Part 9

1.9K 170 3
                                    

"Siapa?" tanyaku pada Sia menahan emosi yang bergejolak. Manik hijau Sia menatapku. Lagi-lagi melihat sorot takut dalam matanya.

"Aku belum menceritakan semuanya padamu kemarin. Aku akan melanjutkan ceritaku tapi berjanjilah satu hal padaku." Minta Sia terus menatap dalam mataku. Dengan ragu aku mengangguk. Ini pertama kalinya Sia memintaku untuk berjanji, dan entah kenapa aku merasa apa yang akan disampaikan Sia adalah sesuatu yang buruk. Aku ragu bisa menepati janjiku.

"Berjanjilah kau akan menahan emosimu saat aku menceritakan semuanya." Dan aku semakin penasaran dengan hal yang ingin dikatakan Sia. Sekali lagi aku mengangguk. Berusaha menenangkan serigalaku yang gusar. Sia terdiam sejenak, tampak mengatur napas sebelum memulai ceritanya. Aku menunggunya dengan tegang.

Akhirnya mengalir cerita yang cukup panjang dari bibir Sia. Sejauh ini aku hanya mengetahui tragedi pembantaian yang terjadi pada packnya. Tapi ternyata tak hanya itu saja yang menimpa gadisku. Bahkan setelah pembantaian itu masih ada tragedi yang lainnya. Seperti yang aku pikirkan pertama kali saat melihat luka fisiknya. Banyak hal buruk yang terjadi pada Sia. Dan ternyata itu memang benar. Sia menceritakan derita yang dialaminya setelah pembantaian itu terjadi. Hal pahit apa yang dialaminya selama ini.

Betapa menyakitkannya bertahan hidup sendirian saat semua orang mati hanya untuk menyelamatkan nyawanya. Kesedihan yang sangat dalam membuatnya tak peduli pada rasa lapar, dingin, juga luka di tubuhnya. Bahkan mungkin saat itu Sia tak peduli jika dia mati hari itu. Tidak ... aku tak akan bisa membayangkan seandainya Sia benar-benar mati. Jika begitu, hari ini tidak akan pernah ada, benar? Itu pasti hari-hari yang sulit untuk Sia.

Seorang she wolf datang mengulurkan tangannya pada Sia saat gadis itu seorang diri. Sia tampak mengatur napasnya di bagian ini. Di bagian ini aku merasa sedikit lega karena ada seseorang yang membantu gadisku. Seperti yang kupikirkan, kalian pasti berpikir bahwa tragedi yang menimpa Sia berhenti di sana. Kenyataannya hal itu salah besar! Sebaliknya, tragedi berikutnya berawal dari sana.

Yang Sia pikir sebagai penolongnya, justru membuat derita baru dalam hidupnya. Kelly dan Jessy, dua orang itulah yang telah memungut Sia dan menyiksanya. Merekalah yang membuat Sia mengalami trauma yang amat dalam. Mereka menyiksa fisik juga mental Sia. Aku masih ingat jelas bilur-bilur luka di punggung Sia dan juga bagaimana reaksi pertama Sia saat aku bicara padanya. Itu sudah menjelaskan seberapa buruk mereka menyiksanya. Tanpa sadar aku menggeram. Sungguh, serigalaku di dalam sana merasa murka. Dan aku berusaha mati-matian untuk menahannya. Karena aku sudah berjanji pada Sia.

Air mata kembali mengalir deras dari kedua mata hijaunya. Sama derasnya dengan tangisannya yang kemarin. Tapi bibir Sia masih terus bergerak meski suaranya mulai parau. Hatiku terasa seperti teriris secara perlahan saat mendengar suaranya. Goddes, rasanya aku tak sanggup melihat Sia seperti ini. Tapi ini adalah satu-satunya kesempatan untukku, agar aku bisa mengetahui masalalu gadisku. Meskipun aku tahu ini seperti menyayat kembali luka yang bahkan masih basah di hati Sia.

"Hari itu adalah hari terakhir aku berada di rumah itu. Saat Kelly membawa sepupunya Jack ke rumah. Laki-laki itu terus menatapku dengan mata cabul miliknya .... Dan entah bagaimana caranya, dia membuat Kelly dan Jessy keluar dari rumah dan meninggalkanku bersama iblis itu .... Kau tahu apa yang dia lakukan?!" Tubuhku menegang, kuyakin wajahku sudah merah padam. Sia berteriak dengan suara yang begitu menyakitkan. Tanganku sudah mengepal erat. Dari kalimat Sia, aku sudah menebak apa yang dilakukan pria brengsek itu pada Sia. Tapi aku benar-benar tak ingin menjawabnya. Tidak, aku tak mau apa yang kupikirkan benar terjadi pada Sia. Aku masih berusaha menahan amarahku dan memilih menunggu Sia melanjutkan kalimatya.

"Dia tiba-tiba memelukku dan mengecupi leherku ... aku sudah berusaha meronta dan melepaskan diriku, tapi dia justru menghempaskan tubuhku ke sofa dan menindihku ... lalu ... lalu ...." Suara Sia semakin menghilang. Air matanya lebih deras menuruni pipinya. Serigalaku semakin meraung-raung di dalam sana. Dan kali ini aku benar-benar sulit manahannya.

My Luna [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang