalu pede..."
Mendengar ucapan Ivy, Travis tertawa pelan. Dulu dia bisa dikatakan manusia paling percaya diri, selalu menyatakan bahwa dirinya drummer terbaik, orang paling lucu sedunia, aneh saja rasanya membandingkan dengan dirinya yang sekarang yang selalu merendah.
"Gue lebih sadar diri aja sekarang..." Travis memiringkan badannya menghadap ke arah jendela dekat kasurnya. "kalo gue bukan apa-apa. Gue gak selucu dan sekeren itu."
"Siapa yang bikin lo mikir gitu?!" Teriak Ivy. "Sini gue gebok! Enak aja dia bikin sahabat gue down begini..."
Xander, pikirnya tapi tak berani bilang. Ia tahu kalau Ivy marah bukan cuman meja kursi saja yang bisa ia lempar.
"Bukan siapa-siapa sih. Cuman kepikiran aja." Travis memaksakan diri untuk tersenyum. "Gue pengen badan gue kayak lu aja, keren."
"Lho," Ivy masih tidak paham. "kok gue?"
"Hehehe."
"Kenapa sih sebenernya? Ada apa? Kita semua tuh khawatir sama lu. Lu latihan jarang dateng, di kelas tidur, ulangan merah mulu, sejarah lho.. Itu kan pelajaran favorit lu!"
Travis tetap tidak mau jawab. Malu rasanya kalau ia mengaku ia melakukan ini semua hanya untuk 'menghukum' dirinya sendiri.
"Gue gay." Hanya dua kata itu yang berhasil keluar dari mulutnya.
"Okay.. so?" Ivy mengangkat alis. "Lu tetep sahabat gue, mau gimana pun juga "
"Xander suka sama lu."
"Oh," Wajah Ivy langsung memerah. "gak nyangka banget sih."
Travis mengangguk lalu mengobrak-abrik meja belajarnya demi sekotak rokok, "Mau?"
"Gak." Tolak Ivy.
"Tapi jangan bilang kalo gue yang ngasih tau." Travis mengambil korek untuk menyalakan rokoknya. "Menurut lo gimana?"
"Dibanding sama kakaknya yang freak itu, mendingan dia sih."
"Lagian kalian berdua cocok kok."
"Gak akan lah!" Ivy tertawa. "Lu kan mantannya, ya kali gue macarin bekas sahabat sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dropped
Teen Fiction"Mungkin suatu saat kita akan mati, entah esok, lusa atau bahkan 50 tahun lagi. Tapi pop-punk tak akan pernah mati! Karena dia akan selalu hidup berdampingan dengan kegilaan dunia ini." Xander, Ivy, Travis dan Kevin. Empat sahabat dengan potret hidu...