Benar bukan?Pita menunduk menatap alas meja bermotif angsa dengan bulu putih yang cantik. Alas meja ruang makan keluarganya itu terlihat lebih menarik dibanding lirikan kesal Ibunya sekarang ini. Pita menoleh sekilas. Ayahnya jelas tengah menekuni koran pagi sambil menyesap kopinya.
"Kau ada kelas, Pita?"
Suara Ayahnya terdengar lembut. Walaupun dia tidak mendongak menatap Pita, sepertinya kemarahannya karena keisengannya pada Miss Kim telah menguap.
"Tidak. Aku berencana mengunjungi Nenek."
"Tidak bisa. Nenek mendadak harus ke Napoli. Bibimu membutuhkannya."
Pita menahan napasnya.
"Tidak terjadi apa-apa dengan Bibimu, Pita. Kalau itu yang hendak kau cari tahu dengan kekuatanmu."
Akhirnya Dave menatap Pita menyelidik.
Bahu Pita luruh dan dia menatap Ayahnya sambil tersenyum manis.
"Aku tidak sedang mencoba mencari tahu keadaan Bibi, Dada. Aku hanya menahan napas. Apa itu salah?"
Dave Jefferson tak menjawab. Dia kembali menekuri koran paginya.
Pita menyesap susunya hingga tandas."Aku akan mempertimbangkan beberapa warna, Dada."
Pita mencium pipi Dave lalu melangkah meninggalkan ruang makan. Meninggalkan Dave yang terpaku. Juga Betty yang tertahan langkahnya di pintu penghubung antara dapur dan ruang makan.
Sementara itu Pita menutup pintu kamarnya pelan dengan tumitnya. Masih terlalu pagi untuk membuka jendela apalagi pintu balkon. Mereka, keluarga Jefferson bangun lebih pagi dari keluarga lain. Kabut bahkan masih turun tipis-tipis. Melayang merambah rerumputan dan akan menghilang dengan sekejap sebentar lagi, bersama munculnya matahari.
Namun akhirnya Pita membuka pintu balkonnya lebar-lebar lalu duduk pada sebuah hammock terbuat dari rotan. Pita bersila dan menarik napasnya dalam. Mengeluarkannya perlahan. Begitu berulangkali.
"Kau bangun pagi sekali."
Sapaan Mason pagi itu, sekali lagi tak membuat Pita membuka matanya. Dia meneruskan kegiatannya.
"Kau tahu segalanya, Paquita."
"Aku bukan Tuhan. Aku tidak tahu segalanya. Kalau aku tahu sesuatu, mungkin karena kebetulan. Kebetulan aku tahu."
"Aku sudah cukup lama mengenalmu, Pita. Dan aku cukup tahu kalau kau mempunyai sesuatu."
"Tapi kau tak cukup peka untuk tahu perasaanku, Mason."
Pita membatin kata-katanya sembari sedikit melirik pada Mason yang menumpukan sikunya pada pembatas balkon. Dan mata Pita segera menyipit.
Apa yang dilakukan Mason? Maksudnya...apa yang dilakukan Mason pagi-pagi buta seperti ini? Pita melihat Mason bertelanjang dada.
"Aku baru saja mandi."
"Seharusnya kau memakai baju. Kau gila atau apa? Aku ini gadis dewasa duapuluh tahun yang..."
Pita menggeleng memecah lamunannya agar tak mengembara kemana-mana.
"....yang penasaran dengan sex pertama..."
Pita mulai merutuk dirinya sendiri. Pikirannya justru meneruskan apa kata hatinya.
"Kau baik-baik saja? Pipimu memerah."
Pita membuka mata dan terpaku.
"Aku? Tidak. Aku tentu saja baik-baik saja."
Pita menepuk pipinya berulangkali.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY SEXY CENAYANG GIRLFRIEND ( SUDAH TERBIT )
RomanceWARNING! 21++ Yang belum cukup umur silahkan kembali lagi lain waktu. Paquita Rose Leandro Jefferson adalah gambaran sebuah kemakmuran dari generasi ke sekian keluarga Leandro-Jefferson. Namun, di balik kecantikan dan segala kemudahan yang mengelil...