( - ) E M P A T

41 5 2
                                        

“Ray!!” seru Vi sembari berlari memasuki rumah yang sering ia kunjungi itu.

4 tahun telah berlalu.  Dengan sekolah yang berbeda, mereka melewati hari  dangan menghabiskan waktu masa kecil yang indah itu bersama sama tanpa peduli dengan waktu yang berjalan begitu cepatnya. Tak lupa dengan Theater, Taman hiburan serta bermain piano di setiap sebelum musim dingin tiba.
Mungkin mereka juga takkan menyadari bahwa beberapa bulan lagi, mereka akan lulus dari sekolah masing-masing.

Tanpa bertanya dan menghiraukan para pelayan yang mencoba untuk mengatakan sesuatu padanya, ia terus berlari menuju kamar Ray. Berhubung hari ini adalah hari libur, Vi ingin mengajaknya jalan-jalan dan meminta Ray bermain piano lagi.

Vi menggaruk kepalanya yang tidak gatal ketika menyadari kamar Ray yang sang empunya tidak ada disana, dengan masih tak paham situasi ia pun turun menghampiri bibi Jane yang sejak tadi memperhatikannya.

“Bibi, Ray kemana? Tak biasanya dia pergi tanpa bilang apapun padaku?” tanyanya tak berdosa. Bibi Jane menghembuskan nafasnya, mencoba bersabar. Para pelayan mencoba mengatakan perihal tidak adanya Ray disini semenjak Vi masuk tadi.

“Ia sedang pergi bersama manager Bill, nona.”

“Ha? Kemana?”

“Anda tak perlu menghawatirkannya, Tuan muda akan segera kembali.”

“Tadi aku bertanya pada bibi itu ‘kemana’, bukan kapan dia akan datang.”

“Mengapa anda ingin tahu? Jika anda ingin menyusulnya, itu percuma. Karena beliau tidak akan lama.”

“Tapi dia dimana, bi?”

“Ah, nona..” bibi Jane tertawa atas perilaku Vi.

“Kemana!?” tegas Vi memasang wajah childishnya. Bibi Jane kembali tertawa.

. . .

“Eh, tuan muda bilang ia membuat sebuah rumah kaca ya dua tahun lalu? Dia memanfaatkan uang saku sehari-hari yang ditabungnya untuk membuat rumah kaca itu. Manis sekali~”

“Iya, bukankah kemarin proyek serta penataan ruangnya sudah selesai? Kurasa pagi tadi beliau pergi kesana untuk melihatnya.”

“Wah, benarkah? Aku tak bisa membayangkan indahnya pemandangan lavender dari rumah kaca itu.”

Vi menatap bibi Jane antusias. Percakapan kedua pelayan lainnya yang tidak mengetahui keberadaan Illevi membuatnya tahu apa yang disembunyikan bibi Jane.

“Bibi Jane. Antarkan aku menuju tempat dimana Ray berada. Kau tidak mungkin lupa dimana letak proyeksi milik tuanmu sendiri bukan?” ancamnya. Bibi jane hanya bisa tersenyum, menggaruk kepalanya yang tak gatal.

•••

Angin bertiup pelan. Wangi lavender langsung memenuhi rongga hidung Vi begitu ia membuka pintu dan menapakkan kakinya di ladang yang sangat luas itu. Lamat-lamat wajahnya yang terperangah pun merekah. Disaat ia hanya menyaksikan beberapa tangkai lavender dalam sebuah vas, kini ia bisa melihat bunga lavender sebanyak dan sepuasnya.

Pandangan takjubnya terhenti. Bayangan punggung Ray yang sedang menelusuri jalan diantara lavender menuju sebuah rumah kaca yang megah dari kejauhan itu membuatnya teringat tujuannya kemari.
Vi langsung berlari mengejarnya.

“Hih, aku kesal padamu!! Mengapa kau tidak mengajakku kemari dan malah meninggalkanku sendirian di rumah!?” Vi memeronta kesal sembari memukul punggung Ray yang berhasil dikejarnya. Membuat Ray menyadari Vi telah menemukan keberadaannya. Lantas, ia menoleh kearah Vi.

H I L A N GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang