Part 6

2.2K 201 4
                                    

"Bagaimana tidurmu?" tanya Alena pagi ini saat kami bertemu di dapur. Aku tahu kakakku itu ingin menggodaku, tapi aku hanya tersenyum kecut menanggapinya. Ya, aku tidak mau membicarakan apa yang terjadi semalam. Aku merasa agak buruk karena membiarkan serigalaku hilang kendali seperti semalam.

"Tidak terlalu baik ya ..." ucap Alena terlihat menyesal. Tapi tak lama kemudian Alena tersenyum padaku sambil menepuk punggungku cukup keras.

"Ya, tapi seburuk apapun itu. Aku yakin kau bisa menangani dengan baik. Kau hanya harus bersabar untuk mendapatkan hatinya," ucap Alena dengan ekspresi yang menyebalkan dengan mengangkat alisnya berkali kali.

"Ya, terimakasih untuk semangatnya," ucapku malas sambil pergi meninggalkan Alena setelah sarapan yang kusiapkan untuk Sia selesai.

Aku membuka pintu kamarku sambil membawa nampan berisi sarapan untuk Sia. Kulihat gadisku sudah terbangun dan dia tampak ketakutan saat aku datang. Tangannya memegang erat selimut yang membungkusnya dan wajahnya terlihat sangat tegang. Tapi beberapa detik setelah dia menatapku genggaman tangannya terlihat mengendur. Wajahnya kembali tenang. Dan aku mulai berjalan mendekat ke arahnya.

"Selamat pagi," sapaku sambil menurunkan nampan di tanganku pada meja dekat ranjang. Aku tersenyum hangat dan Sia masih terdiam.

"Pa ... pagi," balasnya lirih, mengalihkan tatapannya ke arah lain. Dan itu cukup membuatku merasa sedikit kecewa karena dia dia tak menatapku meskipun dia membalas sapaanku.

"Apa kau masih merasa takut padaku?" tanyaku tanpa sadar dan aku sedikit menyesal menanyakan hal bodoh itu. Tapi aku merasa sedikit lega saat Sia dengan cepat menggeleng. Mungkin sebenarnya aku takut jika dia benar-benar menjawabnya dengan anggukan.

Tanpa aba-aba aku memeluk tubuhnya. Aku bisa rasakan tubuhnya menegang saat aku melakukannya. Ini bukan pertama kali aku memeluknya, tapi reaksinya masih saja seperti ini. Aku jadi meragukan jawabannya. Mungkin Sia masih merasa takut padaku. Hanya itu yang bisa kusimpulkan melihat reaksinya yang masih saja seperti ini saat kami melakukan kontak fisik. Entah kenapa aku jadi merasa kesal. Aku ingin dia segera mempercayaiku. Tapi sampai sekarang aku bahkan tak tau apapun tentangnya!

Kutenggelamkan kepalaku di lekukan lehernya. Meghirup aromanya dalam-dalam. Ya, hanya aromanya saja yang bisa membuatku tenang saat ini. Tanpa mempedulikan tubuhnya yang semakin menegang, aku masih memeluknya erat. Setidaknya dia tidak menolakku saat ini.

"Sia ... " panggilku setengah berbisik. Sia tak menjawab, tapi aku tahu dia menungguku bicara.

"Aku mencintaimu ... sangat ..." bisikku di telinganya. Kalimat itu sangat lancar keluar dari mulutku dan setelah mengatakannya aku merasa begitu lega. Tak ada balasan. Aku tahu Sia tidak akan membalas pernyataan cintaku. Tentu itu hanya mimpi untukku saat ini. Dan aku tak akan mengharap lebih. Aku sudah cukup bersyukur bisa memeluknya seperti saat ini. Tubuh Sia sangat tegang, aku yakin dia terkejut mendengar pernyataanku yang begitu tiba-tiba.

"Jujur, aku tak tahan melihatmu terus seperti ini. Kau selalu membuatku khawatir setiap saat. Aku ingin membuatmu merasa aman dan nyaman saat bersamaku. Tapi, aku bahkan tak mengerti apa yang kau pikirkan dan apa yang kau rasakan," ungkapku dengan frustasi. Lagi-lagi aku menumpahkan apa yang terus berkecamuk dalam pikiranku dan membiarkan hatiku merasa lega karenanya.

"Maafkan aku," ucapnya pelan membuatku langsung menarik diri dan melepaskan pelukanku untuk menatapnya. Dia baru saja bicara padaku!

"Aku tak akan membuatmu khawatir lagi," Sia kembali bicara dengan suara yang lebih jelas. Mata hijaunya menatap penuh padaku. Jujur aku sedikit takjub karena itu adalah kalimat terpanjang yang ku dengar dari bibirnya. Dan itu ekspresi itu bukanlah ekspresi takut yang biasanya kulihat. Wajah polosnya dan kalimat sederhana yang diucapkannya membuatku terkekeh pelan. Astaga dia tampak seperti anak kecil dan itu terlihat sangat menggemaskan. Membuatku tak tahan untuk tidak mengusap rambutnya, oh bukan ... maksudku mengacak rambutnya pelan. Dan kulihat dia mendengus kesal saat aku membuat rambutnya sedikit berantakan.

My Luna [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang