Part 7

20.4K 2.1K 80
                                    

Mason urung menyalakan lampu kamarnya. Dia mengendap ke balik jendela dan mengarahkan pandangannya ke arah kamar Paquita. Dan secepat dia bisa, dia keluar dari kamarnya menuju ke arah balkon kamarnya setelah yakin pandangannya tak salah.

"Heiii...siapa kau?"

Mason menatap tajam seorang pria yang berdiri di depan pintu kamar Pita. Dan Mason mengeryit saat dia merasa dia mengenal pria itu. Mason baru akan bergerak masuk lagi ke kamarnya saat pemuda yang ada di balkon Pita tiba-tiba menaiki pembatas balkon dan melompat ke arah sebuah pohon yang ada di pojok balkon. Dengan lincah pria itu turun melalui dahan-dahan pohon dan melesat pergi. Mason tertegun.

"Dia jelas bukan manusia." Mason mencengkeram erat pembatas balkonnya dan menatap pria yang kini sudah keluar dari kediaman Jefferson dan berjalan di sepanjang pedestrian sebelum akhirnya benar-benar menghilang di kelokan jalan. Mason menatap kamar Pita sekali lagi. Gelap seperti biasa. Mason memutar ingatannya, dan dia segera saja mengingat, pria itu adalah pemuda yang tadi berada di bawah pohon di sisi jalan. Mantel hitamnya sama persis. Dan...

"Dia jelas pemuda di kampus Pita waktu itu." Untuk beberapa saat Mason berdiam diri di balkonnya. Sampai kemudian kantuk menderanya dan dia berjalan gontai masuk ke kamarnya. Mason memutuskan untuk tidak menutup pintu kamarnya. Suasana segera saja menjadi sunyi dengan burung hantu yang entah bertengger di mana, mengeluarkan suara khasnya.

-----------------------------------

Mason merapatkan tudung kepalanya. Dia berdiri merapat ke dinding fakultas di mana Pita belajar. Rasa penasaran membawanya sampai ke kampus Pita itu. Sama seperti hari lalu saat Mason merasa penasaran, bagaimana Pita saat di kampus dan dia menemukan Pita tengah berbincang dengan...

"Pria itu..." Mason meyangkan tatapannya pada seorang pemuda yang memasuki gedung perpustakaan. Mason bergerak. Dia kembali merapatkan tudung kepalanya dan mengikuti pemuda itu masuk ke dalam perpustakaan. Labirin buku dengan rak-rak tinggi sedikit menyulitkan Mason untuk menemukan pemuda itu. Mason berjalan sepanjang lorong dan menatap setiap lorong dengan teliti. Mason bergerak mundur dari laju jalannya saat menemukan pemuda itu duduk dab menekuri sebuah buku di bawah anak tangga yang mengarah ke lantai dua perpustakaan. Dengan langkah cepat Mason menghampiri pemuda itu dan duduk di sampingnya. Dan seakan tak terganggu dengan kehadiran Mason yang menghalangi jalannya keluar dari bangku perpustakaan, pemuda itu bergeming menekuri sebuah buku tebal bersampul hitam. Dari halaman yang dia buka, Mason yakin, pemuda itu rajin mengunjungi perpustakaan untuk membaca buku itu.

"Apapun yang kau lakukan di balkon kamar Paquita, kuharap kedatanganku mengurungkan apapun niatmu datang ke sana."

Mason mengamati setiap gerak-gerik pemuda berpembawaan tenang tersebut. Tangan pemuda itu perlahan terkepal namun dia sama sekali tak berniat menoleh ke arah Mason.

"So...jadi kau tidak mau mengatakan apapun? Baiklah." Mason berdiri. Dia sama sekali tak ingin berbicara banyak pada pemuda pucat dan terlihat aneh itu. Mason baru saja ingin melaju langkahnya meninggalkan pemuda itu saat pemuda itu berkata sesuatu.

"Hanya aku yang bisa melindungi, Paquita. Kami...ditakdirkan bersama. Saat bulan menjadi sempurna..."

"Apapun itu. Paquita sudah memilih. Dan kau pasti lebih tahu dariku, siapa pilihannya." Mason berdiri tegak dan tanpa berbalik dia menimpali apa perkataan pemuda itu. Mason memgusap bulu kuduknya. Apapun yang dilakukan pemuda itu sekarang, Mason merasa, pemuda itu sangat berbahaya. Mason beranjak menyusuri lorong tanpa menoleh lagi ke arah pemuda itu. Mungkin pilihan Mason benar, dia tak menoleh ke arah pemuda itu lagi, karena yang akan dilihatnya jika menoleh lagi adalah sebuah pemandangan yang membekukan. Pemuda itu mengepalkan tangannya hingga genangan air membasahi meja di hadapannya.

Mason berjalan lurus hingga sampai di pelataran parkir. Dia menghampiri mobilnya.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

Sebuah suara rendah membuat Mason menoleh. Paquita berdiri di belakangnya dengan beberapa buku yang terlihat berat. Mason meraih buku-buku itu dari tangan Pita dan memasukkan ke dalam mobilnya.

"Kita pulang sekarang."

Mason menarik tangan Pita dan membawa gadis itu berputar lalu mendorong gadis itu masuk ke dalam mobil. Pita hanya menggumamkan sesuatu yang tidak jelas sebelum akhirnya dia duduk dengan tenang. Mason menghempaskan bokongnya di jok mobil sembari menghela napas keras. Pita menoleh. Mobil mulai melaju keluar dari halaman parkir.

"Kau kenapa?"

"Jangan dekat-dekat dengan pemuda yang mengajakmu bicara tempo hari. Dia ada di balkon rumahmu semalam."

"Aku tahu." Pita menghembuskan napas perlahan seakan berita yang di sampaikan Mason adalah hal biasa baginya. Mason jelas terkejut. Dia terdiam. Setelah keluar dari gerbang kampus dan berbelok, Mason menepikan mobilnya dan berhenti. Dia menatap Pita dalam. Pita hanya menaikkan alisnya heran.

"Kau tahu?"

"Seperti apa yang kau bilang. Aku tahu segalanya."

Mason menggeram mendengar jawaban dari Pita. Kepala Mason luruh ke kemudi mobil dan dia menoleh pada Pita dengan masih menumpukan kepalanya pada kemudi.

"Kau tahu dan kau diam saja?"

Pita mengendikkan bahu.

"Dia tidak melakukan apapun Mason. Aku belum mengetahui apa tujuannya, karena dia...hmm...sedikit sulit terbaca. Tapi, dia tidak melakukan apa-apa."

"Belum, Pita. Dia bilang padaku bahwa hanya dia yang sanggup melindungimu, kalian ditakdirkan bersama, dia mengatakan sesuatu tentang saat bulan menjadi penuh."

"Bulan menjadi penuh?" Pita menelengkan kepalanya. Mason mengangguk. Pita lalu menatap lurus ke depan.

"Kita pulang sekarang, Mason?"

"Katakan padaku apa maksudnya kalian ditakdirkan bersama? Bulan menjadi penuh? Aku merasa ada hal yang berbau pemujaan di sini..."

"Tidak ada apa-apa Mason. Jangan menanggapi omongan orang dengan begitu serius. Mungkin saja mereka berbicara omong kosong."

Mason mengamati raut wajah Pita yang terlihat tenang. Mason menghela napas dan mencoba membuang rasa khawatir di hatinya. Dan tak butuh waktu lama bagi Mason untuk menyadari bahwa dia tidak bisa berhenti khawatir.

"Kumohon, apapun itu, Paquita. Berhati-hatilah." Mason menatap Pita dalam. Dalam hati dia berjanji akan mencari tahu penyebab kegelisahan hati yang menderanya tiba-tiba. Mason menyalakan mobilnya dan melajukannya cepat. Dia ingin Pita segera berada di rumahnya. Sekalipun Mason merasa, bahkan rumah Pita sekarang tidak lagi menjadi tempat ter aman bagi gadis itu. Insiden pemuda penyusup itu jelas membuat semuanya berbeda. Pita tak lagi aman. Pita menjadi target akan sesuatu. Mason berusaha mengenyahkan pikirannya akan hal itu tapi dia tidak bisa.

"Aku harus mencari tahu", batin Mason sambil sekali lagi menatap Pita yang duduk tenang di sampingnya. Aaah...gadis itu. Kenapa begitu sering menampilkan sisi misteriusnya? Pita jelas sudah mematahkan segala pemikirannya tentang kejadian penyusupan itu dan memintanya bersikap tenang.

Bagaimana bisa?

-------------------------------------------

Siaaaaap?

Baiklah....

👑🐺MRS BANG

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

👑🐺
MRS BANG

MY SEXY CENAYANG GIRLFRIEND ( SUDAH TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang