Kali ini okiya tak lagi seramah dulu. Atau... Haruko tak lagi menitipkan sayangnya terhadap Hana. Hana merasa Haruko sudah mulai berubah. Hana mencoba mencari tahu, mengoreksi sikapnya yang buruk. Bahkan dia juga bertanya pada Machiko apa yang salah, dan apa hal yang pernah dia lakukan sehingga Haruko jadi seperti itu. Machiko sebagai pelayan tua yang sudah berpengalaman dalam hidup akhirnya memutuskan untuk bungkam. Kalau dia bicara jujur, maka Hana juga akan sakit hati.
"Okaa-san membentakku, mengatakan hal-hal buruk tentangku sekarang. Apa yang sudah kulakukan hingga dia sangat marah, Machiko-san?"
Machiko tersenyum, lantas menyentuh kedua pipi Hana. Kasihan, itu batinnya. Bahkan Hana bisa dibenci meskipun tidak berniat berbuat jahat. Itu adalah naluri seseorang, yang masih memiliki rasa iri dan dengki terhadap sesama. Machiko kenal aura dan tatapan Haruko sekarang.
Bukan lagi tatapan penuh sayang, namun sudah menjelma jadi tatapan murka dan juga penuh kebencian. Tatapan itulah yang selalu muncul dari para geisha yang menatap Hana. Tatapan itu sama bengisnya dengan tatapan mereka.
"Mungkin Haruko-sama lelah, Hana..."
Hana menggaruk tengkuknya. "Apa benar begitu?"
Machiko mengangguk saja, mengabaikan rasa cemasnya terhadap Hana. Dia tak mungkin bicara apa pun karena kedua orang ini sangat berharga baginya. Hanya hati Hana yang bisa menyembuhkan rasa buruk dalam hati Haruko.
"Sejak Yazuhiro-san memilihku untuk menemaninya, Okaa-san berubah. Apa Okaa-san tidak setuju aku menemani Yazuhiro-san? Lalu kenapa dia tidak melarangku sebelumnya?" Hana bertanya pelan.
Machiko menggeleng. Manusia itu rumit. Hatinya mudah sekali berubah dan berbalik. Hana masih belum berpengalaman menghadapi manusia dengan wajah baik dan hati jahat. Yang Hana alami adalah kekejaman rezim itu, yang muncul karena fitnah kejam. Hana belum mengerti apa yang menyebabkan keluarganya dibantai, namun dia yakin bahwa keluarganya adalah orang yang baik dan juga tidak pernah berbuat jahat seperti yang mereka tuduhkan.
"Hana..." Machiko berbisik.
"Iya?"
"Apa kau menyukai Yazuhiro-dono?"
Hana melongo, menunduk malu setelah itu. Bagaimana mungkin dia begitu lancang menyukai bangsawan seperti Yazuhiro? Menyukai yang bagaimana? Tidak, tidak. Itu tidak mungkin terjadi. Hana siapa?
"Bagaimana aku bisa lancang menyukainya, Machiko-san?"
Machiko menggeleng. "Tak ada yang salah dalam menyukai, Hana."
"Salah, Machiko-san. Karena aku hanyalah budak rendahan, yang akhirnya menjadi pelayan. Aku tidak mungkin menuntut apa-apa lagi!"
Machiko semakin cemas. Dengan sikap Hana yang pasrah seperti ini, ke depannya nanti pasti tak akan mudah. Apalagi... Haruko... Haruko...
"Kau bersihkan saja ruangan ini. Aku akan menyiapkan makan malam..." Machiko tersenyum, lantas melenggang pergi ke dapur. Hari ini ada tamu penting, yang sudah menjadi langganan di sini.
Machiko melangkah, melewati ruangan utama dengan tenang. Namun, langkah kakinya terhenti seketika. Di ruang utama itu terdengar sebuah obrolan. Mungkin lancang bagi seorang pelayan sepertinya untuk menguping, namun Machiko tak sengaja mendengar. Dan Percakapan itu akhirnya menjadi alasan bulu kuduknya meremang. Machiko tak mungkin salah dengar, karena itu suara tuannya, yang sudah dia layani selama bertahun-tahun. Suara itu terdengar biasa, namun apa yang mereka obrolkan terdengar sangat menyakitkan.
"Saya akan membuatnya melayani Anda, Tuan."
Machiko menghentikan langkah. Itu percakapan yang sudah biasa, namun ini aneh sekali. Tak biasanya Haruko terdengar seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gay-Sha
RomanceHana bukan geisha di okiya itu. Namun, kecantikannya melebihi para geisha di mana pun berada. Banyak lelaki yang jatuh dan tunduk di kakinya, hanya untuk ditemani oleh Hana. Sayangnya, Hana hanya pelayan. Dia juga lelaki. Meski ada riwayat geisha pe...