10. Nongki - Nongki

878 55 22
                                        

Gue mengerjap beberapa kali untuk menormalkan mata yang sedari tadi enggan untuk terbuka. Gue bangkit dan melirik ke arah jam yang bertengger di atas nakas. Masih jam tujuh. Akhirnya gue langsung turun dari ranjang dan segera melangkahkan kaki menuruni tangga menuju dapur.

Saat hendak mengambil air minum di lemari es, gue melirik sekilas ke arah ruang tamu. Dapat gue lihat kalau televisi di sana masih menyala. Akhirnya gue urungkan acara minum dan langsung melangkahkan kaki menuju ruang tamu. Betapa terkejutnya gue ketika melihat keadaan ruang tamu yang sudah terlihat seperti kapal pecah ini. Banyak bantal-bantal sofa yang letaknya sudah tidak beraturan lagi. Terlihat sampah juga bertebaran di mana-mana.

Gue lirik sekumpulan sampah masyarakat yang masih tidur tidak beraturan di lantai. Gue mendengus pelan melihat teman-teman bobrok gue ini yang sudah berhasil membuat ruang keluarga jauh dari kata rapi. Kalau ada Kak Sica, gue pastikan, nyawa mereka jadi taruhannya karena mereka sudah berhasil membuat keadaan rumah gue kacau.

"Oh Natt, lo udah bangun?" terdengar suara Yuna yang kini tengah melangkah mendekat.

Gue mengangguk lalu kembali menatap teman-teman bobrok gue dengan pandangan kesal. Yuna tertawa pelan ketika melihat raut wajah gue yang sudah terlihat masam seperti ini.

"Sesil sama Ara mana?" tanya gue.

"Masih molor." jawab Yuna sambil kini meraih bantal sofa dan memukulkannya ke arah teman-teman. Akhirnya gue ikutan. Tapi gue memukul mereka bukan pakai bantal, melainkan pakai sapu. Kalau mau mukul, gak usah tanggung-tanggung, kan?

"Bangun Woi!" teriak gue sambil memukulkan sapu ke arah Devin, Adin dan Malik sementara Yuna yang bertugas membangunkan Joshua, Ridwan dan Dio.

"Bangun! Bangun gak?!" teriak gue lagi dan kali ini gue memukul ke arah Malik dengan sedikit keras.

"Aduh! Sakit woi!" teriak Malik sambil memegangi pantatnya yang gue pukul tadi.
Terlihat dia mengerjapkan mata perlahan lalu memandang ke arah gue dan Yuna bergantian. Dan matanya kini langsung fokus ke arah sapu yang tengah gue pegang ini.

"Kejam lo kaya mak tiri!" dengus Malik sambil sesekali masih menguap karena kantuk masih menyerangnya saat ini.

"Bacot! Udah, cepet bangunin yang lain!" gertak gue ke Malik.

Terlihat Malik langsung tersenyum miring. "Sesil sama Ara mana?"

"Masih tidur." kini Yuna yang menjawab sambil masih terus membangunkan Dio dan Joshua yang terlihat masih enggan untuk bangun, sementara Ridwan yang sudah mulai bangun langsung berjalan ke arah kamar mandi.

"Bangunin ah..." seru Malik lalu langsung berjalan dengan sedikit berlari ke arah kamar yang ditempati Sesil dan Ara.

"Woi! Ngapain?!" teriak gue.

"Bangunin mereka lah!" seru Malik lagi sambil mengerling menggoda.

"Halah! Cari kesempatan doang paling," celetuk Yuna yang kini meraih sapu di tangan gue dan mulai memukulkannya ke arah Joshua dan Dio.

"Aduh, pantat gue Mak!" teriak Joshua dan langsung bangkit karena merasakan pantatnya dipukul oleh benda keras.

Gue cuma terkekeh geli melihatnya. Akhirnya gue meraih gelas berisi air yang berada di atas meja dan gue ciprat-cipratkan ke wajah Adin. Gue lihat Adin mengerjapkan matanya karena merasakan air yang gue cipratkan tadi tepat mengenai wajahnya.

"Woi Natt, Ah ... Apa-apaan sih!" gerutu Adin lalu langsung memposisikan dirinya untuk duduk. "Gue baru tidur jam lima, malah dibangunin lagi!"

"Suruh siapa tidur jam lima!" gerutu gue lalu langsung beralih mencipratkannya ke arah Devin yang sedari tadi masih diam tak bergeming.

Renata Keyla ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang