3 (Okta)

770 93 27
                                    

"Tuan ada lagi yang anda butuhkan?" Tanya seorang pelayan pada Tuan nya.

"Tidak, terimakasih" Pelayan itu pun pergi meninggalkan Tuan nya menikmati makan siang nya seorang diri.

Sebenarnya, ia tidak tega melihat Tuan nya itu menjadi murung dan sangat irit bicara.

Mungkin karena terus kehilangan orang yang dia sayangi, membuatnya memilih untuk menutup diri dan tidak ingin merasakan apapun lagi pada orang lain.

Okta yang ia kenal adalah anak baik, rajin, dan murah senyum.
Itulah yang pelayan itu lihat ketika anak itu dibawa ke rumah besar ini oleh Tuan dan Nyonya nya.

Meski awalnya ia terlihat canggung. Namun lama kelamaan ia bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya.

Dalam waktu 10 tahun ini, Okta sudah kehilangan tiga orang yang sangat ia cintai. Tuan Raka meninggal karena serangan jantung. Hal itu tentu memberikan luka dalam bagi keluarga itu. Beberapa tahun setelahnya, Nyonya Windy meninggal karena kecelakaan. Dan yang terakhir adalah yang membuat Okta semakin terpuruk. Ia kehilangan Cinta nya.

-Flashback

Di ruangan keluarga siang itu. Tampak dua orang dewasa sedang berdebat hebat. Dan penyebab utamanya adalah harta dan kekuasaan.

"Anak kecil seperti dia itu tidak bisa memimpin perusahaan. Lagipula, dia itu hanya anak angkat. Jika ada orang yang berhak untuk warisan ini, itu adalah aku!!" Bentak pria paruh baya itu.

"Maaf. Tapi, Saya tidak mungkin merubah keputusan Tuan dan Nyonya. Lagipula, Saya juga termasuk saksi hidup saat pembuatan surat wasiat itu. Tuan dan Nyonya memang tidak memberikan sepeserpun hartanya kepada Anda dan keluarga Anda." Jawab pelayan itu dengan tegas tanpa rasa takut sedikitpun.

"Ini tidak masuk akal. Anak itu sama sekali tidak pantas mendapatkan harta Kakak ku. Dan kau, kau seharusnya berpihak padaku. Bukan pada anak ingusan itu!"

Pria itu mencengkram kerah baju Pak Jaya, pelayan itu tampak pasrah. Itu sudah resiko nya sebagai pelayan.

"Tuan Dirga"

Kedua pria itu tampak terkejut melihat Okta yang berdiri dengan mengarahkan senjata api kepada mereka.

"Kau pikir aku takut dengan..." Dirga terdiam ketika Okta menembakkan pelurunya tepat di samping kakinya.

"Jauhkan tangan Anda, atau berikutnya, kepala Anda yang akan menjadi sasaran peluru ini" Ucap Okta dengan nada dingin nya.

"Pergi dari rumah ini. Dan jangan pernah kembali lagi" Ucap Okta. Dan Dirga, orang yang seharusnya ia panggil 'Paman' atau 'Om' itu pun pergi tanpa mengucapkan apapun lagi.

"Terimakasih Tuan." Jaya membungkuk berterimakasih atas pertolongan Tuan nya itu.

"Dia bukan orang yang harus paman takuti. Aku ke kamar dulu Paman" Ucap Okta. Ia kembali masuk ke dalam kamarnya setelah ia menyelesaikan keributan yang terjadi di rumahnya itu.

"Saya akan membantu Anda, Tuan" Ucap Jaya.

~~~

"Selamat pagi, Tuan. Sudah waktunya Anda bangun."

Langsung membuka matanya ketika mendengar suara asing yang menyapa pendengarannya pagi itu.

Okta sempat terpaku menatap wajah cantik gadis yang membangunkannya di pagi ini.

"Saya pelayan baru di rumah ini. Kata Pak Jaya, Saya bertugas melayani kebutuhan Tuan Okta." Gadis itu tersenyum dengan sangat manis.

"Siapa nama mu?" Tanya Okta setelah mengumpulkan kembali seluruh kesadarannya.

"Gracia, Tuan. Shania Gracia" Okta mengangguk pelan. Ia menundukkan kepalanya mencoba mengingat, apakah ia pernah membicarakan tentang pelayan baru dengan Jaya atau tidak.

"Kalau begitu, Saya permisi Tuan." Pamit Gracia.

Okta terus memperhatikan gadis yang mengaku sebagai pelayan barunya itu, hingga gadis bernama Gracia itu hilang dari pandangannya.

~~~

Hari-hari Okta mulai kembali berwarna ketika Gracia hadir dalam kehidupannya. Ia mulai rajin memantau Perusahaan peninggalan Ayah nya secara langsung.

Senyumnya mulai kembali, dan semua itu karena Gracia.

"Ta, bangun. Kamu ada jadwal meeting pagi ini" Ucap Gracia.

Okta sendiri yang mengatakan pada Gracia untuk memanggilnya tanpa embel 'Tuan' ia ingin Gracia memanggil namanya saja.

"Bentar lagi Gre, aku masih ngantuk" Okta menarik selimutnya hingga menutupi kepalanya.

"Tuan, Anda harus berangkat sekarang juga" ucap Gracia dengan sopan.

Detik berikutnya, Okta bangkit dari tempat tidurnya kemudian langsung menuju ke kamar Mandi.

Gracia yang melihat itu pun hanya tersenyum. Ia tau, Okta akan segera bangun jika Gracia mulai memanggil nya 'Tuan'. Gracia sudah hafal, jika Okta tidak akan bisa tidur kembali saat sedang kesal.

Gracia mulai melakukan tugasnya yang lain, yaitu merapikan tempat tidur Okta.

~~~

Sore itu, Okta berniat untuk menjadikan Gracia kekasihnya. Ia ingin Gracia menjadi pendamping hidupnya, bukan sebagai pelayan. Tapi, sebagai istrinya dan ibu dari anak-anak nya kelak.

Ia telah memberikan cuti sementara pada Jaya, pelayan Setia nya. Sehingga ia tidak perlu khawatir jika Jaya melihat Proses ketika ia meminta Gracia menjadi miliknya.

Tapi, semua yang Okta harapkan hanya tinggal kenangan.
Kejadian yang terjadi, sungguh di luar dugaannya. Bahkan ia tidak pernah membayangkannya sama sekali.

Okta berharap, Senyuman Gracia lah yang pertama kali menyambutnya seperti hari-hari sebelumnya.

Namun kali ini, Okta merasakan lututnya lemas. Dadanya terasa sesak. Bahkan airmatanya pun sudah menetes.

Gadis yang ia dambakan untuk menemani sisa hidupnya kini tergeletak tak bernyawa di lantai, dengan darah di kepalanya.

Lagi, Okta merasakan kehilangan itu untuk kesekian kalinya. Dan kali ini, sakitnya jauh lebih parah dari sebelumnya.

Kenapa disaat ia telah menemukan seseorang yang penting bagi hidupnya. Orang itu kembali meninggalkan dirinya.

"Gre.. Gre bangun dong. J-jangan tinggalin aku. Aku.. Aku sengaja pulang cepat hari ini untuk kamu." Okta menarik Gracia dalam pelukannya.

"Gre, bukan ini yang aku mau. Aku mau kamu yang nyambut aku dengan senyuman kamu. Bukan kayak gini Gre.." Okta semakin terisak ketika merasakan Tubuh Gracia semakin dingin.

"Maafin aku, Gre.. Maafin aku.."

~~~

Pemakaman Gracia telah selesai dilakukan.
Jaya, pelayan itu semakin kasihan pada Tuan nya itu.

Keadaan Okta jauh lebih terpuruk dari sebelumnya. Gorden rumah yang sangat jarang sekali terbuka. Terlebih gorden kamarnya. Okta melarang siapapun membukanya. Kamar satu-satunya cahaya di kamar itu adalah lampu tidur kecil, hadia pertama dan terakhir Gracia untuknya.

-Flashback End

Di kamarnya. Okta tengah memandangi satu-satunya foto Gracia yang ia miliki. Foto itu diambil diam-diam oleh Okta ketika Gracia sedang menyiapkan makan malam untuk nya.

Pandangan Okta beralih pada Foto nya ketika di panti bersama sahabat nya dan juga Bu Uty. Okta tersenyum getir. Jika ia tidak di adopsi dulu, apakah sekarang ia masih bisa tertawa bersama ketiga sahabatnya itu?





😌 I'm Back 😎

Gimana?

Itu cerita sekilas aja ya, dari Okta. Nanti gantian sama yang lain.. 😁😁

See Ya 🙋
Salam Team GreTa-VinShan-BebNju

The Colour of Our Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang