"Miaaauw...."
Seorang gadis berusia kira-kira dua puluh tahunan menoleh. Matanya berbinar saat seekor kucing hitam mengitarinya. Bulu halus kucing itu menggesek kulit kakinya lembut. Kaki yang berbalut boot warna hitam.
"Hai Rudolph, apa kau sudah makan? Kau menungguku, huuh..."
Sekali lagi kucing hitam legam berusia tiga tahun itu mengeluarkan suaranya. Auman yang seakan mengetahui bahwa gadis itu mengajaknya berbicara.
Tangan gadis itu terulur dan meraih kucing yang dipanggilnya Rudolph itu dalam gendongannya. Lalu dengan langkah pelan gadis itu beranjak menghampiri sebuah bangku taman. Gadis itu menghempaskan bokongnya dan memangku kucing hitam itu. Tangan kirinya lalu sibuk mengubek isi tas ranselnya. Dan, sebuah tempat bekal segera terlihat. Lalu dengan wajah terlihat senang, gadis itu menyuapkan sandwich ikannya pada kucing di atas pangkuannya.
Dan setelah beberapa saat gadis itu membiarkan Rudolph turun dari pangkuannya dengan raut kenyang. Sebelum benar-benar meninggalkan gadis baik hati itu, Rudolph sekali lagi menoleh dan mengeong seakan mengucapkan terimakasih.
"Pergilah. Kita bertemu besok."
Gadis itu mengamati kucing hitam bermata biru itu menjauh dan menghilang di balik pohon besar di sudut taman. Sesaat gadis itu termenung. Lalu tangannya menyisir rambut kecoklatan nya yang memanjang. Sejenak dia seperti meneliti ujung rambutnya. Dan dia mengendikkan bahu. Mengangkat kedua kakinya hingga menggantung di udara. Sungging senyum terlihat dari sudut bibirnya. Berulangkali dia mengayunkan kakinya. Tak menghiraukan senja yang turun perlahan membawa semburat jingga bersembunyi di balik tingginya gedung perkantoran Jefferson Corp.
Gadis itu berhenti mengayun kakinya. Dia melirik jam di pergelangan tangannya. Dia lalu terlihat meniupkan udara melalui mulutnya. Gadis itu menoleh saat sebuah tawa terdengar dari sampingnya. Seketika gadis itu menjadi cemberut. Seorang pria tua duduk di sampingnya sembari meletakkan sebuah sapu dari lidi di sampingnya.
"Apakah Ayahmu mengusirmu lagi, Dear...?"
"Hanya karena aku membuat Miss Kim terlalu bersemangat memoleskan lipsticknya."
Pria tua itu tertawa. Jelas sekali dia merasa geli. Dia memang menyaksikan tidak hanya sekali apa yang dilakukan gadis itu di kantor Ayahnya. Pria tua tahu, gadis itu tidak pernah menyukai Miss Kimberly Root, sekertaris Ayahnya yang dia pikir genit dan mencoba menggoda Ayahnya. Dan sore ini, saat dia mengunjungi Ayahnya untuk pulang bersama--seperti hari-hari lalu--, lagi-lagi sang Ayah mengusirnya keluar dari ruangannya, karena dia membuat Miss Kim tak terkendali saat memoleskan lipstiknya menjelang pulang kantor. Miss Kim yang genit berakhir dengan lipstick yang belepotan di wajahnya tanpa tahu kenapa dia melakukan hal itu.
"Mark...apa aku terlihat aneh?"
Pria tua bernama Mark Spencer itu menoleh dan tersenyum.
"Kau selalu cantik dengam caramu sendiri, Dear."
"Aku aneh. Dandananku aneh. Aku mendengar para gadis populer membicarakan gayaku berpakaian. Mereka bilang aku penyihir."
Mark, pria yang rambutnya sudah penuh dengan uban itu tertawa.
"Kau memang seistimewa itu, Dear."
Gadis itu mendengus, seakan kesal pada dirinya sendiri. Dia memang menyukai segala sesuatu yang berwarna hitam. Hitam seakan sudah menyatu pada dirinya. Dia selalu merasa aneh kalau dia harus memakai segala sesuatu selain warna hitam. Keluarganya menyerah. Ibunya, Betty Swan Aurora Jefferson jelas mengelus dada. Neneknya bahkan menjerit saat awal-awal tahun dia berpakaian hitam. Ayahnya menjadi begitu rewel dengan memberinya pilihan-pilihan warna baju ala anak muda tahun ini. Dan Ayahnya yang tampan itu akan berakhir termentahkan. Dia lalu akan bilang dia seperti sepuluh tahun lebih tua dari usia sebenarnya, hanya karena anak gadisnya menjadi begitu bandel.
Dan hanya Kakeknya. Manusia paling tampan sejagad raya--menurut gadis itu--yang mengerti dirinya. Dia selalu menerima apapun pilihan gadis itu. Kakeknya itu idola baginya. Yang menerimanya apa adanya. Yang bangga padanya. Yang selalu bicara lembut padanya. Yang menggendongnya hingga hari ini saat dia ingin terlelap...
"Paquita Martha Rose Jefferson--Leandro, Dada mau kita bicara."
Paquita--Pita--, menoleh. Ayahnya sudah berdiri menjulang di ujung jalan setapak taman. Mereka harus pulang ke rumah. Dengan 45 menit sesi ceramah Dave Leandro--Jefferson akan mengiringi laju mobil mereka.
Pita tersenyum kecut.
Mark yang berdiri dan tertawa pelan.
Rudolph, kucing hitam legam bermata satu yang sebiru lautan, tengah mengintip dari balik pohon.
Dan senja yang tiba-tiba saja telah menjadi gelap seiring lampu taman yang menyala bersamaan. Udara bertiup sedikit dingin. Sebuah pertanda bahwa peradapan manusia akan berganti sejenak, dengan mereka yang menguasai malam. Dunia yang akan bersandingan. Dengan mereka yang tak terlihat. Kecuali bagi mereka yang selalu bisa melihat. Seperti Pita dari kacamata kita....
----------------------------------
👑🐺
MRS BANG
KAMU SEDANG MEMBACA
MY SEXY CENAYANG GIRLFRIEND ( SUDAH TERBIT )
RomanceWARNING! 21++ Yang belum cukup umur silahkan kembali lagi lain waktu. Paquita Rose Leandro Jefferson adalah gambaran sebuah kemakmuran dari generasi ke sekian keluarga Leandro-Jefferson. Namun, di balik kecantikan dan segala kemudahan yang mengelil...