( - ) T I G A

32 4 0
                                    

“Sekarang kau akan mengajakku kemana lagi hei, Vi!?” Omel Ray. Ia kembali kesal karena Vi mengganggu ketenangannya saat ia ingin sendiri lagi.

“Hei, seharusnya aku yang mengataimu dengan sebutan ‘hei’ seperti itu. Akhh~ mengapa kau bersikeras menyendiri seperti itu!? Apa kau tidak lelah!? Dasar keras kepala.” Balas Vi sembari memijat pelan keningnya. Rupanya Illevi juga suntuk dengan kelakuan Ray. 

“Itu urusanku! Mengapa kau selalu mengurusi yang ingin kulakukan?” Ray tak mau kalah.
Saat ini mereka sedang dalam perjalanan menuju tempat yang hanya diketahui manager Bill dan Vi saja, karena Vi hanya mengatakan dan meminta bantuan pada Manager Bill. Mendengar pertengkaran kedua anak kecil itu, Manager Bill hanya bisa tertawa disela terfokus menyetir mobilnya.

“Sudahlah~ ikuti saja rencanaku. Aku tak ingin mendengarmu berterimakasih seperti di theater kemarin.” Ucap Vi tak peduli. Dan Ray hanya bisa pasrah.

• • •

Ray memerjabkan matanya, tak terima.

“Mengapa kau mengajakku kemari?!!” Omelnya begitu mengetahui jika Vi mengajaknya ke taman hiburan yang memiliki permainan ekstrim terbanyak di kota mereka.
Mendengar Ray kesal, Illevi tertawa.

“Kau takut ya?” Godanya.

“A,aapa kau bilang!? T,takut?” ceracai Ray tak terima dikatai begitu.

“Yasudah. Kalau begitu, ayo!” seru Vi yang langsung menarik tangan Ray dan berlari menuju Roller Coaster.

“H,hei. Tunggu. Bukankah tak mungkin kita diizinkan untuk naik wahana orang dewasa seperti itu?” tanya Ray yang membuat Vi menghentikan lariannya.

“Eh? Tidak diizinkan? Untuk apa..” jawab Vi seraya tertawa.

“Tempat ini adalah milik pamanku, karena itu kita akan bermain sepuasnya disini.” Lanjutnya bangga.

“Haa!? Apa pamanmu sudah gila membiarkan keponakannya yang masih kecil bermain di tempat berbahaya seperti ini!?” Vi kembali tertawa geli.

“Awalnya dia melarangku sih namun karena aku tak mendengarkannya dan tetap bermain akhirnya ia membiarkanku hahaha.. toh ini juga terbukti bahwa aku bisa menjaga diri dan baik baik saja”

Ray menatapnya pasrah. “itu berarti pamanmu sudah lelah denganmu tauk”  Umpat Ray.

“Sudahlah ayo. Jangan pedulikan apapun lagi.” Vi kembali menariknya dan langsung menaiki kursi kosong wahana Roller Coaster itu setelah bertinju salam dengan Jack, penjaga Roller Coaster.

HOEEKK

Ray mengeluarkan isi perutnya begitu mereka turun. Vi menatapnya heran.

“Katanya kau tidak takut? Mengapa kau sampai mabuk begini? Bukankah orang yang tidak takut itu bisa mengatur emosinya sehingga ia tak merasa pusing bahkan mual seperti ini, apalagi kau laki-laki.” ungkap Vi sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Mendengar perkataan Vi, Ray langsung berdiri tegak. Mengusap mulutnya dengan sapu tangan, kasar.

“Siapa bilang? Mungkin ini hanya permulaan. Aku tidak takut! Ayoo lanjut!” ucap Ray membara. Illevi langsung tertawa mendengar perubahan sikapnya.

“Haha, kalau begitu. Ayoo!”

• • •

“Hahaha, ternyata kau benar. Maaf aku sempat meragukanmu jika kau penakut hehehe.” Ucap Vi begitu menghampiri Ray yang tengah duduk terkapar. Demi menentang perkataan Vi, ia nekat melawan rasa takutnya.

H I L A N GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang