Reyhan menghempaskan tubuhnya diatas sofa yang ada di kamarnya, pikirannya berkecamuk lantaran keputusannya untuk menuntut ilmu di fakultas kedokteran tidak disetujui oleh Raylan, Raylan menyuruhnya untuk bergabung dengan perusahaan yang berada di kota bandung, Reyhan hampir sempat menolak tetapi membayangkan Marlita yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari membuatnya harus menuruti keinginan Ayahnya yang menyuruhnya untuk menggantikan posisinya sebagai direktur.
Berulang kali ia beristighfar berharap keputusannya tidak lagi salah jalan kedepannya, ia sudah putuskan untuk terus berbakti kepada kedua orang tuanya yang menghidupinya dengan bekerja keras membanting tulang, walau sebenarnya yang ia harapkan hanya kasih sayang dan perhatian dari seorang orang tua.
Dering ponsel membuyarkan pikiran Reyhan yang saat ini yang sedang berkecamuk, dengan gerakan kilat ia mengeluarkan benda pipih berwarna hitam dari kantong jaketnya dan menekan tombol hijau untuk mengangkat orang yang menelfonnya.
"Hallo, iya waalaikumsalam Za" jawab Reyhan ketika diseberang sana mengucapkan salam.
"Hey han, gue mau nanya lo jadi daftar fakultas kedokteran di bandung nggak? Gue udah cari nama lo tapi di daftar pencarian gue gak nemuin nama lo?" Tanya Reza sahabat Reyhan.
"Gue gak jadi daftar Za, gue disuruh buat nerusin perusahaan Bokap gue yang lagi merintis di Bandung" ujar Reyhan pelan.
Terdengar helaan nafas di seberang sana.
"Gue bakal dukung apapun keputusan lo Han"
"Yaudah intinya lo turutin aja deh kemauan orang tua lo, terus berbakti sama orang tua, jangan pernah ngebangkang orang tua" sambung Reza diseberang sana."Iya Za, gue bersyukur banget punya sahabat seperjuangan kaya lo" ujar Reyhan.
Terdengan suara tawa dari seberang sana.
"Hahaha, alay banget si lo Han, yaudah gue mau ke tukang cukur rambut dulu ah, rambut gue udah kaya ayam yang gak mandi-mandi setahun hahaha.."Reyhan tertawa terbahak-bahak mendengar lelucon sahabatnya yang ia rasa sudah gila itu.
"Makanya rambut tuh di shampoin bukan dipakein pomade" Reyhan tersenyum lebar, setidaknya sahabatnya yang satu ini bisa menghiburnya dari suasana yang saat ini tidak Reyhan sukai.Setelah berguyon ria dengan Sahabatnya Reza dan mengakhiri sambungan telefon nya, ia memilih untuk menemui Marlita yang kebetulan sedang ada di dirumah berpulang dari kerja kerasnya, Marlita sedang bercengkrama dengan alat dan bahan memasak didapur, sepertinya Ibunya yang ia sayangi itu sedang memasakkan makanan yang sangat Reyhan sukai.
Perlahan ia berjalan menuju ruang dapur dan berdiri sejenak didekat kulkas Jujur, ia sangat rindu dengan sosok Marlita yang telah membesarkannya dan masakkannya yang sangat enak, tetapi keeogisan yang ada didalam dirinya mengalahkan semua rasa itu hingga terjadi ketidak harmonisan keluarganya.
Dengan mengumpulkan keberanian yang dalam, Ia memutuskan untuk beranjak dari posisinya berjalan mendekati Marlita
Dengan suara derapan langkah yang hampir tidak terdengar, Ia memeluk Marlita dari arah belakang, dan hal itu sempat membuat Marlita terkejut saat mendapati bahwa Anak Semata Wayangnya lah yang memeluknya dengan sangat erat.
Marlita membalikkan tubuhnya berhadapan dengan Anaknya itu dan dengan sekejap memeluk balik Anak Semata Wayangnya itu.
Reyhan tak kalah terkejut saat Marlita yang tiba-tiba saja memeluknya balik dengan tak kalah erat, ia rindu moment kebersamaannya dengan sosok Ibu yang telah melahirkannya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengagumi Dalam Diam
Spiritual{Reyhan} ~Aku mengaguminya dalam diam, dan aku pun harus siap mengikhlaskannya dalam diam.~ {Indra} ~Mengikatmu dengan ikatan yang suci justru akan sangat hal yang menjadi impianku selama ini, tetapi jika dengannya kau belum bisa menghapusnya, mak...