11. Berkunjung ke Desa Nisa

9 10 1
                                    

Udara pegunungan membasuh wajah cantik Cinta. Meskipun lelah berjalan kaki selama hampir satu kilo meter, tapi kelelahannya terbayar saat memasuki sebuah pedesaan yang begitu sejuk dan bersih. Di bibir manisnya tersungging sebuah senyuman puas. Sebelum melanjutkan perjalanan, dia terdiam sejenak. Menatap hamparan kebun dan rumah-rumah penduduk jauh di bawah sana.

"Puncak masih kalah indah dengan desa kamu, Nis!" seru Cinta pada gadis berjilbab itu.

"Ini belum seberapa, Mbak Cinta. Cobalah mengunjungi taman Katopalangi di puncak gunung Putri sana..." kata Barok sambil menunjuk kearah puncak.

"Oh ya? Bagus banget ya, Bar?"

Barok mengangguk pelan.

Cinta penasaran dengan taman yang direkomendasikan Barok itu. Suatu saat, aku akan mengunjunginya, katanya dalam hati.

"Kita lanjutkan, Mbak." Ujar Nisa pelan.

Rombongan yang terdiri dari sepuluh orang itu melanjutkan perjalanan mereka. Cinta, Nisa, Arin, Ratu, Clara, Bunga, Sabrina, Barok dan dua santri putra yang tidak diketahui namanya oleh Cinta berjalan santai menuju rumah Nisa. Pikiran Cinta masih diselimuti rasa penasaran pada taman Katopalangi itu. Dia ingin sekali meminta Nisa untuk mengantarkannya kesana.

Disebuah rumah yang terbilang besar itu, orangtua Nisa sudah menyambut kedatangan putri semata wayangnya dengan gembira. Nisa langsung menciumi tangan ayah dan ibunya dengan takdzim. Cinta dan kelima sahabatnya juga ikut-ikutan sungkem pada mereka.

Meski dengan agak canggung, orangtua Nisa akhirnya membiarkan tangannya dicium oleh Barok. Maklum, Barok adalah putra seorang kyai yang sangat mereka hormati. Harusnya mereka berdua lah yang mencium tangan Barok. Begitu tradisi yang biasa dilakukan oleh penduduk kampung. Tapi karena Barok adalah tunangan putrinya, jadilah Barok yang mencium tangan mereka.

Orangtua Nisa sangat ramah. Keduanya sangat senang dengan kedatangan Cinta dan teman-temannya itu. Baru kali ini Nisa membawa seorang teman ke rumahnya itu.

Beberapa jam kemudian, Barok minta diri untuk kembali ke pesantren.

"Titip salam buat Kyai ya, Mas..." ujar Ayah Nisa sopan pada Barok.

Setelah Barok pergi, Cinta dan kelima sahabatnya itu beristirahat sejenak dikamar yang telah disediakan oleh Ibu Nisa. Sebelum mereka terlelap tidur, Nisa berkata,

"Besok pagi Insya Allah saya akan ajak Mbak-Mbak ke Katopalangi!"

***

Entah sudah berapa bungkus tisu yang dihabiskan oleh Bunga dan Ratu. Sedikit saja peluh muncul diwajah mereka, dengan cepat mereka mengelapnya. Arin dan Clara masih tampak segar walaupun berjalan selama lebih dari satu jam. Cinta dan Sabrina asik ngobrol bersama Nisa dan pamannya, Joyo.

Sesuai janji Nisa pada mereka, pagi itu mereka hendak mengunjungi taman Katipalangi di puncak gunung Putri sana. Untuk berjaga-jaga, Joyo berinisiatif mengawal mereka. Hal itu disambut gembira oleh mereka. Apalagi Joyo adalah laki-laki yang ramah dan lucu. Sepanjang perjalanan, tak henti-hentinya Cinta tertawa dengan guyonan yang Joyo tawarkan kepadanya.

"Coba Cinta tebak, sapi apa yang bisa dijadikan ejekan buat orang lain?" kata Joyo memberikan tebak-tebakan pada Cinta untuk kesekian kalinya.

Cinta tampak memeras otaknya. Joyo hanya senyam-senyum melihat Cinta berpikir keras. Beberapa saat kemudian, Cinta menyerah.

"Sapi apa, Om?" kata Sabrina, ikut nimbrung.

"Sapi-an deh loe!" jawab Joyo sambil menirukan gaya anak muda dari tayangan televisi yang dia tonton.

Cinta, Sabrina dan Joyo tertawa bersamaan. Nisa hanya tersenyum manis. Arin dan Clara yang berada dibarisan paling depan menoleh kebelakang. Sedang Ratu dan Bunga menyeka keringat yang mengalir sembari mulut mereka tetap uring-uringan.

***

You vs MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang