"Harusnya sih ada..." Travis membuka laci lemarinya, mengambil kotak kecil merah berisikan beberapa kondom yang ia sembunyikan di bawah buku-buku.
"Ketemu!"
Xander buru-buru merebutnya, mengambil satu dan membukanya dengan gigi. Dengan bantuan tangan Travis, ia langsung meng-cover miliknya dengan pengaman.
"And now..." Travis mengambil pelumas yang ia taruh di bawah bantal. "Lube!"
"Kok ada di situ?" Tanya Xander, Travis membalasnya tersenyum yang buat ia langsung paham.
Travis melumuri penis Xander dengan pelumas, "Itu kalau gue lagi sendirian terus hard karena mikirin lo."
"No wonder kalau isinya udah tinggal segini." Kata Xander sambil mendorong Travis ke tempat tidur lalu mencium lehernya. "Mikirin gue terus dong?"
Ciuman Xander yang makin liar membuat Travis merasakan geli di lehernya, "Bisa jadi."
Xander tertawa pelan sambil memainkan penis Travis dengan jemarinya, diarahkannya naik turun yang membuat ia mendesah nikmat. Suaranya langsung berubah menjadi tinggi dan sesak.
"Just fuck me now."
Namun Xander menolak, meskipun miliknya sudah tegang, ia tidak suka melakukan seks tanpa pemanasan. Karena dari pengalaman sebelumnya ia banyak belajar, seks bukan hanya soal orgasme dia saja.
"Not that fast."
Jadi ia memilih untuk memuaskan partnernya dulu. Setelah dibasahi seadanya dengan mulut, mulai dari telunjuk dan jari tengahnya ia masukkan ke lubang Travis yang membuat Travis langsung menggelinjang dan mencengkram bantal keras-keras.
Xander langsung pindah ke atas, menghisap puting Travis yang sudah menegang sejak tadi.
"Aku masukin ya?" Ujar Xander sambil memeluk Travis dari atas.
Travis mengangguk, "Please..."
Setelah Travis membelah kedua kakinya, langsung saja Xander memasukkan penisnya ke lubangnya yang membuat Travis mendesah. Sakit ia tidak pedulikan karena kenikmatannya menutupi semuanya. Untung saja orang tua Travis belum pulang jadi ia bisa mendesah sekeras yang ia mau.
Meski perih, ia terus meminta Xander untuk dipercepat tempo. Selama sebulan ke belakang, adegan ini hanyalah fantasi semata untuk Travis yang ia realisasikan dengan tangan, vibrator dan pelumas. Tapi sekarang semua ini nyata, Xander benar-benar memuaskan ia lagi malam ini.
"Does it feel good to you?" Suara Xander yang berubah berat dan terengah-engah membuat Travis semakin lemah karenanya.
Travis mengangguk, ini bukan hanya soal nafsu seks. Ia juga sangat merindukan wajah Xander dan menatapnya sangat dekat seperti ini. Rasanya ia ingin memperlambat waktu supaya puas memandanginya semalaman.
"Aku mau ganti posisi." Kata Xander tiba-tiba.
Kedua pihak akhirnya setuju. Kali ini Xander yang berada di bawah, terlentang. Sedangkan Travis duduk di atas panggul Xander dan kakinya ia lipat. Ia mulai memasukkan penis Xander ke lubangnya lagi. Kali ini lebih mudah karena sudah licin karena sisa pelumas.
"Kamu capek gak posisisnya kayak gitu?"
"Nggak." Balas Travis. "Justru aku takut kamu keberatan karena badan aku."
Xander menggeleng seraya Travis mulai menggerakan panggulnya ke atas dan bawah. Ini gaya favoritnya selama mereka berdua mengeksplor hampir semua gaya (yang masuk akal) yang mereka temukan di internet.
Ia senang memainkan tangan partnernya ketika sedang bercinta. Jadi ia melakukannya sekarang, mengelus lembut tangan Xander lalu mengigit jemarinya pelan-pelan. Meski Xander menangkap hal lain, Xander pikir ia ingin Travis dimainkan penisnya agar cepat keluar. Tapi itupun ia tidak keberatan.
"I think I'm gonna cum." Nafas Xander semakin terengah-engah. "Mau di luar apa gimana?"
"Gak apa, di dalem aja." Travis sudah pasrah karena jemari Xander masih berada di miliknya.
Travis menurunkan badannya dan memeluk Xander. Tak lama, Xander mengerang. Dan seketika itu juga ia merasakan hangat di dalam lubangnya. Meski tertahan kondom tapi itu tidak menutupi kenikmatan mereka berdua.
"Sekarang giliran kamu." Tempo Xander mengocok penis Travis makin kuat yang membuat ia berteriak tidak karuan.
"Aku ma-" Travis tidak bisa berkata-kata lagi. "Oh, God."
Ia memaksa mau memegangi penisnya yang sudah memerah, tapi Xander menepisnya karena ia ingin fokus memuaskan partnernya. Perasaan ngilu dan berdebar menghampirinya.
"Ahh." Desah Travis yang tak lama menyemburkan cairan putih dari penisnya. Xander masih tidak berhenti memainkannya yang membuat cairan itu terus keluar.
Kini cairan itu membasahi telapak tangan dan jemari Xander, tapi Travis tidak keberatan menjilatinya satu persatu sampai bersih.
Kemudian Xander mengelus wajah Travis yang memerah karena lelah. Dicium bibirnya sebagai tanda kalau malam ini akan baik-baik saja bersama dia. Kemudian Travis percaya kalau ini bukan sekedar satu malam, meski Xander meragukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dropped
Teen Fiction"Mungkin suatu saat kita akan mati, entah esok, lusa atau bahkan 50 tahun lagi. Tapi pop-punk tak akan pernah mati! Karena dia akan selalu hidup berdampingan dengan kegilaan dunia ini." Xander, Ivy, Travis dan Kevin. Empat sahabat dengan potret hidu...